36 : SIDE STORY - 4
MANHATTAN BRIDGE HIGH SCHOOL, CANTEEN
GUMMY GUMMY
Anna sedang mengemil keripik kentangnya sambil mengamati Marie yang memoleskan cat merah muda polos ke kuku-kukunya yang lentik.
"Padahal Ms. Frose sudah kasih kartu peringatan," keluh Anna memandang Marie yang berdecih bersamaan dengan itu.
"Tidak peduli. Hm, oh ya, CS, Karry tidak 'bereaksi'?" Cindy bertanya ke arah Charlotta yang sedang bergelut dengan ponselnya. Ia sedang mengamati negara mana saja kemungkinan orangtuanya berada.
"Mana kutahu. Heran, jangan-jangan dia tidak peduli?"
"Ah, sayang sekali kalau kau benar. Padahal aku ingin melihat dia kelabakan terlambat mengumpulkan tugas Ms. Frose. Kudengar, dia itu anak yang cerdas, lho," ungkap Anna yang dibalas wajah tak peduli Charlotta dan Marie.
Sambil meniupi kuku-kukunya sampai kering, Marie berkata, "cerdas atau tidak, aku sama sekali tidak peduli, Ann."
Tiba-tiba baru beberapa detik Charlotta kembali menyelami dunianya sendiri, dari sisi meja kantin, seseorang menggebrak meja mereka dengan keras. Ia sampai terlonjak dari kursinya. Anna dan Marie memekik, langsung melihat ke arah pelaku.
Wajah geram Josh menghardik ketiganya.
"Kalian akan mati."
Beberapa detik berkata begitu, seseorang dari belakangnya langsung menyela. Membuat separuh penghuni kantin berbisik riuh rendah. Degup jantung Charlotta tiba-tiba terpacu dua kali lebih cepat ketika melihat pemuda tinggi dari belakang Josh menarik mundur Josh dengan dingin.
Tak berkata apa-apa, Karry Wang langsung menatap penuh kilat ke arah Charlotta yang terenyak dalam diam.
"Hei! Apa-apaan---" Belum selesai Marie membela diri, gerakannya dihentikan oleh Josh yang menahannya.
Charlotta seperti dikunci oleh satu waktu. Saat itu, hanya ada manik cokelat madu Karry yang menenggelamkannya pada mimpi-mimpi malam. Seluruh tubuh Charlotta entah kenapa merasa beku. Hanya ada suara hening, dan napas gusar cowok di depannya itu memenuhi gendang telinganya.
Dari belakang tubuhnya, Karry mengeluarkan sebuah buku tulis yang kemudian di lemparkan dengan keras ke atas meja.
Anna dan Marie tersentak. Charlotta kontan berdiri, merasa tertantang.
"Kau pikir ini lucu?" kata Karry rendah dan dingin. Matanya mencekik Charlotta. Tidak biasanya ia setakut ini. Tapi, ia harus pura-pura berani.
Charlotta menunduk, melihat buku yang dilempar tadi dengan tajam. Buku itu adalah buku Biologi Karry yang kemarin di tempeli permen karet di bagian kertas tugasnya. Haha. Harusnya Charlotta tertawa sekarang, pasti kemarin siang cowok ini sudah diomeli Ms. Frose. Hm, lihat kalau itu benar, Charlotta akan merasa bangga pada dirinya sendiri yang bisa mempermainkan seorang Putera Mahkota ini.
"Bagaimana? Bisa cerita sedikit bagaimana Ms. Frose memarahimu? Dengan begitu bisa kuberitahu selucu apa---"
Karry Wang berdesit keras, menghentikan kata-kata Charlotta, marah.
"Kau... Apakah punya otak sedikit? Atau dengan begini kau malah bangga?"
Bibir Charlotta bergetar tanpa sebab. Ini aneh. Ini tidak seperti biasanya.
Pada titik di mana lawannya bereaksi adalah titik yang paling seru karena ketika itu ia pasti akan merasa sangat bahagia. Penderitaan mereka adalah hal yang patut ditertawakan. Kiat-kiat dan nyali yang berapi-api sudah tidak perlu dipungkiri lagi kalau itu sudah menjadi senjata andalan. Kalau kata-kata angkuh yang pedas sudah tidak bisa membela diri, ia masih punya dorongan yang tidak bisa dikembalikan lagi. Karena Marie dan Anna akan menghadangnya dan memberi wajah untuk ditodong. Namun kali ini... kenapa Charlotta merasa dirinya telanjang seakan lupa akan siapa dirinya yang sebenarnya?
Charlotta membusungkan dadanya, ia tidak boleh kelihatan rendah. Tidak boleh!
"Kau kesal padaku?"
Mata sipit Karry melotot.
"Pengecut," desis Charlotta cepat sambil membuang senyum remehan ke arah Marie dan Anna. Bukan mereka saja, bahkan ke seluruh orang yang sedang menontoninya.
"Aku tidak peduli kau siapa dan bercita-cita menjadi apa, tapi aku kasihan padamu," kata Karry. Charlotta kembali berpaling ke arahnya yang menatap dingin.
"Waktu yang kau gunakan untuk berbahagia melihatku atau menunggu tanggapanku terhadap kelakuanmu adalah sampah. Alias, tidak berguna. Anggap saja aku sedang membuang delapan menitku yang berharga," ujar Karry lagi membingungkan Charlotta.
"Orang kaya belagu."
"Apa kau senang menghabiskan waktumu dengan cara begini? Kalau iya, apakah aku sedang memberikan penghargaan padamu?"
"Kau tidak tahu apa-apa tentang waktuku, Pangeran tengik," potong Charlotta panas.
"Kalau begitu pernahkah kau memikirkan dirimu untuk melakukan hal yang lebih PANTAS dilakukan dari pada melakukan kegiatan TOLOL ini?" Mata Karry semakin menyipit, membakar hati Charlotta yang remuk redam.
"Diam kau," sambar Charlotta. Rahangnya mulai mengeras.
Karry terdiam sejenak, tapi ia tertawa sampai gigi-gigi gingsul di sebelah kedua gigi taringnya nampak.
"Kasihan. Kau mahkluk bumi yang tidak memiliki pegangan hidup," tangkas Karry membuat Charlotta membeliak kaget.
"Katakan lagi."
Karry beralih ke arahnya, menatap dalam. "Mahkluk bumi tanpa pegangan---"
Charlotta mengangkat gelas mineralnya lalu dengan cepat menyiram wajah cowok itu hingga bungkam. Karry tidak menepis, ia hanya terpejam sejenak ketika air itu menciprati wajahnya. Charlotta sesak. Ia tidak mengerti kenapa kali ini otaknya tidak signifikan dengan hatinya. Kenapa kali ini pergerakan hatinya bisa sangat besar?
"Dengarkan aku. Permen karet itu bukan apa-apa karena semakin kau marah, aku semakin menikmati permainan ini."
"Oh ya? Bukankah kau yang menyiramku dengan air?" Karry memajukan wajahnya, mendekat. "Jelas sekali kalau kau yang terbawa emosi oleh kata-kataku." Karry tidak peduli dengan wajahnya yang bersimbah air. Ia malah menerima pemberian sapu tangan dari Albert lalu mengusap wajahnya dengan lembut dan cekatan.
Charlotta makin salah bergerak. Ia terjerembab dalam emosinya sendiri. Kata-kata Karry terngiang-ngiang dikepalanya.
"Kuharap orangtuamu tahu apa yang kau lakukan."
"Kau bahkan tidak bisa menjaga perkataanmu, ya."
"Perkataan apa? Jangan berbalik mengecoh dan berdiri seolah-olah kau tidak bersalah."
Charlotta menarik napas, ia bungkam. Ia ingin membela diri, tapi entah kenapa, tidak ada satupun pembelaan yang terpikirkan olehnya. Ia terlalu terpaku dan gugup oleh kata-katanya.
"Kau bahkan sama sekali tidak tahu aku, jadi berhenti berkata seolah kau bisa menasihatiku!"
"Aku tidak sedang menasihatimu. Aku sedang memperingatimu," desis Karry tajam dan menukik. Nada bicaranya jatuh hingga membuat degup jantung Charlotta berhenti beberapa detik kemudian terpacu dengan cepat lagi.
"Kalau kau berani melangkahkan kakimu lagi ke kelas A---"
Charlotta maju selangkah dengan dagu ditinggikan. Menipiskan jarak di antara mereka. "Apa? Kau mau apa?"
Karry sama sekali tidak mundur, ia malah menunduk, meladeni tantangan CS. "Aku akan membantumu menyadari kalau semua yang kau lakukan ini adalah sampah!"
Charlotta sudah tak sempat membalas lagi, karena setelah berkata begitu, Karry mundur selangkah dan beranjak pergi dengan cepat meninggalkan tatapan amarahnya. Hati Charlotta mencelus tanpa sebab. Ia dilema. Pada sesuatu yang ia tidak tahu.
Albert dan Josh pergi meninggalkan meja yang masih terasa tegang itu. Seluruh penghuni kantin pelan-pelan berbisik lalu mulai merenggang. Anna dan Marie menghampiri Charlotta, menyuruhnya untuk duduk, menenangkan diri. Namun, kenyataannya, Charlotta terlalu mengingat salah satu perkataan Karry sampai detik itu.
"Kuharap orangtuamu tahu apa yang kau lakukan."
***
Yahoo says saya apdet lagi nih. Sesuai janji karena tadi Ada dua orang yang komen. Hehe bonusnya, jangan lupa votes dan kalau mau ambil quotes, tag namaku ya!
Thank you! See u tomorrow!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro