Chapter 1 - Siapa Namamu?
Chapter 1 – Siapa Namamu?
.
.
.
Tanjirou's POV
Perkenalkan, namaku Tanjirou. Umurku baru akan memasuki 6 tahun bulan ini. Aku adalah anak yatim piatu karena orang tuaku meninggal ketika aku masih bayi. Aku mempunyai adik perempuan yang umurnya 1 tahun lebih muda dariku, namanya Nezuko. Kami berdua mulai tinggal di sebuah panti asuhan kira-kira satu minggu yang lalu. Sebelum aku dan Nezuko dipindahkan ke panti asuhan ini, aku dirawat oleh kakekku. Namun sayangnya, ia meninggal di setelah kurang lebih 6 tahun merawatku. Jadi, aku masih baru disini, tapi sepertinya tidak ada orang lain selain aku dan Nezuko di panti asuhan ini.
Apakah mereka semua sudah mendapatkan keluarga baru ya? Mungkin.
Dug!
Aku seperti mendengar suara seseorang jatuh? Lalu aku mencoba berlari mencari sumber suara. Aku menaiki tangga menuju lantai 2, sesampainya tiba di sebuah kamar, aku terkejut mengetahui ada anak lain di panti asuhan ini. Mengapa aku baru melihatnya? Dimana saja dia selama ini? Tanpa pikir panjang, aku lalu menghampiri anak itu dan mengulurkan tanganku untuknya berdiri.
"Kau tak apa-apa?" tanyaku kepada anak yang hanya memiliki sedikit rambut dan itupun hanya muncul di pucuk kepalanya.
Ia masih diam saja, tidak membalas sedikitpun ucapanku. Sepertinya, anak itu terlihat enggan menerima bantuan dariku. Lantas ia berdiri sendiri sembari merapikan bajunya yang kotor. Aku hanya memandanginya dengan ekspresi polosku.
Lalu aku melihat sekitar kamar tersebut dan melihat bahwa ada kursi yang jatuh. Apakah mungkin ia habis jatuh dari kursi itu? Aku mencoba mengira-ngira apa yang sedang terjadi. Terlihat juga sebuah jendela di dekat kursi itu jatuh.
"Ne.." Aku memanggil anak laki-laki itu. Ia kemudian menengok ke arahku.
"Apa?" Ia membalasnya dengan nada yang sedikit dingin. Apa yang terjadi dengan anak ini?
"Apakah kau tadi berusaha untuk menggapai jendela itu?" ucapku sambil menunjuk ke jendela kamar yang kumaksud.
Ia nampak menundukkan kepala dan menggigit bibir bawahnya, masih tidak merespon pertanyaanku. Aku juga melihatnya sedang mengepalkan tangannya kuat-kuat. Apa yang anak ini mau lakukan?
"Apakah kau ingin kabur dari sini?" ucapku spontan menyimpulkan dan tanpa disangka-sangka..
Bukk
Sebuah pukulan nampak mendarat di wajahku. Membuat tubuhku kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke lantai. K-kenapa ia memukulku? Sambil menahan rasa sakit sekuat tenagaku, aku mencoba bertanya kepadanya. Tetapi, sebelum satu kata keluar dari mulutku, anak itu mengucapkan sesuatu padaku.
"Kenapa kau mengurusi kehidupan orang lain, ha?!" ucapnya dengan nada yang tinggi sambil mengangkat tangannya yang mengepal setinggi wajahnya. Ia sangat marah.
"Aku bahkan tidak mengenalmu dan kau juga tidak mengenalku tetapi kenapa kau ikut campur dengan apa yang ingin aku lakukan?!" Meskipun nada bicaranya terdengar marah, namun aku bisa melihatnya menangis. Iya, anak laki-laki di depanku ini sedang menangis.
Aku mencoba berdiri, rasa sakit di wajahku masih terasa namun aku mencoba menahannya. Ia terlihat mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipinya itu. Ia terlihat begitu sedih.. begitulah ekspresi dari anak ini yang aku tangkap.
"Siapa namamu?" Aku bertanya padanya. Mendekatkan jarakku dengan jaraknya.
"G-Genya. Namaku Genya." Ia selesai mengusap air matanya dan menatapku. Isak tangis masih sedikit kudengar dari dirinya.
"Namaku Tanjirou, Kamado Tanjirou. Senang berkenalan denganmu, Genya." Aku mengulurkan tanganku untuk mengajaknya berjabat tangan.
Pada awalnya, ia sedikit ragu untuk menjabat tanganku. Mungkin ia merasa sedikit bersalah karena tiba-tiba memukulku seperti tadi. Namun, akhirnya ia menjabat tanganku dan aku pun tersenyum melihatnya. Aku gembira karena akhirnya menemukan seorang teman di panti asuhan ini.
.
.
"Ngomong-ngomong, aku baru melihatmu hari ini. Kau kemana saja?" Aku bertanya dengan polosnya. Karena selama seminggu ini aku belum pernah melihat ada anak lain disini, selain Nezuko tentunya.
Ia menghela napasnya sebelum menjawab pertanyaanku.
"Sebenarnya, selama 2 minggu ini aku sakit. Lalu nenek pemilik panti asuhan itu pun memindahkanku ke ruangan khusus di lantai 2..." Ia menjeda kalimatnya sambil meregangkan tubuhnya sejenak.
"... Jadi, selama beberapa hari ini, aku tidak bisa kemana-mana dan aku pikir hari ini aku sudah baikan. Tetapi kalau aku keluar dari pintu kamar maka 'nenek' pun akan memergokiku dan menyuruhku untuk kembali tidur. Jadi aku berniat untuk kabur lewat jendela." Ujar Genya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Sekarang aku paham semuanya. Paham kenapa aku tidak melihat Genya selama ini, paham kenapa tadi ia mencoba untuk kabur dan paham kenapa ia begitu emosional?
"Itu artinya si nenek perhatian dan sangat peduli padamu. Kau sampai tidak diperbolehkan untuk keluar sampai kondisimu benar-benar sembuh, kan?" ucapku sambil menepuk kedua tanganku. Genya lalu mengernyitkan dahinya, ia nampak tidak setuju dengan ucapanku barusan.
"Oi, aku tidak tahan dengan hal seperti itu! Aku ingin keluar dan bermain, aku ingin segera bebas. Berada di kamar ini selama 2 minggu rasanya sangat menyiksa. Aku tidak suka terus-terusan berdiam diri." Ucap Genya dengan nada yang cukup tinggi, ia nampak meluap-luap. Mungkin efek kelamaan di dalam kamar jadi baginya ia melampiaskan semua perasaan kesalnya lewat kalimat barusan.
"Baiklah, aku paham yang kau rasakan. Ya kalau begitu kita tinggal keluar saja dan menjelaskannya kepada 'nenek' kalau kondisimu sudah sembuh." Aku mengajak Genya untuk keluar dari kamar dan dibalas dengan anggukan singkat olehnya.
"Aku takut jika 'nenek' memergokiku dan menyuruhku untuk tidur lagi." ucap Genya sambil berjalan beriringan denganku menuruni tangga menuju ke lantai 1.
Genya sepertinya masih khawatir kalau sang 'nenek' masih belum mengizinkannya untuk keluar.
"Tenang, nanti kita jelaskan apa adanya. Pasti berhasil. Jangan pernah takut sebelum mencobanya." Ucapku sambil tersenyum dan berusaha untuk menyemangatinya.
Ia sedikit terkejut ketika melihatku. Aku penasaran apa yang sedang ia pikirkan.
Genya's POV
Hari ini adalah hari yang aneh bagiku. Bagaimana tidak? Aku baru saja bertemu dengan anak ini, yang kuketahui bernama Tanjirou. Ia benar-benar aneh. Kenapa ia begitu ngotot mencampuri urusanku? Bahkan ketika aku memukulnya tadi, ia terlihat tidak marah sedikit pun atau paling tidak terpancing emosinya. Untuk seumuran anak kecil, seharusnya ia sudah menangis dan balas memukulku. Namun, ia malah menanyakan namaku. Aku jadi malu sendiri dibuatnya, bagaimana tidak? Aku yang memukulnya tetapi malah aku yang menangis sedangkan ia justru melupakannya begitu saja dan mengajak berkenalan. Pasti ada yang salah dengan dirinya.
Dan kini, aku pergi berjalan menuruni tangga bersama dengan Tanjirou untuk bertemu 'nenek' dan menjelaskan kepadanya bahwa aku sudah baikan. Aku masih merasa khawatir tentu saja, bagaimana jika aku tetap disuruh untuk tidur di kamar? Aku tidak mau itu. Tetapi, Tanjirou mengatakan sesuatu dengan santainya dan sepertinya perkataannya itu benar-benar keluar dari hati, tidak ia buat-buat.
"Tenang, nanti kita jelaskan apa adanya. Pasti berhasil. Jangan pernah takut sebelum mencobanya."
Anak ini benar-benar gila. Ia mengatakan sesuatu sesuka hatinya tetapi rasanya sulit untuk menolak perkataannya. Perkataannya barusan benar-benar membuatku sedikit kagum dan terkejut. Ia begitu yakin kalau setiap hal yang ia lakukan akan berhasil. Membuatku berpikir bahwa ia adalah orang yang cukup bisa diandalkan.
"Genya!"
"Genya.. Genya!"
Aku mendengar suara Tanjirou memanggilku beberapa kali. Ah, ternyata benar.. suara itu memang darinya. Aku memalingkan wajahku kehadapannya yang sedang melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Sepertinya aku baru saja melamun.
"Ah, kau melamun ya?" ucapnya sambil sedikit memiringkan kepalanya.
"U-uh iya. Aku hanya sedikit membayangkan seperti apa reaksi 'nenek' nanti." Ucapku mencari-cari alasan sambil menggaruk pipiku refleks canggung.
Kami diam sejenak sambil melanjutkan perjalanan. Hingga, ia menanyakan sesuatu yang lain.
"Ngomong-ngomong, di panti asuhan ini apakah ada orang lain selain kita?"
Mendengar pertanyaannya sontak membuatku kembali ingat. Tentu saja, ia menanyakan hal itu.. karena memang disini hanya tersisa aku saja belakangan ini. Karena beberapa anak lain sudah diadopsi dan beberapa dari mereka juga sudah besar. Waktu aku pertama kali datang kesini, jumlah anak yang ada disini sebanyak 12 orang. Dan sebelum aku sakit 2 minggu lalu, sekiranya ada 5 anak seingatku sih, termasuk diriku. 2 anak kecil seumuranku dan 2 lainnya adalah anak-anak yang sudah berumur 13 tahun. Dan, mereka telah meninggalkan tempat ini kira-kira 2-4 minggu yang lalu. 2 anak yang seumuranku itu telah diadopsi. Sedangkan 2 anak yang berusia 13 tahun, mereka telah mengabdi ke tempat-tempat yang merawat anak antara usia 13-18 tahun sebelum akhirnya bisa bekerja.
Makanya selain aku dan Tanjirou, tidak ada anak lain lagi disini. Aku juga pernah mendengar kabar bahwa dulu panti asuhan ini pernah sangat ramai oleh anak-anak. Dari usia dibawah satu tahun sampai usia 12 tahun, kira-kira jumlahnya sebanyak 50an lebih, wow.. itu adalah jumlah yang sangat banyak sekali. Karena memang aku akui, panti asuhan ini sangat luas dan mungkin dulu mempekerjakan banyak pelayan sekaligus. Tapi sekarang, hanya ada 2 pelayan, ditambah si 'nenek' pemilik panti asuhan ini.
"Tidak ada, hanya aku dan kau saja sekarang. Karena anak-anak lain sudah diadopsi sebagian. Jadi, panti asuhan ini terlihat sangat sepi. Tapi dulu panti asuhan ini juga sempat ramai lho, meski itu sudah lama sekali." Jawabku sedikit menjelaskan apa yang terjadi kepada Tanjirou.
"Woah, pasti mennyenangkan ya saat ramai dulu." ucap Tanjirou dengan mata yang berbinar-binar. Aku menanggapinya dengan senyum tipis kemudian ikut menambahkan.
"Tentu saja. Apalagi saat itu kita bisa bermain dengan banyak orang."
"Tapi, kita tidak sendiri lho.." ucap Tanjirou, sambil menggerakkan telunjukknya ke kanan kiri seperti isyarat mengatakan 'tidak'. Apa maksudnya?
"Karena aku datang kesini bersama dengan adikku perempuanku, Nezuko." Lanjutnya.
"Lalu, dimana adikmu?" Aku bertanya karena penasaran.
"Ia ada di kamarnya, mungkin. Aku tidak tahu, aku juga belum melihatnya sejak pagi tadi." jawabnya sambil memasang pose berpikir.
Itu artinya kita ada 3 orang sekarang di panti asuhan ini. Tidak buruk juga.
"Genya sendiri sejak kapan kau berada disini?" Ia kembali bertanya, tak henti-hentinya ia penasaran dengan apa yang belum ia ketahui. Selama itu bisa ia tanyakan, maka ia akan bertanya. Seperti itulah gambaran yang aku dapat dari diri Tanjirou.
"Emm, aku sudah disini kira-kira sejak 1 setengah tahun yang lalu. Aku disini karena ayah dan ibuku bercerai saat usiaku baru menginjak 4 tahun. Lalu aku ikut ibuku untuk beberapa saat sebelum akhirnya ibuku juga pergi meninggalkanku. Ibuku pergi ketika aku sedang tertidur, dan tiba-tiba aku sudah berada di luar rumah..." Aku menghela napas sejenak dan kembali melanjutkan ceritaku. Bisa kulihat pandangan Tanjirou yang terlihat sedih ketika menatapku. Aku tidaklah semenyedihkan itu, oi.
".... Hingga seorang wanita tua menemukanku dan membawaku ke panti asuhan ini. Wanita tua itu adalah 'nenek' pemilik panti ini. Disinilah aku sekarang."
"Begitu ya.. kau kasihan sekali ya Genya." Tatapan sedihnya masih belum hilang. Dan bisa kutebak kalau apa yang sedang ia tunjukkan sekarang ini adalah ekspresi aslinya, tidak dibuat-buat.
"Sudahlah, sekarang 'nenek' sudah merawatku dengan baik... kau sendiri?" Aku balik menanyainya, tentu saja aku juga penasaran kenapa ia bisa berada disini.
Tanjirou's POV
Mendengar masa lalu Genya, aku terkejut. Ternyata ia memiliki masa lalu yang menyedihkan juga. Tapi, syukurlah sekarang si 'nenek' pemilik panti asuhan ini sudah merawatnya dengan baik. Aku turut senang.
"... kau sendiri?"
Genya balik menanyaiku. Setelah mendengar ceritanya, sepertinya ini juga adalah saat yang tepat untuk menceritakan kisah masa laluku kepadanya.
.
"Masa lalumu sendiri sangat menyedihkan, bahkan lebih menyedihkan dariku.. Tetapi kenapa kau yang malah menatapku dengan tatapan sedih seperti itu?!" ucapnya setelah mendengar ceritaku. Ia memang sedikit marah ketika mendengarnya, namun dari ekspresi dan nada bicaranya itu.. aku bisa mengetahui bahwa ia juga ikut merasa sedih. Meskipun tampangnya seperti anak nakal, namun hatinya sangat lembut. Itulah gambaran Genya yang bisa aku tangkap.
"Tetapi kan kita sudah sama-sama berada disini. Itu artinya kita sudah menjadi keluarga mulai sekarang, kan?" Aku mengajak Genya untuk bersemangat lagi. Meskipun masa lalu kita dulu sedih, namun kita tetap harus melangkah maju.
Genya's POV
Dia, anak ini. Pemikirannya benar-benar terlalu dewasa untuk anak seumuranku. Pemikirannya itu selalu saja positif dan membuatku sedikit menaruh hormat padanya.
"Itu benar. Siapapun yang ada disini, akan menjadi keluarga kita." Ucapku tersenyum. Senyuman yang aku sendiri tidak pernah menyadarinya.
'Ah, aku sampai lupa untuk apa aku kesini tadi.'
"Kita harus menjadikan semua orang jadi keluarga kita! Karena kita akan menjalani hidup bersama-sama untuk kedepannya, kan Genya?" seru Tanjirou bersemangat.
"Tentu saja, haha."
Ah, rasa sakitku rasanya benar-benar hilang sekarang. Aku telah menemukan teman baru disini dan rasanya aku sendiri menyesal telah mengawali perkenalan tadi dengan sangat buruk.
"Tanjirou, maaf aku telah memukulmu." Aku menghentikan langkahku, aku juga mendengar Tanjirou menghentikan langkahnya. Ia nampak menengok ke arahku dan tersenyum.
"Tidak apa-apa. Aku sudah melupakannya. Justru karena itulah aku bisa mengingat bagaimana awal mula aku bertemu dengan Genya." Ucap Tanjirou dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Anak ini apakah tidak punya rasa dendam atau kesal sedikit pun sih? Rasanya aku malu sendiri. Anak ini tidak mentalnya kuat.
Duakk!
"EH?! A-apa yang kau lakukan Genya?" Tanjirou terlihat panik dengan apa yang aku lakukan barusan.
"Kenapa kau memukul wajahmu sendiri?" Ekspresi panik itu masih terpasang di wajahnya.
Iya, aku memukul wajahku sendiri karena tidak tahan dengan rasa malu yang menyeliputiku hari ini.
"Dengan ini, kita impas kan? Heheh" ucapku sambil menyeringai. Rasa sakit seperti itu masih bisa kutahan, yang tidak bisa kutahan adalah rasa malu dan bersalah itulah yang membuatku melakukan hal bodoh semacam itu.
Author's POV
"Kau tidak perlu melakukan itu. Lagipula, aku sudah memaafkanmu."
"Meski begitu aku tetap akan memukul diriku sendiri, bagaimanapun juga!" seru Genya yang dari nada bicaranya saja sudah terdengar ngotot untuk melakukannya.
"B-baiklah. Tanjirou hanya bisa pasrah melihat kelakuan teman barunya itu.
'Dia.. benar-benar tak terhentikan.' Batin Tanjirou sweatdrop.
Tanpa disadari, mereka telah sampai di pintu depan dalam rumah panti asuhan.
"Ah, sampai juga akhirnya." Ucap Tanjirou dengan riang dan mulai berlari menuju pintu.
Ckreekk
Namun, tiba-tiba langkah mereka terhenti. Mendengar suara pintu terbuka dan disusul oleh si 'nenek' pemilik panti asuhan bersama seorang anak baru?
Tanjirou's POV
Langkah kami tiba-tiba terhenti ketika sampai di depan pintu depan bangunan panti asuhan. Aku dan Genya terkejut ketika mendengar suara pintu terbuka. Iya, aku melihat seseorang membuka pintu dari luar. Seseorang itu adalah si 'nenek'.. tapi tunggu dulu. si 'nenek' itu terlihat sedang bersama seorang anak kecil. Anak kecil itu masih seumuran denganku aku rasa tapi dia.. dia seorang perempuan?
"Oh, halo Tanjirou-kun.. Genya-kun. Kalian mendapatkan teman baru lho." Ucap si 'nenek' tersenyum sambil menggandeng si anak perempuan itu.
Anak itu terlihat sangat malu ketika melihat kami. Ia tidak mau menampakkan diri dari belakang tubuh 'nenek'. Dan aku bisa melihat ia menggenggam erat rok yang dikenakan si 'nenek' itu seperti tidak mau melepasnya. Ia selalu menundukkan kepalanya sambil sesekali melirik kami, terlebih lagi aku?
"Nenek, siapa dia?" tanya Genya yang sepertinya penasaran sekali dengan anak ini.
"Oh, dia-"
"Halo namaku Tanjirou Kamado. Namamu siapa?" Aku memotong ucapan 'nenek' karena aku sudah sangat penasaran dengan anak atau gadis ini. Jadi, aku mendekatinya dan memperkenalkan diriku padanya sambil sedikit membungkuk menyamakan tinggiku dengan tingginya.
"Wah, Tanjirou-kun sudah mencoba akrab ya?" ucap si 'nenek' sambil melihat ke arahku.
"Aku ingin mengajak semua orang yang berada disini untuk menjadi temanku, nek."
"Itu bagus sekali, Tanjirou-kun. Kau memang anak yang baik." Lanjut si 'nenek' kali ini sambil tersenyum sambil mengelus rambutku dari atas. Mendengarnya tentu saja membuatku senang.
Namun, gadis itu masih diam saja dan terus menatapku dengan tatapan bingung. Apakah ada yang aneh dengan diriku?
"K-Ka.." Aku bisa melihat gadis itu ingin mengeluarkan kata-kata, namun ia seperti sangat kesulitan untuk melakukannya.
"Ka?" Aku penasaran dengan kelanjutan kata yang ingin diucapkan oleh gadis ini.
"Ka-Kanao... Namaku Kanao." Gadis itu akhirnya bisa menyelesaikan kalimatnya.
'Jadi namanya Kanao ya? Nama yang sangat indah.' Batinku ketika mengetahui bahwa nama gadis ini adalah Kanao.
"Salam kenal ya Kanao, hehe. Aku harap kita bisa berteman baik." Ucapku sambil tersenyum.
Melihat senyumanku, gadis itu malah semakin menyembunyikan wajah dan dirinya ke tubuh si 'nenek'.
'Apa aku menakutinya?'
.
.
.
.
.
Nah, kita udah kenalan dengan 2 penghuni panti asuhan lain selain Tanjirou dan Nezuko wkwk. Yang lain bakal nyusul ntar.
.
.
.
Next Chapter : Keluarga Baru
.
.
.
Terima kasih bagi yang udah baca dan mampir yak :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro