55 : KARRY, JACKSON DAN CHARLOTTA
CROWN GARDEN
KARRY, JACKSON, CHARLOTTA
Lucu sekali, pikir Charlotta. Sebelah tangannya memainkan ujung rok dengan gelisah. Taman belakang Crown Garden yang dipenuhi pohon rindang menaungi tiap jalan setapak itu hangat perbincangan Jackson dan Karry. Beberapa menit yang lalu, Jackson baru saja berteriak meminta kue kering kesukaannya yang terbuat dari keju. Charlotta kurang yakin itu kue apa, tapi sepertinya semua pelayan di sini sudah tahu kebiasaan Jackson. Pula Karry yang sama sekali tidak merasa aneh dengan gaya bicara Jackson yang sangat 'kekotaan'. Sesekali ia berbicara menggunakan bahasa Mandarin. Kemudian beberapa detik setelah itu, ia akan meliriknya sambil menahan tawa. Karry hanya menghela napas, merasa dirinya sedang diperbincangkan yang aneh-aneh oleh Jackson ini.
Charlotta pikir, seseorang bernama Jackson ini akan sedikit lebih tinggi dari kenyataannya. Namun, tinggi Charlotta hanya sekuping cowok itu. Walau sangat kekotaan dan stylish, kesopanan cowok ini sama seperti Karry dan anggota keluarganya. Table mannernya juga sangat rapi. Cara dia menggunakan dua jari untuk menyesap teh dari cangkir keramik berukir ornamen emas itu, dan cara dia tertawa, bahkan tersenyum. Tiba-tiba Charlotta teringat waktu di ruang studio satu tadi.
Tengkuknya mendesir. Ia berjengit sendiri sampai menarik perhatian Karry yang duduk di sebrangnya.
"Ada apa? Kau kedinginan?"
Charlotta mengusap belakang lehernya. Heran, kenapa kekuatan senyum itu sangat terasa nyata. Dari sebelahnya, Jackson melirik sambil menurunkan cangkirnya.
"Kau sakit?" sambar Jackson. Setiap kali pemuda itu mengeluarkan suara, denyut jantung Charlotta seperti terenyuh, dan saraf-saraf otaknya seperti membeku tak bisa mengolah jawaban.
"Tidak. Aku tidak apa-apa. Di sini cukup hangat." Charlotta tertawa kering, kemudian menyesap tehnya buru-buru.
Karry menatapnya beberapa saat, namun kemudian ia mengalihkan perhatian.
"Apa ibuku sudah tahu kau sudah sampai?"
Jackson mengerling ke arahnya sebelum beralih pada Karry. "Sudah. Aku sudah menghubunginya waktu turun dari Jassy."
"Jassy?" Karry mengerutkan alis, menatap Jackson bingung.
"Mitsubishi Jazz XX1-ku. Astaga, jangan norak, Karry."
Karry menjawab dengan decihan remeh. "Kau membawa mobilmu ke New York?"
"Tidak. Aku sudah membelinya beberapa bulan yang lalu. Tahu, kan aku sangat suka mobil seksi semacam Jazz? Aku tidak ingin ketinggalan yang satu ini ketika tahu tidak disebar luas ke Taiwan," ujar Jackson.
Charlotta tenggelam dalam kecamuk pikirannya, sementara perbincangan Karry semakin dalam.
"Sudah tahu Cindy juga ada di sini?"
Jackson tersenyum begitu lagi. Membuat degup jantung Charlotta mendesir tanpa ijin. Konyol, padahal itu bukan senyum untuknya.
"Justru aku tahu keberadaan Charlotta Smith darinya." Jackson menoleh sekilas ke arahnya. Antara ingin tersenyum dan terkejut menjadi satu. Charlotta merasa bibirnya mengkaku di senyum setengahnya. Ia memutar bola mata ke arah Karry yang juga menatapnya tenang.
Sebelum menjawab, Karry sempat membenarkan posisi simpul dasinya. "Jangan bilang kau juga tahu tentang perjodohan..."
Alis Jackson di naik-naikkan beberapa kali, kemudian tertawa pelan.
Oh, Tuhan. Makin lama duduk di sebelahnya begini dia bisa banjir keringat.
"Lucu sekali ketika tahu kalau Cindy dan kau dijodohkan. Bukankah itu bagus? Kalian bisa kembali bahagia seperti waktu kecil!" ucap Jackson mengerucutkan bibir Charlotta.
"Hey, di sana ada kekasihku. Hargai dia sedikit."
"Hm, apa dia benar-benar kekasihmu?"
Mata Charlotta membulat, ingin berkata tapi suaranya ditolak mata Karry yang melotot ke arahnya. Alisnya sedikit mengerut, memberi kode. Oke, paham. Charlotta jangan gegabah. Mungkin Karry ingin membeberkan hubungannya pada Jackson.
"Dia kekasihku."
Terdengar Jackson mengerang kecewa. Charlotta sedikit bingung dengan reaksi itu. Tapi kemudian Karry bersuara, "perlu kau tahu, perasaanku dengan Cindy sudah berubah."
"Aku tahu. Aku tahu. Tapi kini Cindy yang sangat menyukaimu. Nah, bukankah itu bagus? Kau dicintai dewi Jelita dari Young. Kedengarannya sangat hebat! Terlebih, Cindy dan kau sudah saling kenal dari kecil. Untuk mengolah perasaan lama dan mematangkan perasaan baru seharusnya tidak susah, bukan?" Jackson menaikkan sebelah alisnya lagi, tersenyum miring. Karry membalas dengan kerut heran.
"Ke mana arah bicaramu?"
"Maksudku. Supaya kau bersama Cindy dan aku bisa mulai pendekatan dengan Charlotta Smith."
Astaga.
Charlotta merasa detak jantungnya berhenti sesaat kemudian berpacu cepat. Terdengar Karry mendengkus.
"Sayang sekali usahamu akan sia-sia. Karena dia tidak akan kemana-mana," jawab Karry dingin.
Pundak Charlotta seperti melepas angin-angin panas ketika mendengar jawaban Karry. Ia terselamatkan dari gombalan Jackson.
Cowok itu tertawa. "Ayolah, aku hanya bercanda. Oh ya, kira-kira apakah saudara kembar Yin dan Yang akan datang ke pesta dansa? Sudah lama sekali aku tidak melihat mereka."
"Mereka ada di Singapore, sibuk dengan kegiatan perkuliahan. Pesta dansa kali ini lebih banyak tamu dari keluarga Young."
Pesta dansa?
"Eh.. anu, pesta dansa apa maksudmu?" Charlotta bertanya entah pada siapa kemudian di jawab cepat oleh Jackson ketika Karry hendak membuka mulut.
"Pesta Dansa memperingati ulang tahun Kakek Wang yang ke 100. Kau tidak tahu?"
Charlotta menatap Karry ragu. "Oh---aku---tidak. Maksudku, apakah benar-benar berdansa? Kau tahu, itu kan hanya 'pesta dansa'."
"Kau salah menerka kalau masih menganggap pesta dansa kami adalah pesta dansa seperti malam wisuda di kampus New York yang sangat kekotaan. Ini pesta dansa tradisi, Char," sahut Karry dari sebrang meja. Sudah di beritahu begitupun, Charlotta masih tidak begitu paham. Mungkin ada perbedaan pada bagian acara minum atau makannya? Atau ada sesi khusus untuk berdansa? Mungkin dia dan Karry akan berdansa? Oh!
Charlotta melesatkan pandangannya cepat ke arah Karry yang tertunduk tenang menatap cangkir tehnya.
"Kita... tidak sungguh-sungguh berdansa berdua, bukan?" Charlotta takut-takut.
"Sebenarnya ayahku akan datang dan ingin melihat kau, berdansa denganku di arena khusus."
"Arena khusus!?" Suara Charlotta melengking kaget. Terdengar Jackson tertawa sembari meliriknya.
"Kenapa kau kedengaran terkejut sekali?"
Dari sebrang meja, Karry menatapnya tenang. "Karry, kau tidak pernah menyinggung hal ini sebelumnya," bisik Charlotta berusaha kembali tenang. Ia tertawa kering, menutupi rasa kagetnya.
Dansa apa lagi, ini? Kalau ada ayah Karry, apakah dia bisa bergerak leluasa sementara ibu Karry yang agak tegas itu saja sudah membunuh gerak-geriknya. Terlebih, ini pesta dansa. Pesta dansa tradisional! Apa-apaan!
Charlotta ingin menutup telinganya, tidak ingin mendengar suara hati yang terus berteriak kemungkinan-kemungkinan akan resiko yang dihadapinya.
"Tenang saja. Ada waktu beberapa minggu untuk berlatih dansa," kata Karry.
"Berlatih? Berlatih dansa maksudmu?"
Tanpa Karry menjawab, melihat alisnya yang tetap rata begitu, membuktikan kalau jawabannya adalah iya. Charlotta merasa dirinya membeku kemudian di tembak senapan burung, hancur berkeping-keping.
Pelajaran yang diberikan Nona Fang saja sudah menumpuk. Belum lagi pekerjaan sekolah dan les privat dengan Karry setiap jumat malam. Di tambah belajar table manner, pendalaman bahasa inggris, belajar merias, belajar berjalan dengan beberapa tumpuk buku di pucuk kepala, belajar berbicara ala bangsawan... belum termasuk urusan pribadi semacam teddy bear misterius, memikirkan uang untuk mengisi cek, bahkan waktu saja tidak cukup untuk melakukan itu semua. Di tambah sekarang berlatih dansa...
Charlotta merasa kepalanya pening seketika. Mendadak ia tertegun pasrah menatapi permukaan air cokelat tehnya.
"Jangan gugup begitu. Jackson akan membantumu berlatih," suara tenang Karry menerjang pendengarannya.
"Hah!?" Charlotta mendelik cepat ke arah cowok di sebelahnya itu. Ia tertahan untuk menelan ludah ketika melihat Jackson melesatkan pandangan ke arahnya.
"Kau pikir aku ke sini untuk apa? Selain bersilahturahmi dengan keluarga Wang, yang terpenting dari peranku kali ini adalah," belum selesai berkata, Jackson memajukan wajahnya hingga mendekati ujung hidung Charlotta yang bergeming, "mengajarimu berdansa. Tahu dansa pasangan?" Dua jari Jackson di angkat kemudian digerak-gerakkan, menggodanya.
Hati Charlotta terenyuh. Ia sedikit tersentuh bisa mempelajari hal baru yang sangat tidak berguna bagi hidupnya. Bagaimana bisa mendekati dan menarik perhatian pada Karry kalau dia akan beralih pada Jackson dulu sementara waktu? Parahnya, Jakcson itu...
Mata Charlotta mengintip manik cokelat Jackson yang masih menatapnya.
Ya tuhan.
Sorot mata itu mengalahkan milik Karry. Charlotta selalu mendadak takut untuk mendalami iris cokelatnya. Takut kehangatan perlahan-lahan menjalar, membuat hatinya teduh dan tidak ingin keluar dari sana. Wajah cerah Jackson menyejukkan hatinya. Tapi, ketika Charlotta beralih menatap Karry yang sedang membuang pandangan, ia seperti melihat sesuatu yang terasa sangat melekat dihatinya.
Saat itu Charlotta berbisik dalam hati.
Mungkin perasaan lebih tahu kemana arah pandanganku yang sebenarnya.
"Mulai besok, Nona Fang akan kuberitahu untuk tidak mengajarmu lagi. Pula, pelajaran lainnya akan diserahkan waktunya untuk menyiapkan pelatihan dansamu itu," kata Karry lagi. Tiba-tiba pemuda itu menangkap basah tatapan Charlotta.
"Bagaimana menurutmu?"
Charlotta tidak menjawab langsung, ia mencerna perkataan Karry beberapa saat. Namun sebenarnya, ia sedang mendengarkan bisik-bisik hatinya. Tanpa suara pun Charlotta tahu, bisik-bisik itu meneriakkan nama cowok itu dalam hatinya. Karry sudah memiliki tempat di hatinya. Sudah resmi. Bahkan itu melupakan jati dirinya yang dulu. Melupakan semua gengsi dan menyadarkan dirinya sendiri kalau menyukai seseorang bisa membuat ia tenggelam pada perasaan itu. Menikmati ingatannya yang berkelebat di saat-saat ia tidak menyadari ketika perasaan itu mulai muncul. Butuh waktu untuk menyadari rasa itu. Butuh kesadaran penuh untuk menjatuhkan gengsi dalam dirinya, mengaku pada diri sendiri, kalau ia memang sudah jatuh cinta padanya.
"Charlotta?" Karry menyadarkannya.
Perasaan tidak pernah membohongi apapun. Bahkan ketika kau menatap matanya, kau akan mendengar dan mengetahui, kalau suara itu hanya untuknya.
"Ya. Kapan pesta itu?"
"Dua minggu lagi," jawab Karry datar.
Dua minggu lagi? Sedangkan waktu yang dimilikinya tinggal sebulan lagi. Itu artinya sisa dua minggu dari setelah pesta itu untuk menarik perhatian Karry dan menuntaskan Cindy dari sini.
"Kudengar, kau pribumi Amerika asli. Tapi, kenapa aku merasa wajahmu sangat asia ya? Lihat mata bundar itu," sahut Jackson tiba-tiba menatap dalam matanya. Charlotta mengerutkan alis, berusaha menghindar dari Jackson. Ia menoleh ke arah Karry, berharap cowok itu menghentikan kebiasaan buruk sepupunya. Tepat ketika Charlotta meminta bantuan, Karry yanh sedang mengupas kacang rebusnya melempar kulit ke wajah Jackson yang sedang mendekat.
"Berhenti menggodanya. Kau membuatnya takut."
Jackson tidak menyerah. Cowok itu malah menyeringai menatap Charlotta.
"Takut? Takut jatuh cinta?" Jackson tertawa kecil. Dua kulit kacang kembali melayang ke wajahnya.
"Hey, aku harus membayarnya dengan cek supaya dia betah. Jangan merusak kenyamanannya saat kau berdua berlatih nanti," kata Karry tanpa menaikkan oktav suaranya. Tapi sedetik kemudian Charlotta dan Jackson sama-sama mendelik kaget ke arahnya.
"Apa?" tanya Karry ketika mendapat tatapan itu.
Charlotta ingin bersuara, tapi tertahan oleh Jackson. "Bayar? Apa maksudmu?"
Dari sebrang Karry terdiam beberapa detik. Charlotta merasa ada sesuatu yang tidak enak. Jangan-jangan ia ingin membuka kartunya di depan Jackson? Oh tidak. Jangan. Jangan. Biar semua orang tahu kalau kau itu pacarku!!
"Dia pacar bohonganku." Jawaban Karry meruntuhkan seluruh dunia Charlotta. Bagus. Ia tidak bisa menjauh dari Jackson mulai dari sekarang.
"Bohongan?" Jackson menoleh ke arahnya sekilas, kerut tidam pahan menguasai dahinya.
"Kau masih belum mengerti juga? Aku menyewa Charlotta supaya ibu menyingkirkan Cindy dari perjodohan ini," kata Karry. Charlotta menyerah. Ia tidak bisa mencegah apa-apa lagi. Terpaksa, ia harus memikirkan cara lain untuk menarik perhatiannya dalam artian yang sesungguhnya.
"Kalian pacaran bohongan supaya bisa menyingkirkan Cindy yang kelihatannya sangat tangguh itu? Hey, Karry, Cindy diberi amunisi atas nama keluarga Young dan ayahmu sendiri. Kau memiliki senjata rahasia apa memang supaya memperkuat sandiwara kalian?" Kata-kata Jackson membungkam Karry. Mendadak, cowok serampangan itu menjadi bijaksana. Mungkin karena dia sudah mengetahui permasalahan ini sejak dulu, jadi ia bisa mengambil pendapat dari sudut pandangnya.
Charlotta melirik Karry yang termenung. Pikiran cowok itu seperti berkecamuk.
"Tapi, sebetulnya aku senang mendengar kebenaran itu," Jackson bergerak mundur, menyandarkan punggung ke kursi plastik itu.
Tiba-tiba cowok itu tersenyum lebar menoleh ke arahnya. "Jadi, sainganku bukan siapa-siapa, bukan?"
Charlotta mengerang kecil, membuang wajah ke arah lain. Berharap apa yang dia lihat tidak semakin menyusahkan misinya kali ini. Karry mengambil cangkirnya, perlahan menyesapnya.
"Hey, aku ini punya banyak fans, tahu. Tenang saja, aku bukan playboy seperti yang kau kira," ujar Jackson mempromosikan dirinya sendiri.
Astaga. Hal apa yang membuat ia memporomosikan dirinya sendiri kepadanya? Charlotta memang selalu gugup ditatap oleh mata penuh gairah itu, tapi hatinya hanya tertuju pada satu orang.
Kata-kata itu entah kenapa melejit cepat tiap kali mengingat wajah Jackson yang rupawan. Herannya, semakin ia teringat Jackson, semakin kuat keyakinannya itu terhadap perasaannya sendiri.
Mungkin detik ini ia berani mengakuinya.
Tiba-tiba ia merasa malu menatap Karry yang terdiam.
"Mulai besok, langsung pulang dari sekolah. Jackson akan menunggumu di studio satu untuk mulai pelajaran tarinya," kata Karry datar.
Charlotta mengangkat wajah cepat. "Lalu, kau?"
"Aku?" tanya Karry menatapnya bingung.
"Tentu saja menikmati waktuku sendiri."
Charlotta memberenggut. Tidak setuju mendengar perkataan itu. Seharusnya Karry menemaninya atau setidaknya membantunya juga belajar dansa. Kalau Karry sama sekali tidak membantunya dan menemaninya itu artinya...
"Aku punya pelajaran yang paling bagus untuk dipelajari untuk pemula sepertimu. Persiapkan dirimu untuk besok, oke!" seru Jackson penuh semangat. Matanya seperti berbinar, tak sabar menunggu besok. Dengan pasrah, Charlotta hanya menghela napas sambil menunduk.
"Terima kasih. Mohon bantuannya."
Tanpa menyadari, Karry yang mencuri senyum lemah Charlotta dari balik cangkir tehnya.
***
Mungkin akan ada revisi untuk part ini. Moga terhibur^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro