50 : RYU, NIC & KARRY
LaGUARDIA AIRPORT
RYU, NIC DAN KARRY
Beberapa pengawal membantu Ryu untuk menurunkan dua kopernya dari mobil yang tadi ditumpanginya dari Crown Garden. Nic habis melepas dekapan singkatnya sambil menepuk pundaknya dua kali.
"Kapan-kapan kemarilah lagi. Jangan sungkan." Nic mengangkat senyum, menatap Ryu yang tertawa ringan.
"Pasti. Setelah aku mendapat kabar baik jika dia sudah mengandung, aku akan memberitahu kalian kalau aku butuh jamuan besar di Crown Garden, bagaimana?" Alis Ryu terangkat-angkat kemudian ketiganya tertawa.
Orang-orang yang lalu lalang di sekitar drop off bandara berhentak-hentak, beradu dengan roda koper mereka. Suara desing yang keras dari lapangan udara terkadang terdengar cukup besar.
"Eh, Karry, kenapa kau membolos untuk mengantar jemputku? Kau tidak takut di skors?" Kali ini Ryu melempar pandangan ke arah cowok yang mengenakan seragam lengkap Manhattan Bridge itu.
Matahari masih belum terbit, pesawat Ryu akan berangkat pukul enam pagi dan akan tiba di Jakarta beberapa jam lagi setelah transit dari Singapore terlebih dahulu. Pukul lima lewat bagi Karry atau Nic bukanlah hal yang biasa. Namun demi mengantar sepupu yang paling mereka segani, keduanya tidak pernah keberatan. Terlebih, Ryu sudah mengetahui kebenaran akan hubungannya dengan Charlotta.
"Tenang saja. Aku akan tiba tepat waktu disekolah," jawab Karry santai.
Ryu mendekat sambil merangkulnya. "Kau tahu, aku sangat senang kau jujur padaku." kata Ryu. Nic menatapi keduanya, sedikit tertegun bingung.
Sebelum membalas pernyataan Ryu, Karry melirik kakaknya sekilas, lalu melanjutkan, "jangan berkata di depan kakakku."
"Hey. Apa-apaan kau? Aku di sini," sambar Nic dengan nada protes sekaligus tak paham. Terdengar Ryu terkikik.
"Sebaiknya segera kau beritahu Nic. Karena aku yakin dia adalah orang yang tepat untuk memberi saran soal hubunganmu dengan Charlotta."
Nic mengerut menatap Ryu, kemudian beralih memandanginya serius. "Kau bertengkar dengan Charlotta karena perkataan Mom kemarin?"
Karry mendesah malas. "Bukan. Ada hal lain, hanya saja.." suaranya memelan, tapi ketika ia melihat Ryu yang tersenyum yakin ke arahnya, membuatnya cukup teguh untuk memantapkan hati mengatakan yang sejujurnya kepada Nic nanti.
"Kau bisa membohongi semua orang, tapi kau tidak bisa membohongi dirimu sendiri. Terlebih hatimu." Ryu menujuk posisi hati di depan dada Karry berkali-kali. Kemudian sambil menyiratkan senyum miring, ia meraih gagang kopernya, melambai ke arah mereka.
"Baiklah! Sampai jumpa kakak beradik! Jangan lupa mampir ke rumah baruku di Tokyo nanti ya! Oh Nic! Jangan menganga begitu, Sarah bisa bergidik nanti!" Suara Ryu yang menggelegar lama kelamaan menghilang ketika langkah mundurnya tenggelam oleh orang-orang yang memasuki gate pengecekkan. Karry melambai sampai pria itu menghilang kemudian ia merasa separuh jiwanya pergi.
Ryu terlalu baik untuk tinggal di antara sandiwara ini, pikir Karry tertunduk.
"Karry, apa maksudmu barusan?" Nic bertanya setelah memastikan Ryu benar-benar hilang. Nic menatapnya penuh kerut, beribu tanda tanya menguasai wajahnya. Karry tahu rasanya sangat tidak sopan untuk tidak memberitahu Charlotta kalau dia hanya pacar bayarannya, tapi rasanya, Nic tidak perlu merasa tahu atau bahkan ikut campur pada dosa yang dibuatnya. Namun, ketika rumit begini, ia tidak punya pilihan lagi.
"Ayo, masuk. Aku jelaskan di jalan."
***
Mobil melesat di tengah jalan tol yang lengang. Jingga berpendar di birunya cakrawala, menyebar nila dan serat kebiruan di atas keindahan kota New York yang baru membuka matanya.
"Aku membohongi semua orang. Charlotta bukanlah pacarku yang sebenarnya."
"Kau... Apa?"
Karry merasa suara Nic disebelahnya bingung, curiga sekaligus tak percaya. Ia menoleh pelan, tanpa mengubah ekspresi.
"Aku membayar Charlotta dengan cek supaya dia bisa menjadi pacar bohonganku," jelasnya lagi, meyakinkan kalau perkataan barusan bukan gurauan. Nic membulatkan matanya, tak percaya.
"Kenapa kau melakukan itu? Kau... Apa yang kau pikirkan?"
Karry tidak pernah meminta Nic untuk memahami keinginannya, tapi apapun jawabannya, bagi Nic, ia pasti akan mengerti alasan yang terselubung.
"Aku hanya tidak ingin Cindy menjadi jodohku. Aku ingin menentang tradisi lama yang ingin ayah tetapkan lagi dikeluarga Wang ini."
Nic masih terdiam dalam tak menyangka.
"Aku ingin membuka mata ayah kalau keluarga Young nantinya hanya akan memanfaatkan tradisi kita yang sudah diterima masyarakat Amerika," jelas Karry lagi tenang.
"Bagaimana bisa kau seyakin itu pada misi ayah ini?" tanya Nic.
"Aku yakin karena ini perjodohan. Kronologisnya seperti ini; ketika Nicky Young (ayah Cindy) datang pada ayah, dan mengajukan untuk mengadakan perjanjian, sebelumnya ia mengatakan kalau ia merasa putrinya cocok denganku. Kau tahu ayah yang mudah goyah itu di sentil dengan berbagai pernyataan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar di Singapore. Mereka akan mengatakan kalau perusahaan Wang adalah kehebatan dari luar negri. Dan karena merasa Wang masih salah satu kerabat Tujuh Turunan Asia, dia meminta kebudayaan kita dilestarikan atas pengembangan bisnis tersebut. Dan cara untuk melestarikan budayanya adalah dengan menyatukan Cindy dan aku untuk membuat pekerjaan mereka sempurna untuk tembus kaca internasional. Kau tentu tahu bukan kalau Wang adalah satu dari antara tujuh keluarga kaya yang sudah keluar dari tradisi kuno selain Han, memilih berinovasi dengan kebudayaan Amerika hingga keluarga kita sangat membuat iri keenam keluarga yang lain? Setelah Young dan Wang bersatu, aku yakin kalau Young akan menjadi musuh dalam selimut dengan sekelompok pengintai tanpa ayah tahu untuk menjatuhkan keluarga kita lagi sama seperti apa yang mereka lakukan terhadap keluarga kita dulu. Apakah aku salah?"
Hening merambat sejenak. Suara deru mobil menguasai pikiran Nic yang takjub setelah mendengar penjelasan Karry.
"Kau terlalu jauh berpikir, Pangeran kecil," sahutnya menggeleng sekali.
"Aku tidak ingin keluarga kita dibodohi lagi. Kakek telah mengatakannya padaku."
"Tapi jika kau berkata demikian, itu sama saja kau merendahkan ayah," ujar Nic cepat.
"Ayah tidak bisa melihat situasi. Yang dipikirkannya adalah kesuksesan. Ia tidak pernah memandang risiko jarak jauh. Ia tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Ia tidak pernah memikirkan perasaanku." Karry menekan kalimat akhirnya. Wajahnya yang tenang dan diam menyimpan ribuan rahasia yang rasanya ingin segera Nic ketahui.
"Yang kutahu, kau adalah orang yang tidak peduli pada hal semacam ini."
"Seseorang memberitahuku untuk melakukannya. Seseorang mengatakan padaku kalau opiniku patut untuk didengarkan. Dan aku berbicara sekarang," jawab Karry memandangnya serius. Di manik cokelat madu itu, ia seperti bisa melihat seseorang yang dimaksud lewat matanya. Seseorang yang rasanya sanggup membuat adik kecilnya itu berputar untuk menuruti kata hatinya. Nic tersenyum dalam hati.
"Lalu, apakah seseorang itu menguasai hatimu sekarang?"
Karry menurunkan pandangan pelan-pelan. Bibirnya terkatup, tak menjawab.
"Aku tidak peduli pada perjanjian kalian, tapi setahuku, dari awal yang bersandiwara hanya Charlotta, bukan kau."
Dari tempatnya, Karry tercengang dalam diam. Ia seperti mencerna pernyataan Nic barusan.
"Mungkin sekarang bisa kurasakan getar keraguan dalam hati Charlotta, dan aku menyadari itu sekarang. Dia gemetar setiap kali mengakui perasaannya tentangmu kepadaku. Tapi kau, setiap kali kita makan malam bersama, atau sarapan pagi. Caramu memandang gadis itu, caramu mengusap kepalanya, mengelap saus di ujung bibirnya, aku merasa itu adalah dirimu yang sesungguhnya." Nic makin menenggelamkan Karry pada kenyataan yang enggan dia akui. Ia jengah untuk berkata iya, tapi kakaknya sudah menebaknya dari awal.
"Kurasa kau bukan tidak ingin dijodohkan dengan Cindy atau bukan juga karena urusan keluarga kita yang rumit ini. Kurasa kau hanya takut untuk mengakui perasaanmu yang sebenarnya.
"Dan aku pikir, dalam sandiwara yang kalian lakukan selama hampir sebulan ini, hanya kau satu-satunya yang tidak melakukannya."
Kali ini Karry mengangkat wajah, menatapnya dalam diam penuh ketenangan.
"Kau tidak pernah bersandiwara, namun Charlotta-lah yang melakukannya. Ryu benar. Kau tidak bisa membohongi perasaanmu sendiri. Terlebih hatimu. Ada sejuta alasan untukmu menutupinya, tapi aku yakin, hatimu akan mendobrak itu semua karena perasaan selalu menuntut untuk diakui."
Karry mengerjap sekali, tersenyum kecil, menatap langit di luar jendela sambil menghela napas.
"Kau tahu alasan kenapa aku tidak ingin memberitahumu soal ini?"
Nic mengernyit. "Apa?"
Masih menahan senyum kecilnya, Karry berkata, "karena kau adalah orang yang bisa menebaknya suatu saat nanti."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro