Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 - Thunderclap & Pig Assault!

"Perkenalkan, dia adalah Zenitsu.. teman baru kalian nantinya. Nenek harap kalian semua bisa berteman baik dengan Zenitsu-kun ya?

"Oh jadi namanya Zenitsu ya?" Gumam Tanjirou pada dirinya sendiri, lalu mendekat ke hadapan Zenitsu untuk mengajaknya berkenalan.

Tetapi saat dirinya hampir sampai, tiba-tiba Nezuko datang dan membawa sebuah kotak tisu menghampiri Zenitsu. Nezuko lalu mengambil selembar tisu dari kotak yang dibawanya dan menawarkannya kepada Zenitsu. Mereka yang melihat kejadian itu terperangah tidak percaya, Nezuko melakukan hal yang mengejutkan. Sedangkan Nenek yang melihatnya juga terkejut namun sedetik kemudian ia tersenyum dengan tindakan Nezuko.

"Kak, tisu?" ucap Nezuko sambil menyodorkan selembar tisu kepada Zenitsu.

Tangan Zenitsu yang sedang mengusap air matanya seketika berhenti. Memandangi gadis kecil di hadapannya yang menawarkan selembar tisu padanya. Matanya membulat, terkejut sekaligus tak percaya. Gadis kecil ini melakukan hal seperti ini padanya meskipun ia belum mengenalnya?

Dengan masih sedikit terisak, Zenitsu mengambil tisu tersebut dengan perlahan. Lalu kembali memandangi wajah gadis kecil itu.

"T-te-terima kasih ya." ucap Zenitsu yang masih terisak. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis kecil di depannya.

"Sama-sama."

Nezuko tersenyum dengan sangat manis. Membuat semua air mata Zenitsu hilang ketika melihat senyuman itu. Senyuman gadis kecil itu telah berhasil mengubah suasana hatinya.

'M-manis sekali.' Batinnya.

Beberapa saat kemudian, Nezuko menaruh kotak tisu yang ia bawa lalu berlari menghampiri Tanjirou dan memeluknya.

"Eh, Nezuko?" tanya Tanjirou keheranan melihat Nezuko yang tiba-tiba memeluknya.

Nezuko hanya diam, tidak menjawab sepatah kata pun. Semua yang ada disana juga tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Are?"

.

.

.

Chapter 3 – Thunderclap & Pig Assault!

.

.

.

Keesokan harinya, setelah Zenitsu datang dan berkenalan dengan anak-anak lainnya. Kehidupan di panti asuhan mulai kembali seperti biasanya. Bertambahlah satu anggota baru lagi, yaitu Zenitsu. Anak berambut kuning dengan warna oranye pada bagian tepi rambutnya itu datang dalam keadaan tak henti-hentinya menangis. Membuat anak-anak lainnya pun terheran ketika pertama kali melihatnya. Hingga kejadian unik terjadi, dimana Nezuko tiba-tiba membawa kotak tisu dan menyodorkannya kepada Zenitsu. Tak terduga memang tapi itulah yang terjadi kemarin. Dan kejadian itu membuat Tanjirou selalu kepikiran.

.

Tanjirou's POV

Kemarin, aku bertemu dengan anak baru yang akan menjadi bagian dari panti asuhan ini. Namanya Zenitsu, dia sepertinya anak yang baik. Namun aku heran, kenapa ia selalu menangis? Bahkan tadi pagi pun ia kembali menangis, membuat Genya dan aku harus menenangkannya. Aku tak henti-hentinya penasaran.

Juga, kejadian kemarin membuatku terkejut, lebih tepatnya membuat kami semua terkejut. Nezuko dengan begitu berani menawarkan tisu kepada Zenitsu. Hal yang bahkan tidak kami lakukan saat itu. Lalu aku kemarin mencoba menanyai Nezuko karena aku sangat penasaran.

"Nezuko, kenapa kau bisa kepikiran memberikan tisu kepada Zenitsu? Si anak baru itu?" tanyaku.

"A-aku hanya kasihan melihatnya menangis, jadi aku berpikir mungkin anak itu butuh tisu, begitu kak." Jawab Nezuko dengan polosnya.

Memang benar sih, mungkin itu adalah naluri spontan dari Nezuko sendiri. Hanya saja, tidak biasanya Nezuko berani melakukan itu untuk orang yang belum ia kenal. Sepertinya Nezuko telah tumbuh dan berkembang ya? Jujur saja aku kagum dengan apa yang ia lakukan kemarin. Bahkan membuat kami semua terkejut.

Lalu mengenai masalah Zenitsu sendiri, ia sudah berkenalan dengan kami semua. Ia juga sudah mengetahui semua tempat di panti asuhan ini. Aku senang ia sudah mencoba akrab dengan kami semua dalam waktu yang singkat. Akhirnya aku mendapatkan teman baru lagi.

.

Zenitsu's POV

Namaku Zenitsu, aku merupakan anak baru di panti asuhan ini. Aku terus saja menangis ketika Nenek membawaku kesini kemarin. Bukannya aku tidak mau dititipkan di panti asuhan atau apa, hanya saja aku takut dengan orang-orang yang ada di sana. Siapa tau mereka jahat kepadaku, membullyku dan terus-terusan menjahiliku. Aku tak henti-hentinya menangis sambil membayangkan itu semua. Dan juga karena aku masih belum bisa melupakan masa laluku dulu.

Aku dan Nenek akhirnya sampai. Panti asuhan ini tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlalu kecil, sedang. Dan sepertinya panti asuhan ini juga terawat dengan baik, bisa kulihat dari hiasan bunga-bunga di dalam pot yang berada di sepanjang jalan panti asuhan, semuanya tertata rapi. Juga taman bermain yang bersih, bahkan di halamannya tidak ada sampah apapun. Suasana yang nyaman kurasa. Lalu, ketika Nenek membuka pintu panti asuhan, tidak ada orang sama sekali disana. Kemana mereka?

Beberapa menit kemudian, aku melihat kedatangan 2 anak perempuan yang sepertinya bingung ketika melihatku. Tentu saja mereka bingung, karena aku masih menangis. Aku memang anak yang cengeng, terluka sedikit saja aku pasti akan menangis. Aku tidak bisa kuat seperti anak laki-laki seumuranku yang begitu berani sampai-sampai sering berkelahi. Ketika aku melihat mereka berkelahi seperti itu, aku pasti berpikir bahwa aku akan mati jika aku yang ada di posisinya. Makanya tak jarang banyak anak-anak yang mengejek dan menjahiliku karena sifat cengengku ini. Keberanian orang berbeda-beda kan?

Kembali lagi dengan 2 anak perempuan yang masih menatapku. Mereka sepertinya seumuran denganku, atau mungkin saja salah satu dari mereka berusia lebih muda dariku? Kalau begitu, aku yakin anak perempuan berkuncir kupu-kupu kesamping itu yang seumuranku sedangkan anak perempuan bermata merah muda dan berambut hitam dengan warna merah terang di tepinya itulah yang lebih muda dariku karena tubuhnya lebih kecil kurasa.

"Nenek, siapa dia?"

Si anak perempuan berkuncir kupu-kupu itu berjalan mendekati Nenek dan sepertinya menanyakan 'siapa aku?'. Tapi sebelum Nenek memperkenalkanku, Nenek menyuruhnya memanggil 2 anak lainnya, sepertinya.

Dan dua anak yang dipanggil itu pun datang. Mereka adalah anak laki-laki yang juga seumuran denganku. Mereka ikut kebingungan waktu melihatku menangis, apakah mereka akan menganggapku cengeng dan memukuliku? Aku takut, aku sangat takut jika hari-hariku disini akan menjadi bahan bullyan mereka.

"Apakah dia anak baru, Nek?"

Tanya salah satu anak yang sepertinya terlihat kuat dan tatapan matanya sedikit menyeramkan. Suaranya juga terdengar menakutkan, dia pasti bos disini, aku yakin. Sedangkan anak satunya nampak hanya diam saja dan masih menatapku dengan tatapan bingungnya. Sepertinya anak ini cukup kalem dan tidak segarang yang satunya. Lalu Nenek memperkenalkanku kepada mereka.

"Perkenalkan ya, dia adalah Zenitsu.. teman baru kalian nantinya. Nenek harap kalian semua bisa berteman baik dengan Zenitsu-kun ya?"

Aku malu dan masih saja menangis sambil sesekali mengamati mereka. Kemudian salah satu anak laki-laki yang berambut hitam merah itu mulai berjalan menghampiriku. Apa mungkin ia mau mengajakku berkenalan?

Tapi di tengah perjalanannya menuju ke arahku, si gadis bermata pink itu langsung menghampiriku dan menawariku tisu. Aku sempat melihat gadis kecil itu mengambil kotak tisu tepat beberapa saat setelah 2 anak lagi-laki itu datang. Tentu saja hal itu membuat mataku membulat sempurna, tangisanku pun langsung terhenti. Aku memandanginya untuk beberapa saat, ia adalah gadis yang sangat manis, begitu pikirku. Tangan yang sebelumnya aku gunakan untuk mengusap air mata itu pun dengan perlahan kugunakan untuk mengambil tisu yang ditawarkan. Dengan masih sedikit terisak aku mencoba berterima kasih, membalas kebaikannya.

"T-te-terima kasih ya."

"Sama-sama."

Gadis itu tersenyum, senyumannya sangat manis. Baru pertama kali ini ada seorang gadis yang tersenyum padaku, dan juga senyumannya itu benar-benar membuat hatiku berbunga-bunga. Aku tidak akan melupakan apa yang telah gadis ini lakukan padaku.

Beberapa menit kemudian, gadis itu langsung menaruh kotak tisu yang dibawanya lalu berlari menghampiri si anak berambut hitam kemerahan. Aku terkejut, apa hubungan mereka berdua? Apakah mereka berdua saudara? Tapi dari mata mereka sama sekali tidak mirip. Ah, aku juga sebentar lagi kan berkenalan dengan mereka semua. Jadi pasti aku bakal mengetahui siapa saja. mereka

Setelah memperkenalkanku, Nenek pun mengelus kepalaku dengan lembut dan mengatakan beberapa hal untukku ingat kemudian hari. Nada bicara Nenek begitu lembut, aku sampai ingin menangis ketika mendengar suaranya. Aku pun mengangguk mengerti dan mencoba untuk tersenyum kepada Nenek. Nenek membalas senyumanku kemudian pergi keluar meninggalkanku dan yang lain.

"Terima kasih, Nek." Aku masih memandangi punggung Nenek sampai sosoknya benar-benar menghilang dari pintu.

Lalu satu per satu dari mereka pun datang menghampiriku. Dimulai dari anak berambut hitam kemerahan yng sedari tadi menatapku bingung.

"Halo namaku Tanjirou, namamu Zenitsu kan? Senang berkenalan denganmu Zenitsu." Ucapnya tersenyum sambil menyodorkan tangannya ingin berjabat tangan. Aku masih agak takut untuk membalas jabat tangannya. Tapi jahat rasanya bila tak menanggapinya, ia sudah begitu baik mengajakku berkenalan juga kan?

"N-namaku Zenitsu.. senang berkenalan denganmu Tanjirou." Aku menjabat tangannya. Dan akhirnya aku mengenal salah satu dari mereka, yaitu Tanjirou. Lalu aku melirik gadis yang tadi memberiku tisu, dia bersembunyi di belakang tubuh Tanjirou. Apa ia malu denganku? Karena penasaran, aku pun menanyakannya kepada Tanjirou.

"Oh iya Tanjirou, siapa gadis itu?" ucapku sambil menunjuk ke arahnya.

Tanjirou yang paham, lalu memperkenalkannya padaku.

"Dia Nezuko, adik perempuanku. Kami hanya berselisih 1 tahun, jadi dia masih berumur 5 tahun sekarang."

Ternyata benar, gadis itu adalah adik Tanjirou. Pantas saja mereka terlihat sangat dekat. Dan sekarang aku juga sudah mengetahui namanya. Namanya Nezuko, nama yang indah.

"Ayo Nezuko, berkenalanlah dengan kak Zenitsu." Tanjirou mencoba menarik Nezuko untuk keluar dari belakang tubuhnya. Aku yang mengamatinya cuma bisa tersenyum tipis melihat tingkah dua bersaudara ini.

"N-namaku Nezuko, senang berkenalan dengan kakak."

'Ah dia manis sekali.'

"S-senang berkenalan denganmu juga Nezuko-chan. Namaku Zenitsu."

Kami berjabat tangan dan kemudian saling berbagi senyum. Setelah berkenalan dengan Nezuko-chan, aku pun berkenalan dengan dua orang lainnya.

Gadis berkuncir kupu-kupu itu namanya Kanao, dia adalah gadis yang cukup pendiam namun juga cantik. Lalu anak laki-laki dengan rambut sedikit dan mata yang menyeramkan itu bernama Genya, meski penampilannya seperti itu namun Genya itu orangnya baik. Dan katanya, Genya lah yang pertama kali berada di panti asuhan ini dari keempat lainnya. Ya pokoknya aku senang anak-anak disini menyambutku dengan hangat. Membuat hari pertamaku ini berjalan dengan cukup baik.

Setelah berkenalan dengan para penghuninya, sekarang waktunya aku berkenalan dengan ruang-ruang di dalam panti asuhan. Ternyata di dalam panti asuhan ini luas sekali, ada banyak ruang di sana sini. Kemudian Tanjirou dan Genya menceritakan bahwa dulu panti asuhan ini pernah sangat ramai. Jadi wajar apabila banyak ruangan yang sudah kosong sekarang. Aku hanya mengangguk paham sambil sedikit membayangkan suasana waktu itu.

1 hariku di panti asuhan sudah terlewat. Kesan pertama yang aku dapat dari sini adalah semuanya ramah, Nenek juga begitu peduli dan perhatian padaku dan anak-anak lain. Teman-teman baruku disini juga semuanya baik-baik dan lagi suasana lingkungan panti asuhan ini sangat nyaman, bersih dan begitu menyegarkan. Semoga hari-hari esok akan baik-baik saja.

'Aku yakin baik-baik saja.'

.

Normal POV

Keesokan paginya, pagi yang masih terlalu dini untuk disebut pagi. Dimana matahari belum sepenuhnya terbit dan suasana masih sedikit gelap karena kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruang sebuah kamar yang sedang ditiduri oleh 3 orang anak lelaki. Mereka terbangun, bukan karena waktu yang sudah hampir menjelang pagi namun karena mereka mendengar tangisan dari seseorang. Tangisan seseorang yang berada satu kamar dengan mereka, ya lebih tepatnya tangisan itu berasal dari Zenitsu. Iya, anak itu pagi-pagi buta sudah menangis. Membuat 2 teman sekamarnya itu bangun dan kebingungan. Mereka segera menghampiri Zenitsu dan menanyakan alasan kenapa ia menangis.

"Ada apa Zenitsu? Kenapa kau menangis?" tanya anak berambut hitam kemerahan dengan anting hanafuda yang melekat di kedua telinganya. Tanjirou menatap Zenitsu khawatir.

"Hiks.. hiks... hiks.." Zenitsu masih belum menjawabnya, dirinya masih terisak dan menangis.

"Ada apa sebenarnya? Jika ada masalah kau bisa menceritakannya pada kami tahu." Sekarang Genya yang ikut mencoba menenangkan Zenitsu sambil mendekati ranjangnya.

"A-aku... hiks... aku hanya bermimpi buruk tadi... hiks."

"Ha?" Tanjirou dan Genya tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Zenitsu menangis hanya karena mimpi buruk? Genya yang sedikit kesal pun ingin sedikit menegur Zenitsu. Tetapi Tanjirou mencegahnya. Tanjirou mencoba menenangkan Zenitsu dengan halus.

"Mimpi buruk apa?" tanya Tanjirou sambil menahan Genya yang sering kali tidak sabaran dalam bertindak.

"Aku melihat ibuku pergi meninggalkanku..." ucap Zenitsu lirih.

Suasana menjadi hening seketika, baik Tanjirou maupun Genya keduanya hanya menundukkan kepala, merasa tidak enak. Hingga akhirnya Tanjirou mempunyai keberanian untuk mengatakan sesuatu.

"Zenitsu, jangan sedih. Kita sekarang adalah keluarga kan? Kita adalah keluarga yang akan saling menjaga satu sama lain. Serta ada Nenek dan juga para perawat yang akan selalu merawat kita. Jadi jangan menangis. Itu hanya mimpi buruk, jangan dipikirkan..." ucap Tanjirou menenangkan Zenitsu.

Zenitsu mendongak menatap wajah orang yang mengatakan kalimat barusan. Ia tidak percaya ada anak seumurannya yang bisa mengatakan kalimat sedewasa itu dengan begitu tenang. Tangisan Zenitsu sudah tidak lagi terdengar, hanya menyisakan sedikit isakannya. Mendengar ucapan Tanjirou barusan membuat hatinya lapang.

'Tanjirou, benar-benar orang yang baik.' Batin Zenitsu yang masih tak percaya.

"Ah, tenang saja, dia memang orangnya seperti ini. Aku saja dulu menjadi salah satu korban kebaikannya." Genya menghela nafas, mengatakan apa yang sejujurnya pernah ia alami. Tanjirou dengan reflek menoleh ke arah Genya.

"Apa? Jangan memandangiku seperti itu. Itu adalah sifat alamimu kan? Jika kau tidak bertindak seperti itu maka aku tidak akan pernah menjadi seperti ini tahu, haha." Genya tertawa, meski ucapannya terbilang blak-blakan namun maksud perkataannya tersebut baik.

"Genya..."

"Tenang saja pokoknya, kau akan terbiasa."

Genya menepuk bahu Tanjirou dan Zenitsu bersamaan. Sepertinya ucapan Genya berhasil mencairkan suasana yang sebelumnya suram menjadi lebih cerah, secerah matahari yang sekarang telah benar-benar menampakkan wujudnya itu. Menyinari ruangan kamar yang sebelumnya masih gelap.

"Kalian, Genya dan Tanjirou.. Terima kasih ya sudah menenangkanku. Aku benar-benar sudah merasa lebih baik sekarang. Terima kasih." Ucap Zenitsu sambil menundukkan kepalanya. Sedangkan Tanjirou dan Genya hanya tersenyum tipis.

"Yosh! Bagaimana kalau nanti kita bermain bersama?" ucap Tanjirou. Lalu ia melirik Genya dan Zenitsu bergantian. Keduanya mengangguk setuju. Tanjirou mengeluarkan senyum lebarnya.

"Baiklah, kalau begitu kita sarapan dulu. Mungkin sebentar lagi makanannya akan segera disiapkan." Seru Tanjirou sambil mengajak Zenitsu dan Genya untuk segera keluar dari kamar.

Sesudah menata kembali ranjangnya, Zenitsu turun dan menghampiri Tanjirou dan Genya yang sudah berada di depan pintu. Ia melangkahkan kakinya sembari menyadari bahwa tempat ini adalah tempat terbaik untuknya.

'Ibu, aku menemukan teman-teman yang baik padaku. Aku harap ibu tenang disana.'

"Ayo Zenitsu!"

"Aku datang."

'Saatnya memulai hari baru.'

.

Masa lalu Zenitsu :

Zenitsu merupakan anak tunggal di keluarganya. Ia selama ini hidup hanya bersama ibunya karena ayahnya telah meninggal bahkan sebelum ia lahir. Kabarnya ayah Zenitsu tewas tersambar petir saat sedang keluar rumah, dan waktu itu sedang terjadi badai besar. Ibunya saat itu sedang mengandung pun sangat syok dan terpukul.

Karena ia tidak pernah mengenal siapa ayahnya makanya kehidupan masa kecil Zenitsu selalu ia jalani dengan mandiri. Makanya ia hanya bisa menangis semisal ada apa-apa yang membuatnya sedih. Namun meski kehidupannya begitu berat, Zenitsu selalu sabar menghadapinya. Karena ia masih mempunyai sosok ibu yang begitu sayang pada Zenitsu.

Hingga suatu hari, ibunya sakit-sakitan dan Zenitsu tidak tahu harus berbuat apa. Ibunya meninggal 1 bulan kemudian karena tidak kuat menahan rasa sakitnya itu. Dan itu juga merupakan pukulan berat bagi Zenitsu karena ia sekarang sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Membuat trauma bagi diri Zenitsu, hingga akhirnya ia harus dititipkan ke panti asuhan.

.

.

.

1 bulan sudah Zenitsu hidup di panti asuhan ini. Membuatnya sadar bahwa sebuah ikatan keluarga bisa didapatkan tak harus bersama orang dewasa, bahkan dengan orang yang seumuran pun ikatan itu bisa terjalin dengan erat. Rasa nyaman mulai hinggap di benak Zenitsu ketika menjalani hari-hari di panti asuhan. Mulai dari bermain bersama, makan bersama, bercerita bersama dan juga terkadang merasakan sesuatu yang baru bersama.

Teman-temannya yang lain pun mulai menyadari bahwa Zenitsu bukanlah anak yang selalu cengeng. Namun ia merupakan sosok yang senantiasa berpikir panjang sebelum mengambil sebuah tindakan dan selalu khawatir terhadap sesama. Zenitsu adalah orang yang baik, meskipun sifat cengengnya tidak bisa hilang begitu saja.

Dan juga Zenitsu juga ingin selalu bersikap baik kepada semua temannya terutama gadis yang telah mengubah pandangan hidupnya yaitu Nezuko. Zenitsu selalu berpikir bahwa Nezuko adalah gadis yang manis dan baik serta ramah. Ia ingin lebih dekat lagi dengannya, menjaganya dan menemaninya setiap saat. Semuanya berawal dari tisu yang diberikan Nezuko yang mana itu sangat berarti bagi diri Zenitsu. Karena kesan pertama itulah membuat Zenitsu ingin selalu berada di samping gadis yang usianya terpaut 1 tahun dibawahnya. Dan luka ataupun kesedihan yang membuat Zenitsu menangis pun hilang setiap kali melihat Nezuko.

Tanjirou sendiri senang melihat keakraban keduanya. Meskipun terkadang ia mengingatkan Zenitsu untuk tidak macam-macam dengan adik semata wayangnya itu. Tapi Tanjirou percaya dengan Zenitsu, ya meskipun Zenitsu sendiri agak lebay ketika sudah di hadapan Nezuko. Sedangkan Nezuko nampak senang dan terkadang juga bingung ketika bersama Zenitsu. Zenitsu terkadang bisa sangat manis namun juga bisa berubah menjadi sangat penakut dan cengeng.

.

.

"Ah, akhirnya selesai juga tes bulanan ini. Aku penasaran dengan hasilnya." Ucap Tanjirou sambil meregangkan tubuhnya.

Mereka berempat duduk bersama di sebuah ruangan yang berisikan sekitar 20 meja dan kursi yang digunakan khusus untuk tes bulanan mereka. Mereka berempat itu adalah Tanjirou, Zenitsu, Genya dan Kanao. Mereka duduk berjejeran dengan posisi duduk Genya kemudian Zenitsu di sebelahnya lalu dilanjutkan Tanjirou dan ditutup Kanao. Keempatnya masih menunggu hasil tes yang akan diberikan kira-kira sebentar lagi.

"Ini merupakan tes pertamaku lho, apakah setiap bulan selalu seperti ini?" tanya Zenitsu pada yang lain.

"Tentu saja, ini untuk mengetes kemampuan berpikir kita supaya kita tidak tertinggal dengan anak-anak lain dan juga untuk dasar pembelajaran bagi kita." Tanjirou menjelaskan dengan mata yang berbinar-binar. Zenitsu pun mengangguk paham dan kemudian menyandarkan kepalanya di meja dengan posisi miring.

"Tetapi tesnya juga tidak terlalu sulit ya? Dengan pembelajaran yang diberikan para perawat selama sebulan ini membuat kita siap untuk mengerjakan soal-soal tadi." ucap Zenitsu dengan posisi yang masih sama.

"Iya tapi meski begitu, hasilnya tidak akan bisa sepenuhnya benar lho." Sekarang Genya yang ikut menyahut pembicaraan mereka. Dengan posisi salah satu tangan sedang menyangga kepalanya dan tangan satunya memainkan pensil yang ia pegang.

"Benarkah? Padahal aku sudah yakin menjawabnya dengan benar tadi.. duhh." Ucap Zenitsu lesu, kemudian menyelojorkan badannya pada meja sampai kedua tangannya menyentuh tepi meja.

"Iya, aku juga merasa begitu. Namun hasilnya pasti banyak yang salah." Balas Genya sambil sesekali menghela nafas.

"Lalu siapa yang pernah mendapatkan nilai sempurna?" tanya Zenitsu kepada Genya.

"Coba kau tanya mereka berdua, mereka lah yang selalu meraih peringkat 1 & 2. Tapi aku tidak benar-benar tahu berapa nilai mereka." Ujar Genya sambil menunjuk 2 orang di sebelah Zenitsu yang tak lain adalah Tanjirou dan Kanao.

Zenitsu kemudian menoleh ke arah mereka berdua. Tatapan penasaran muncul di wajahnya.

"Jadi, siapa di antara kalian berdua yang mendapatkan nilai sempurna?" tanya Zenitsu pada keduanya. Membuat kedua orang yang ditanya saling melirik satu sama lain.

"Tentu saja Kanao." Jawab Tanjirou sambil tersenyum ke arah Kanao. Kanao yang merasa disebut pun menundukkan kepalanya, malu karena menjadi bahan perbincangan.

"Wah benarkah? Hebat." Ucap Zenitsu kagum yang sepertinya membuat Kanao makin tertunduk malu.

"Benar, selama 4 tes kemarin Kanao selalu meraih peringkat pertama. Dan dua di antaranya adalah nilai sempurna. Aku belum pernah bisa menyamai nilai Kanao." Tanjirou menjelaskan kepada Zenitsu tentang kecerdasan Kanao selama tes dan tentu saja itu membuat Kanao makin tertunduk semakin dalam.

"Benarkan, Kanao?" Tanjirou menoleh ke arah Kanao dan terkejut ketika melihat Kanao yang wajahnya sudah semerah tomat.

"E-eh ada apa Kanao? Kau baik-baik saja?"

"A-aku baik-baik saja kok."

"Kau yakin?"

"I-iya."

Tanjirou kembali tersenyum lega, takut jika terjadi apa-apa dengan Kanao. Di sisi lain, Zenitsu yang dari tadi memperhatikan keduanya cuma bisa heran dengan yang apa mereka lakukan.

'Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?' batin Zenitsu sambil mengaitkan kedua alisnya.

"Oh iya, bagaimana dengan Nezuko-chan? Apakah dia juga di tes?" Zenitsu sadar bahwa yang di tes disini hanyalah anak berusia 6 tahunan, membuatnya penasaran apakah Nezuko juga di tes atau tidak.

"Nezuko tidak di tes. Hanya saja ia mendapatkan pengajaran khusus dari para perawat. Ya seperti pendidikan dasar bagi anak-anak usia dini. Semacam itulah." Tanjirou menjelaskan kepada Zenitsu yang dibalas anggukan singkat olehnya.

"Oh jadi begitu ya."

.

Hasil tes mereka pun telah dibagikan dan masing-masing dari mereka menanggapinya dengan cara yang berbeda.

"Uh, aku salah 5.. ternyata benar katamu Genya. Meskipun kita telah merasa benar saat mengerjakannya tetapi setelah hasilnya keluar, banyak juga ya yang salah." Ujar Zenitsu sambil memegang erat-erat kertas hasil tesnya dan mengamati setiap nomor soal yang ia kerjakan sebelumnya.

"Kan aku sudah bilang tadi. Ngomong-ngomong, aku juga salah 5, kita sama lho Zenitsu." Genya membandingkan kertas miliknya dengan milik Zenitsu, ternyata keduanya sama-sama salah 5 meskipun di nomor yang berbeda.

"Ah Genyaaa... kita sama. Aku memiliki teman."

Zenitsu pun bertos ria dengan Genya karena persamaan nilai mereka. Kemudian mereka menanyakan hasil tes milik Tanjirou dan Kanao.

"Woaahhhh... kalian berdua mendapatkan nilai sempurna? Hebat ya kalian." Seru Zenitsu yang sepertinya ikut bangga dengan hasil milik Tanjirou dan Kanao.

"I-ini hanya kebetulan kok." Ujar Kanao.

"Kalau Kanao sih kurasa juga bukan kebetulan." Sahut Genya yang merasa gadis secerdas Kanao tidak mungkin mendapatkan nilai sempurna karena kebetulan semata.

"Kalau aku baru kebetulan namanya." Sekarang giliran Tanjirou yang ikut berujar tentang hasil yang ia dapatkan.

"Aku juga tidak yakin kalau Tanjirou juga kebetulan. Orang seperti kalian tidak mungkin mendapatkan nilai sempurna karena beruntung." Lagi-lagi Genya berusaha menyangkal kalimat mereka berdua, disertai seringaian di wajahnya.

"Aku setuju, Tanjirou kan sering mengajariku tentang beberapa bagian yang sulit saat belajar. Jadi tidak mungkin kalau Tanjirou juga kebetulan. Kalian berdua itu memang sudah jodoh." Zenitsu berkata blak-blakan tanpa mengerti apa yang sebenarnya ia katakan.

"Eh, jodoh apaan?"

"J-jodoh?"

Tanjirou dan Kanao kebingungan mencerna kalimat terakhir Zenitsu.

"Sudahlah lupakan, lebih baik kita tengok Nezuko-chan sekarang. Aku tidak sabar ingin kembali melihatnya." Ujar Zenitsu yang mulai melangkahkan kaki keluar ruangan tersebut.

"Nezuko-chan~." ucapnya sambil berjalan meninggalkan ketiga anak lainnya.

"Kalau berbicara mengenai Nezuko, maka Zenitsu langsung tidak terhentikan ya?" ucap Genya tersenyum tipis sambil berjalan mendekati Tanjirou dan Kanao.

"Iya, Zenitsu selalu khawatir terhadap Nezuko. Aku senang melihat mereka berdua sangat akur." Tanjirou tersenyum sambil memandangi punggung Zenitsu yang sudah tak terlihat lagi dari dalam ruangan.

.

.

.

Keesokan harinya, Zenitsu sedang menemani Nezuko menggambar di lantai. Mereka berdua terlihat asyik menikmati suasana pagi yang begitu menyejukkan itu dengan menggambar berdua sambil bergelesotan di lantai. Sedangkan Tanjirou dan yang lainnya sedang tidak berada disana.

"Nezuko-chan, ini gunungnya warnai saja dengan warna ungu. Nanti bagus kok." Zenitsu mengambil krayon ungu dari kotak krayon yang tergeletak di lantai.

"Tapi nanti kan langitnya juga berwarna biru Kak, apa tidak apa-apa?" Nezuko sepertinya sedikit bingung dengan warna apa yang akan ia gunakan.

"Tidak apa-apa Nezuko-chan. Semua orang kalau mewarnai gunung juga menggunakan warna ungu kok. Kak Zenitsu pun juga begitu lho." Ucap Zenitsu mencoba meyakinkan Nezuko.

"Baiklah, akan aku warnai ungu gunungnya. Terima kasih ya kak Zenitsu." Ucap Nezuko tersenyum.

'Aw, Nezuko-chan tersenyum. Manis sekali uwu.'

"Sama-sama, Nezuko-chan." Zenitsu juga balas tersenyum.

Beberapa menit kemudian, Zenitsu meminta izin ke Nezuko untuk pergi ke toilet sebentar.

"Sebentar ya Nezuko-chan, aku mau ke toilet. Kau tak apa-apa kan ditinggal sebentar?"

"Tidak apa-apa kok, nanti kalau kak Zenitsu sudah kembali gambarnya pasti sudah jadi. Jadi, aku bisa langsung menunjukkannya." Ucap Nezuko yang masih mewarnai gambarnya sambil sesekali mengubah posisi tubuhnya di lantai untuk menyesuaikan posisi mana yang paling nyaman.

"Wah, aku tidak sabar melihatnya.. tunggu sebentar yah Nezuko-chan. Aku segera kembali." Zenitsu pun lari terbirit-birit, tak kuat lagi menahannya.

.

.

"Ah lega rasanya..." Zenitsu sudah keluar dari toilet dan bergegas kembali menuju tempat Nezuko.

"Apakah gambar Nezuko-chan sudah selesai ya?" gumamnya pada diri sendiri.

Tetapi di tengah perjalanan, ia mendapati kejadian yang sangat tidak masuk akal. Ia melihat ada seseorang yang masuk melalui jendela panti asuhan dan terjun lalu menyeruduknya dengan sangat keras. Sontak keduanya pun terjatuh, sampai membuat Tanjirou dan yang lainnya pun menghampiri sumber suara. Terkejut, itulah yang mereka semua pikirkan.

'Ada apa ini? Siapa dia?' batin mereka.

"Aduh.. sakit sekali." Rintih Zenitsu kesakitan. Ia masih dalam posisi terduduk dan memegangi penggungnya yang sakit.

"Lemah! Horaaa...!!" teriak seseorang yang tadi menyeruduk Zenitsu sambil menunjuk langsung ke arah Zenitsu. Ia sudah kembali berdiri dan mengangkat kedua tangannya dengan bangga.

Tanjirou langsung menghampiri dan menanyakan keadaan Zenitsu. Sedangkan Genya menghampiri anak yang sangat aneh itu. Anak itu memakai topeng babi di wajahnya. Genya yang emosi pun mencoba menyuruh si anak bertopeng babi itu untuk meminta maaf kepada Zenitsu. Namun, ia menolaknya.

"Minta maaflah sekarang dasar aneh! Aku akan memukulmu lho kalau kau tidak meminta maaf atas apa yang kau lakukan kepada Zenitsu!" Genya nampaknya mengotot, benar-benar tak terima dengan yang telah dilakukan si anak bertopeng babi.

"Kau boleh juga, ayo bertarunglah denganku!" Bukannya menuruti ucapan Genya, anak itu malah menantang Genya untuk berkelahi. Muncul urat-urat di kepala Genya.

'Orang ini! Membuatku ingin mengerahkan segalanya!' batin Genya sambil menarik lengan bajunya dan bersiap meladeni tantangan anak itu. Ia bahkan sudah mengepalkan tangannya.

Tanjirou yang sudah kehilangan kesabaran pun datang dan menengahi mereka berdua.

"Genya, sudah hentikan! Kau tak perlu meladeninya. Tenanglah Genya, sabar."

"Tapi bocah ini membuatku emosi, Tanjirou. Aku harus memberinya pelajaran."

Terjadi keributan dan kepanikan di antara mereka berenam. Zenitsu yang masih terduduk di lantai pun hanya bisa gemetar dan menangis melihat kekacauan ini.

"Su-sudahlah... T-teman teman..."

Sedangkan Kanao memeluk Nezuko yang baru datang dari tempat ia menggambar. Mereka berdua bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara anak laki-laki ini.

"Ada apa kak Kanao? Kok mereka sepertinya mau berkelahi?" tanya Nezuko kepada Kanao yang sekilas melihat keributan di depannya.

"Nezuko-chan, jangan dilihat ya." Kanao memeluk Nezuko dan mencoba untuk menghindarkan Nezuko dari kontak langsung keributan.

Tanjirou mencoba menahan Genya yang sudah ingin melayangkan bogeman mentah kepada si anak bertopeng babi itu.

"Genya, jangan..."

Si anak bertopeng babi itu sendiri malah sudah menyiapkan kuda-kudanya untuk menyerang.

"Wusss.. wusss.. SERANGAN BABI!" Anak itu menyerang mereka berdua sekaligus tanpa pikir panjang. Mengabaikan percakapan Tanjirou dan Genya.

Namun tepat sebelum serangan si anak itu mengenai salah satunya, Tanjirou menoleh ke arah si anak bertopeng babi dan dahi mereka berdua bertemu.

Duakkk

Kepala anak itu sukses menghantam dahi keras Tanjirou. Dan semuanya pun terkejut, panik serta takut karena mendengar bunyi yang sangat keras dari hantaman tersebut.

"Huwaaa... bunyi apa itu... bunyi apa itu?! Huwaaa." Zenitsu merengek dan menutupi kedua telinganya sambil menangis, berharap tidak pernah mendengar bunyi itu sama sekali.

"T-Tanjirou??" ucap Kanao yang begitu khawatir dengan Tanjirou.

"Bunyi apa itu tadi kak? Apa yang terjadi?" ucap Nezuko yang masih dalam pelukan Kanao serta Kanao juga menutup kedua mata Nezuko supaya ia tidak melihat semua ini.

"Aku juga tidak tahu, Nezuko-chan."

Sedangkan Genya mendekati Tanjirou, khawatir kalau terjadi apa-apa dengan Tanjirou.

"Tanjirou! Kau..."

"A-aku tak apa, Genya, semuanya." Ucap Tanjirou sambil memegangi dahinya yang sepertinya baik-baik saja. Ia lalu melihat anak bertopeng babi itu yang terkapar di atas lantai, dengan sedikit luka di dahinya. Topengnya pun terlepas dari wajahnya.

"Dia terluka? Panggil Nenek, tolong." Ucap Tanjirou yang khawatir dengan keadaan anak itu.

"Hah? Terluka? Dia terluka? Dia tidak akan mati kan? Kan?! KAN?!" teriak Zenitsu histeris.

"Hei, diamlah Zenitsu.. jangan berkata yang tidak-tidak." Tanjirou mencoba menenangkan Zenitsu yang heboh.

"Aduh, sakit sekali sial." Ucap anak itu sambil memegangi kepalanya. Ia mencoba untuk bangun dan duduk.

"Ma-maaf.. aku tak sengaja." Tanjirou meminta maaf sambil sedikit membungkukkan badannya.

"Hei Tanjirou, kau tak perlu meminta maaf kepadanya, kau tak salah. Lagipula dialah yang menyerangmu duluan jadi semuanya impas." Ucap Genya yang mencoba untuk berpikir realistis.

"Tapi, Genya..."

Tiba-tiba, Nenek pun datang menghampiri mereka. Ia terkejut bahwa anak yang mau diperkenalkannya malah sudah berada disini. Sejak kapan dan cepat sekali.

"Inosuke-kun? Sejak kapan kau berada disini? Dan apa yang terjadi disini, anak-anak?" ucap Nenek yang sepertinya terkejut melihat kejadian di depan matanya ini.

Genya mendekati Nenek dan kemudian menjelaskan apa yang barusan terjadi. Nenek pun paham lalu setelah mengobati luka anak itu, Nenek pun ikut menjelaskan situasinya kepada anak-anak.

"Jadi, biar kuperkenalkan kepada kalian. Anak ini adalah Inosuke-kun. Dia adalah teman baru kalian disini. Dia tadi dititipkan kesini oleh seseorang tetapi belum sempat nenek menggandeng dan membawanya masuk, ia malah langsung lari dan masuk ke dalam panti asuhan. Jadi maaf kalau mengejutkan kalian ya."

"Tidak apa-apa kok Nek." Ucap mereka berlima serempak.

"Kalau begitu, Inosuke-kun minta maaf ya ke Zenitsu-kun." Nenek menyuruh Inosuke untuk meminta maaf kepada Zenitsu. Pada awalnya Inosuke enggan melakukannya tetapi setelah melihat Nenek yang tidak menyerah untuk menyuruhnya meminta maaf, ia pun akhirnya menurut.

Dan, dengan begini Inosuke menjadi anggota baru di panti asuhan.

Masa lalu Inosuke :

Ia adalah anak yang sedari kecil, hidupnya bersama seorang kakek dan nenek yang ternyata ia mengetahui bahwa mereka bukanlah kakek dan nenek kandungnya. Orang tuanya membuangnya dari kecil karena si ibu tidak mau memiliki anak dari seorang pria yang telah meninggalkannya.

Kakek yang merawat Inosuke itu sendiri merupakan mantan pemburu dan sampai sekarang ia masih sering berburu di hutan. Karena tempat tinggalnya yang memang dekat dengan hutan. Mereka berdua menemukan Inosuke dan merawatnya sampai umur 6 tahun sebelum akhirnya terjadi kebakaran hutan yang ikut membakar rumah kakek dan nenek itu.

Sedangkan Inosuke berhasil selamat karena kakek itu menyelimuti tubuh Inosuke dengan kulit babi dan menutup kepalanya dengan sebuah topeng babi. Kakek itu lalu melempar Inosuke keluar dan mendarat di dekat sungai rumah kakek itu. Hingga akhirnya Inosuke ditemukan oleh tim pemadam kebakaran yang melakukan pemadaman, namun sayang sekali nyawa kakek dan nenek itu tidak bisa tertolong dan akhirnya meninggal dunia. Dan sekarang disinilah Inosuke.

.

.

.

Hampir 1 bulan setelah Inosuke masuk ke panti asuhan, Inosuke mulai merasa nyaman disini. Teman-teman yang lain pun juga sudah terbiasa dengan Inosuke. Meskipun di awal-awal Inosuke terlihat seperti seenaknya sendiri, tetapi lambat laun Inosuke mulai mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan panti asuhan. Tak jarang ia mengajak Zenitsu, Genya ataupun Tanjirou untuk bertarung namun akhirnya mereka meladeninya lewat cara bermain atau berlomba. Tanjirou lah yang mempunyai ide seperti ini, karena ia tidak mau ada perkelahian di antara mereka. Inosuke juga terkadang kesal dengan sikap terlalu baik Tanjirou sampai-sampai ia tidak tahu bagaimana caranya membuat Tanjirou marah. Akhirnya ia pun menyerah dan lebih menurut apa yang Tanjirou lakukan.

Kira-kira sudah 3 bulan dari terakhir kali Inosuke masuk menjadi anggota baru di keluarga ini. Mereka mulai menjalani keseharian mereka berenam bersama. Keenam anak ini memiliki karakter yang berbeda-beda. Inosuke yang masih jahil dan penuh semangat namun berjiwa barbar, Tanjirou yang berpikiran cukup dewasa dan selalu berpikiran positif, Genya yang suka bermain namun juga terkadang malas, Kanao yang cerdas namun juga pendiam dan pemalu, Zenitsu yang penyayang namun penakut dan cengeng serta Nezuko yang ramah kepada siapapun tetapi masih polos.

.

.

"Hei, Monitsu.. ayo kita bertanding. Siapa yang larinya paling cepat maka akan memakan jatah makanan orang yang kalah dibawahnya."

"Eh? Apa-apaan itu. Aku tidak mau ikut."

"Ayo, aku memaksamu!"

"Tidaaaakkk... Tanjirou, Genya... selamatkan aku." Zenitsu berlari menghampiri Tanjirou dan Genya memohon pertolongan.

"Sepertinya aku tertarik untuk ikut. Maaf Zenitsu." Ucap Genya sambil berjalan menghampiri Inosuke.

"Haha, bagus Genji." Ucap Inosuke sambil mengacungkan jempol pada Genya.

"Namaku Genya oi Genya... Lagipula siapa itu Genji?"

"Entah, namamu." Jawab Inosuke polos.

"Ah terserahlah." Genya menyerah dan lebih memilih bodo amat.

"Ayo lah kesinilah Monitsu!" seru Inosuke.

"Apa?? Tanjirou... selamatkan aku dari mereka berdua. Huwaaa." Zenitsu merengek sambil memegangi baju Tanjirou.

"Kenapa aku?" ucap Tanjirou keheranan.

"Ayolah Zenitsu, ikut saja pasti seru." Ajak Genya.

"TIDAAAKKK!" Zenitsu benar-benar tidak ingin ikut dengan lomba aneh semacam itu.

"Biar aku saja, ayo Monitsu!" Kali ini giliran Inosuke yang mengajak Zenitsu sambil menarik-narik badannya supaya terlepas dari Tanjirou. Genya yang gemas pun ikut membantu Inosuke menarik Zenitsu.

"HEI, APA YANG KALIAN LAKUKAN?? Aku tidak mau ya TIDAK MAU!" Zenitsu berteriak sekeras-kerasnya. Benar-benar tidak mau menerima ajakan mereka.

Tanjirou yang sudah tidak sabar akhirnya turun tangan.

"Inosuke, Genya..." ucap Tanjirou yang sontak membuat nama yang dipanggil menghentikan aksinya menarik Zenitsu.

'Terima kasih Tanjirou, kau pasti mau menyelamatkanku kan? Kan?' batin Zenitsu yang terlampau senang.

"... Aku ikut."

"..."

"..."

"APA?!" teriak Zenitsu tidak percaya.

"INI MUSTAHIL! Kau bercanda kan Tanjirou?" Zenitsu mulai menangis dan memohon kepada Tanjirou untuk membatalkan niatnya.

"Aku sungguh-sungguh, ini pasti menyenangkan Zenitsu. Percayalah." Tanjirou berusaha meyakinkan Zenitsu untuk ikut.

"Kau pengkhianat Tanjirou. Kalian tahu kan aku disini yang larinya paling lambat." Rengek Zenitsu tidak terima dengan kenyataannya.

"Untuk itulah aku mengajakmu." Ucap Inosuke terus terang tak berdosa.

(o_0")

'Dasar, teman-teman sialan.' Batin Zenitsu menyerah dengan takdir.

"Ayolah Monitsu! Kau tidak punya pilihan lagi." ucap Inosuke sambil menarik Zenitsu yang sudah seperti kehilangan nyawa.

"Baiklah, satu..." Tanjirou memulai aba-aba.

"... dua..."

"... tiga!"

.

.

.

.

.

Duhh finally, chapter 3 selesai. Akhirnya semua geng panti asuhan ini sudah terkumpul semua, termasuk geng trio kamaboko yang baru nongol anggotanya di chapter ini. Dengan ini timeskip pertama bisa dilakukan haha. Malah jadi kebayang sama chapter terbaru dari manga serial ini yang duh sad banget deh rasanya T-T.

.

.

.

.

Next Chapter : Lebih Dekat dan Lebih Dekat Lagi

.

.

.

Terima kasih ya bagi yang sudah mampir, terima kasih banyak pokoknya 😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro