Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18 : CHARLOTTA, KARRY, CINDY

Taman belakang Crown Garden memang yang terbaik. Charlotta tak henti-hentinya memandang takjub tiap ukiran batu yang berlapis tanaman rambat khas dari Amerika. Beberapa anggrek merah merambat di pinggiran lapisan batu itu, ada juga pohon-pohon rindah yang menaungi satu meja bundar di bawah mereka dengan beberapa gelas aroma the hijau dari Singapore dan alunan piano Mozart klasik dari salah satu kaset hitam besar yang langka.

Cindy Young yang duduk di sebelah Karry dan Natalie tersenyum, tertawa sopan ketika Natalie menceritakan pernikahannya dulu dengan Bernard Wang. Masa bodoh dengan cerita itu, Charlotta sama sekali tidak peduli. Ia malah sibuk membayangi perawakan ayah dan ibunya di luar sana.

"Charlotta Smith?" panggil Cindy tiba-tiba. Charlotta tersentak lalu melihat gadis yang memanggilnya itu. Sedari lima belas menit tadi berbincang-bincang, percakapan dan topik semua dikuasai oleh Cindy dan Natalie. Karry yang beberapa kali menimpali karena nampaknya ia juga terlalu senang dengan bagian cerita di bukunya itu.

"Ya?" balas Charlotta melirik Karry yang berdeham pelan sambil menyesap tehnya.

"Apa kau pernah jalan-jalan ke luar negri?" tanya Cindy lembut. Cih, orang ini, bagaimana bisa menutup bagian yang paling buruk dari dirinya? Sayang sekali, cantik-cantik tapi terlalu pahit gaya bicaranya. Benar kata Karry, sebaiknya ia harus berhati-hati dalam menjawab.

Natalie menatapnya lamat-lamat, membuatnya tergugup sejenak.

"Eh, tidak pernah. Aku datang dari San Fernando, Chilton, dan . . . tempat yang paling jauh kujangkau hanya New York," sahutnya jujur. Ia tidak ingin membuat siapapun terkesan pada dirinya sendiri, ia hanya ingin mempermudah dirinya sendiri supaya tidak melupakan bagian mana saja letak kebohongannya yang digunakan untuk mengkover jawaban.

"Wah, sayang sekali. Kalau kau pernah ke Paris, kuyakin pasti ada banyak hal yang bisa kita perbincangkan. Maklum, aku sering sekali diundang ke sana dalam acara-acara fashion week, baik Asia atau Internasional," tutur Cindy tetap anggun. Astaga, Charlotta hampir saja memutar bola matanya. Untung saja teralihkan cengiran kudanya lalu menggeram dalam hati.

Tidak peduli kau kemana pun, yang penting jam di dinding harus cepat berputar hingga aku keluar dari perbincangan yang membosankan ini.

"Kalau kau Karry? Apa masih sering mengikuti kelas model di Paris seperti waktu kecil dulu?"

Yang di ajak bicara mengangkat dagu dengan lemah lalu terdiam sejenak. Natalie mengambil alih dengan cepat,"ah, Karry lagi. Sejak kali pertama fotonya digunakan untuk salah satu model di New York, dia sudah tidak mau lagi karena katanya dia tidak suka diperbincangkan orang-orang."

Terdengar Cindy terkekeh pelan. "Padahal mereka sangat memujimu, Karry," sahut Cindy sambil meliriknya. Karry hanya mengulas senyum tipis, "terima kasih. Tapi aku sangat tidak tertarik dalam menjadi model sepertimu."

"Salah satu desainer rancanganku, Samuel Toronto sangat ingin bertemu denganmu. Katanya, kau adalah salah satu bentuk visual yang sempurna untuk sebuah satu rancangan mewah. Wajahmu sangat pas komposisinya untuk sebuah majalah Internasional," cerita Cindy seakan ada maksud terselubung dari kalimat itu.

Charlotta mengintip mata Karry yang dingin diam-diam kemudian merasa malu sendiri.

Sial, Cindy memang benar. Kenapa ia baru menyadari kalau Karry memang memiliki wajah visual yang sangat sempurna? Wajah ovalnya yang tidak begitu terlihat Asia, dengan bibir tipis seperti bayi, kulit putih dan lembut, mata dan alis yang tajam, pula manik cokelatnya yang sehangat mentari pagi. Ah, kurang ajar. Cowok dingin dan ketus seperti dia tidak pantas memiliki karisma seperti itu.

"Cindy, jangan begitu memujanya, dia bisa besar kepala nanti," sambar Charlotta tanpa sadar sambil menyesap tehnya.

Sadar mendapat tatapan dingin dari Natalie, dan hampir saja tersedak, ia buru-buru menambahkan.

"Bu---bukan itu maksudku. Aku hanya---"

"Jangan dengarkan dia, Mom. Charlotta hanya cemburu," tangkas Karry tiba-tiba. Charlotta menoleh mendapati tatapan cowok itu masih tertuju pada bukunya. Astaga, dia memang pintar menipu.

Cindy mengangkat senyum kaku. "Bicara soal hubungan, aku penasaran bagaimana kalian bisa saling jatuh cinta."

Charlotta mengangkat kepala dengan gesit, memandang Cindy tertegun.

"Bolehkan, aku mengetahuinya?" tanya gadis berbalut kain sifon merah muda itu hanya padanya. Natalie menyesap tehnya dengan lembut, kali ini seperti ingin mendengar jawabannya juga.

Diam-diam, ia melirik ke arah Karry, berharap cowok itu bisa membantunya.

"Ehm, sebenarnya. . . seperti di dongeng saja, kurasa Karry---"

"Aku jatuh cinta pada pandangan pertama," Charlotta mengatupkan rahangnya dengan cepat lalu pipinya terasa panas tanpa ijin. Karry menegakkan punggung, menutup bukunya sambil mendesah dan menatap Cindy yang terdiam.

"Charlotta tidak menyukaiku awalnya, karena yah---" dia menoleh ke arahnya, "aku pernah mengatainya di sekolah."

Natalie tersentak pelan. "Mengatainya?" nada bicaranya seakan tidak percaya seorang Putra Emasnya mengatakan hal kasar itu. Karry berkata jujur, ya. Selimut yang baik untuk memperbanyak alasan.

"Ya, dia dulu sangat jahil, tapi semenjak aku menyatakan perasaanku padanya, dan berjanji tidak akan menjahili lagi, akhirnya dia pun berubah, bukan begitu Char?"

Pipi Charlotta memanas lagi, tapi kali ia tahan. Sambil tersenyum kikuk, ia mengangguk lalu melirik cowok di sebelahnya.

"Oh, Karry, kau sangat tidak sopan," komentar Natalie. "Maafkan dia, ya, Char."

"Tidak masalah, bibi. Lagi pula itu sudah lama sekali kejadiannya," jawabnya melanjutkan alibi itu.

"Oh ya, tapi, Karry, apa kau masih ingat tentang kau mencium keningku tanpa sengaja waktu di kapal waktu itu? Hm, aku masih tidak melupakannya, loh."

Kali ini Natalie tersentak cukup keras, begitu juga Karry yang langsung mengangkat wajahnya. Charlotta yang melihat itu seketika merasa sangat penasaran.

"Mencium keningmu?" tanya Natalie membenarkan posisi duduknya, memandang Cindy yang tersenyum rendah itu dengan wajah tak percaya. "Karry, apa yang kau lakukan?" Natalie menatap anaknya terkejut.

"Bukan apa-apa, Mom. Itu karena permainan konyol yang dibuat oleh Jackson," selak Karry dengan tenang. Tapi Charlotta masih bisa dengan jelas melihat tatapan diam-diam berkilat milik Cindy. Seperti ingin membuat dirinya mendidih karena cemburu pada masa lalu itu.

Astaga, cium kening atau cium bibirpun, Charlotta sama sekali tidak peduli.

"Tapi, bukankah kau yang bilang sendiri kalau aku waktu itu adalah seseorang yang ada di hatimu?" timpal Cindy lagi tak kalah tenang. Natalie semakin kusut, bingung oleh kenyataan masa lalu yang baru dibongkar hari ini. Sementara, musik klasik yang melembut, kini berubah menderu, menambahkan kerutan tebal di dahi wanita itu.

"Astaga, aku tak percaya kau masih mengingat kejadian itu dengan jelas," ungkap Karry setengah tertawa rendah.

"Tentu saja aku mengingatnya dengan jelas. Karena aku memang menyukaimu dari sejak itu."

Kata-kata itu menyambar hening mendadak. Natalie tercengang, sedangkan Charlotta merasakan telinganya penang karena kata-kata itu memekakkan telinganya. Karry yang ada di sebelahnya melirik refleks ke arahnya, lalu, "Cindy, waktu itu kita baru berusia sepuluh tahun. Kau benar-benar serius?" Ia tertawa, lalu merenggut jemari Charlotta yang tergagap.

"Pantas saja waktu itu Jackson memaksak untuk melakukannya. Ternyata kau benar-benar merasa serius," jawab Karry tenang, kali ini tersenyum ke arahnya seakan berkata kalau itu semua bohong.

Dari depan, Cindy mencuatkan alisnya. "Apa maksudmu?"

Karry menoleh dengan gerakan dramatis. "Kami hanya mempermainkanmu."

Dari kursinya, Natalie menggertak. "Karry, apa maksudmu mengatakan ini? Cindy, jangan dengarkan dia."

"Tidak, Mom. Aku memang mempermainkannya. Ayolah, kenakalan anak laki-laki memang begitu, bukan? Suka mempermainkan perasaan anak perempuan? Lagi pula, itu kan kami masih kecil, dosa apa jika aku masih belum mengerti apa-apa tentang cinta?"

Napas Cindy Young terdengar berat. Charlotta menggigit bibir, ingin menghentikan perkataan Karry. Entah cowok itu sedang berkata benar atau tidak, tapi ia tidak ingin membuat Cindy Young yang sudah berusaha menjadi sangat sempurna itu jadi terlihat jatuh di mata Natalie.

"Karry, hentikan," tukasnya tanpa sadar. Karry menoleh cepat ke arahnya.

"Setidaknya hargai perasaannya." Kali ini Charlotta berkata sambil menatapnya. Karry mengedutkan alisnya, bingung, juga seperti berkata 'apa maksudmu?'

Cepat-cepat Charlotta membuang tatapannya. Sialan, manik cokelat itu kalau terlalu lama di pandang tanpa sadar bisa membuat siapapun terhipnotis dengan mudahnya.

Charlotta berdeham sambil melihat ke arah Cindy yang menatap tajam ke arahnya. "Cindy, maafkan Karry. Oh ya, lebih baik, kita putar topik saja, bagaimana?" tawar Charlotta sambil tersenyum. Sebelah tangannya ditarik dari genggaman Karry yang membiarkannya lepas.

Tapi, belum selesai mengatakan kata-kata, Cindy yang tadi hanya terdiam tiba-tiba bangkit dari kursinya lalu menghentakkan benda itu ke belakang.

"Aku tidak tahu kalau aku hanya dipermainkan. Tapi Karry, kau harus tahu, dari dulu sampai sekarang, baik dunia berputar atau tidak, perasaan ini tidak pernah membohongiku. Kau tetap orang yang kusuka." Setelah berkata demikian, gadis itu langsung berpamit sopan ke arah Natalie yang tercengang, membiarkan gadis itu meninggalkan acara minum teh hari ini dengan dingin.

Astaga, apakah Cindy akan semakin membencinya kalau begini caranya? Tapi, memang tujuan begitu bukan? Semakin cepat gadis itu membenci Karry, semakin cepat hubungan dari kontrak ini berakhir.

"Nampaknya dia keras kepala," gumam Karry hanyut lagi dalam konsentrasinya.

"Karry! Apa-apaan kau tadi?!" Natalie menghentakkan punggunya. Ia memandang putranya dengan kerut kesal, seakan tak percaya kata-kata barusan keluar dari mulutnya.

"Aku mengajarimu dengan baik selama ini. Kata-kata miliki siapa barusan yang kau tiru?! Sangat-sangat merendahkan aku!"

"Mom, aku tidak menyukai Cindy."

"Lalu?! Dia hanya ingin mencoba kau menyukainya!"

Karry menatapnya dari sebrang meja dengan terpana. "Lalu? Aku menyukai Charlotta, kau masih memaksaku untuk menyukainya? Charlotta kekasihku."

Natalie mendengus sambil melempar tatapan keji ke arah Charlotta yang tertunduk.

"Aku tidak peduli. Karena cinta itu bisa berubah-ubah, Karry. Tapi setidaknya, jangan mengatakan hal bodoh lagi di depan Cindy dan teman-temannya, mengerti? Kau sama saja seperti mencampakkannya!"

Natalie bangkit dari kursi lalu berlalu dengan hentakan sepatu tumit tingginya yang menghantam jalan setapak. Di depan pintu, wanita itu langsung disambut salah satu pengawalnya dan berjalan ke koridor, menghilang.

Charlotta merasa beku pada gerakannya. Ia menoleh Karry pelan-pelan lalu bersuara, "yang kutahu, sepertinya Cindy terlihat tidak mudah menyerah."

Karry tidak menjawab langsung, ia malah melihat bayangan Cindy yang tadi duduk di kursi itu.

"Hm, asal kau tahu. Semua tadi hanya tipuan. Sebenarnya, dulu, aku memang menyukainya, karena itu aku berani mencium keningnya."

Ketika itu, entah kenapa Charlotta seperti mendengar sebuah letupan keras dalam dadanya membakar telinganya hingga panas.

***
Partnya banyak ya. Tapi ini seperti part pembuktian Karry sih. Ehe, manteman yang baik mohon votes ya^^

Terima kasih sudah mampir dan membuat readersnya nambah ehe. See you tomorrow!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro