
35 : CHARLOTTA SMITH
Pemandangan di sepanjang Bund membuat Charlotta kian tenggelam dalam gambarnya. Sejak tutup pameran, ia langsung duduk di balik kanvas, bersama cat air dan kuas yang ia beli, ia pun memfokuskan dirinya pada lukisan itu.
Ia akan membuat pemandangan malam sesuai bingkai yang diberikan pemandangan dari jendela kamarnya. Pelayan hotel baru saja membawakan makan malam. Roy sempat mengajaknya makan steik di restoran bawah, tapi Charlotta tidak berselera. Ia takut bertemu Karry dan ia tidak bisa menahan untuk menampar cowok itu.
Apa seharusnya ia menampar Felicia? Ia tidak tahu bahkan. Apa yang ia rasakan, apa yang membuat dirinya dengan tekun membiarkan bayangan sore tadi, di lorong rumah sakit terus menekannya untuk kembali mengingat. Tekanan kuas dan cat yang melekat di atas kanvas seakan harapan Charlotta supaya mereka bisa menghapus bayangan itu. Tapi semakin Charlotta berharap semakin Charlotta menekan kuasnya dan membuat gambarnya rusak.
Tanpa sadar, air mata lolos di pipinya. Charlotta tersentak pelan, ia mengusap pipinya lalu bingung.
Apa ini yang namanya mati rasa? Apa ia mati rasa terhadap Karry? Itu lebih baik karena rasanya ia tidak pernah mau melihat Karry. Harusnya ia pulang saja. Kalau bukan karena pameran Starlotta, teddy bear yang ayahnya titipkan, mungkin Charlotta sudah pulang sejak ia diajak ke Summer Garden waktu itu.
Benar sekali, Summer Garden. Tiba-tiba Charlotta ingin menelepon Cindy. Ia ingin menanyakan seberapa dalam Summer Garden baginya. Memikirkan itu membuat Charlotta terjebak pada Karry lagi. Kenapa ia bisaa berputar-putar seperti ini?
Masa bodoh. Ujung-ujungnya, ia tetap menelpon Cindy.
Nada hubung terdengar, Cindy mengangkat telepon.
"Hai idiot," sapa Cindy. Entah kenapa, suara gadis itu begitu akrab, membuat Charlotta langsung terdorong untuk menangis. Selama ini, tidak ada Marie dan Anna yang sering menemaninya seperti dulu waktu SMA. Charlotta tidak bisa menyamakan masalah dulu seperti sekarang. Ia merasa sudah tumbuh cepat dan waktu berlalu tanpa sadar.
Ia berusaha menyingkirkan tangisnya, tapi gagal. Belum mengatakan apa-apa, Charlotta sudah menangis duluan.
"Char? Hey? Ada apa? Kenapa menangis?"
Charlotta terus menangis sampai ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya berhenti. Teringat kata-kata Roy di Bund kemarin sore. Kekuatan Charlotta itu hanya dengan mencintai Karry. Dengan itu, ia bisa begitu merasa cukup dan segala tentang masa lalu Karry bisa menghilang. Saat itu Charlotta merasa kuat, ia cukup yakin untuk menaklukan Karry dan masa lalunya.
Tapi setelah Felicia mencium Karry di lorong rumah sakit tadi?
Apakah ia masih punya kekuatan itu?
"Heh, Smith. Ucapkan sesuatu, jangan membuatku takut."
Charlotta berusaha bernapas di antara isak tangisnya. Rasanya begitu sakit dan menusuk-nusuk. Sama seperti waktu dulu ia berjuang sendirian di Crown Garden. Menembus segala tradisi konyol dan peradaban keluarga Wang yang menekan makhluk sebatang kara sepertinya bisa berdiri tegap.
"Cindy," akhirnya suara itu keluar, "apa aku bisa bertahan?"
Terdengar desah prihatin. Untuk kali ini, ia merasa Cindy benar-benar mengerti. Lebih dari ayahnya yang tenang, Cindy-lah yang selama inj menemani dan mengetahui sudah sejauh apa Charlotta berjuang.
"Kau sangat kuat, CS. Kau bahkan wanita pertama dari kalangan pengemis yang bisa naik ke atas takhta. Kau mengalahkan takdirmu sendiri dengan usahamu. Kau jelas bisa bertahan. Ayolah, jangan merengek."
Justru itu, apakah Charlotta yang tidak punya apa-apa benar bisa mengalahkan masa lalu yang Karry punya dengan Felicia? Jika Felicia benar, Charlotta bahkan tidak pernah tahu sedalam apa hubungan mereka di masa lalu. Dan Karry khawatir Charlotta merusaknya dan itu sebabnya juga Karry tidak pernah memberitahu.
Mungkin ini saatnya.
Saat yang tepat untuk Charlotta mengalah pada takdir.
"Kenapa aku bisa begitu mencintai orang yang bahkan tidak menginginkanku?"
Bayangan Karry yang menyuruhnya pergi, di antara gelapnya kamar rawat, bahkan kenyataan kalau Bernard tidak pernah datang padanya sejak hubungan mereka resmi. Seakan-akan Bernard memang belum--merestui mereka.
Lebih dari keyakinan Bernard sendiri, ternyata Felicia datang. Dan ia menyiapkan restu itu untuk Felicia, bukan untuknya.
Sekarang ia paham maksud Felicia waktu itu. Felicia sudah mendapat restu. Dari sepuluh tahun yang lalu, dan ia mendapatkannya setelah berjuang menunggu selama itu. Dada Charlotta semakin sesak, ia sampai harus mendongak untuk mencari napas. Air mata memenuhi pipinya. Ia tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. Ia hanya ingin Cindy di sana, tahu seberapa ia ingin bertahan.
"CS, tolong jangan menyerah. Dari semua gadis kaya yang kukenal, hanya kau yang pantas dengan Karry. Hanya kau yang tahu bagaimana mencintainya dengan cara yang berbeda..." Cindy berusaha menenangkan.
"... Aku tidak akan pernah menang melawan masa lalu Cindy. Sesuatu yang pernah terjadi, tidak pernah bisa ditandingkan ulang. Felicia menang atas itu. Dan ia berhak."
"Dia tidak tahu sejauh apa kau bisa membuat Karry seperti hari ini. Masa lalu memang penting, tapi sesuatu dari masa lalu, tidak pernah cukup untuk menghidupimu. Mereka berotasi."
"Tapi perasaan tidak, iya kan?" sela Charlotta kian sesak. Cindy tidak menjawab apa pun, membiarkan Charlotta mengetahui jawabannya. Ia menangis sedalam-dalamnya. Di antara gemuruh hatinya, ia mendengar Cindy berkata pelan.
"Kalau kau ingin menyerah, aku tidak akan memaksa lagi, Charlotta. Kau boleh melakukannya."
Entah kenapa, perkataan Cindy membuat hatinya meluruh lega, menyetujui itu.
xx
Pukul satu pagi.
Di depan kamar seseorang, di antara lorong yang sepi, Karry duduk di samping pintu itu.
Beberapa menit yang lalu ia mendengar Charlotta menangis tapi kemudian berhenti setelah ia mengetuk dan memanggil namanya. Charlotta jelas mendengarnya. Ia tahu Karry di luar. Tapi tidak bergerak untuk membukakan pintu.
Lebih baik, gumam Karry.
Ia melihat itu semua, dan Charlotta jelas salah paham. Ia berharap bisa menjelaskan, tapi rasanya sulit untuk memulai karena ia tidak pernah tahu hal ini bisa terjadi.
Lorong Reguler Suite terasa hening dan sepi. Karry menekuk kedua kakinya ke depan dada, menjatuhkan kepalanya di atas sana dan merasa bodoh. Untuk kesekian kalinya, ia merasa tidak pantas bersama Charlotta. Apa yang ia lakukan, terutama di Shanghai ini hanya menyakitinya. Ia lupa bagaimana Charlotta tersenyum bahkan. Bayangan masa lalu yang mengusik Karry terasa seperti obat yang efeknya hanya sekali-kali. Begitu Charlotta datang, efek itu berhenti dan Karry seperti sadar kembali akan kenyataan.
Karry mengetuk-ngetuk, membunyikan bel, tapi Charlotta benar-benar tidak membukakan pintunya. Jika ini yang harus ia tunggu, maka seberapa lama pun, Karry sanggup melakukannya.
Ia tidak akan meninggalkan Charlotta lagi.
Tidak akan.
****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro