14 : CHARLOTTA SMITH
CROWN GARDEN
CHARLOTTA SMITH
"Nona, kau harus mengenakan lipstick, kalau tidak, penampilanmu akan terlihat tidak seimbang," pinta seorang pengawalnya yang dari sejam lalu memaksanya untuk memakai alis, dan bedak berlebihan di pipinya.
Ia membuka lemari di dalam wardrobe satu-satu mencari sepatu kets yang ingin dipakainya. Semuanya bertumit tinggi dan berkilau. Semuanya sangat wanita! Apa-apaan ini!
"Di mana pilihan sepatu ketsnya?" tanya CS semakin berjalan ke dalam ruangan tanpa menemukan satupun sepatu yang diinginkannya. Mengabaikan ujung rok panjangnya yang tersangkut-sangkut di antara rel lemari gantungan baju di sampingnya.
Beberapa lampu sorot menyiram beberapa gaun mewah dengan rok mengembang di beberapa manekin pajangan di tengah ruangan. Beberapa cermin dan lampu led strip menerangi pojok dan sudut lemari hingga menambah kesan mewah yang mahal.
"Nona, tidak ada pilihan sepatu kets. Jika perlu nanti kami masukkan daftar. Atau kau ingin datang ke salah satu tempat untuk membeli?"
Charlotta mengangkat kepala dengan lelah lalu menatap kedua pengawal yang melihatnya dari luar wardrobe dengan tatapan prihatin.
"Astaga, kalian serius dengan semua ini?" tanya CS tak percaya.
"Ya, dengan menyesal, kau harus menuruti peraturan di rumah ini, Nona Charlotta. Jika makan malam atau ada perkumpulan, kau harus mengenakan gaun satin atau setelan yang sudah tersedia di sini. Berikut dengan sepatu-sepatunya," tutur salah satu pengawalnya yang terlihat lebih muda.
Setelah kedatangan kedua wanita itu beberapa jam yang lalu, dan memberitahu kalau di rumah ini diharusnya memakai pakaian formal seperti gaun atau pakaian dengan bahan linen dan rok mengembang ala-ala kerajaan, Charlotta hanya tertawa karena itu kedengaran sangat kuno. Mana ada tradisi semacam itu lagi di kota New York seperti ini?
Tapi ia langsung menyesal, karena kata-kata itu dengan mudahnya ditepis oleh tradisi nenek moyang keluarga Wang. Astaga, menggunakan gaun dengan rok mengembang sepanjang hari seperti yang dilakukan oleh ibu Karry? Yang benar saja!
"Sebenarnya kau sangat cantik menggunakan gaun itu, Nona. Tapi, jangan pakai kets karena itu akan terlihat aneh, maaf," salah satu pengawalnya berkata sambil menunduk.
"Seumur hidup aku tidak pernah memakai sepatu seperti ini. Lihat saja tingginya. Menyiksaku sekali. Oh, ayolah, kalian harus membantuku!"
Kedua pengawal itu saling bertatap. "Baiklah, tapi kau harus membiarkan kami menyelesaikan riasanmu, bagaimana?" tawar pengawal itu.
Charlotta mengernyit sejenak, tapi kemudian ia bisa apa lagi sekarang?
"Aku ingin mengganti gaun ini. Kalau bisa tidak sampai menyeret lantai. Adakah yang selutut?" tanyanya sambil duduk di kursi meja rias dengan satu pengawal wanitanya yang siap membuka kotak rias di ujung meja yang penuh alat-alat rias. Rambut pendek Charlotta di sisirinya lebih dulu, kemudian di jepit poninya sebelum pengawal itu memoleskan tambahan warna di kelopak matanya.
Satu pengawal yang lain mengangguk dengan cepat lalu berlari kecil ke wardrobe, dengan cekatan membuka lemari yang penuh dengan gantungan gaun short dress mengembang dengan pita-pita dan lipatan di sekitar lengan dan pinggangnya.
"Aku menyarankan ini. Sangat cocok dengan sepatu ini, Nona," sahutnya ketika muncul di belakangnya. Charlotta mengamati gaun itu dari pantulan cermin di belakangnya. Sebelah matanya di tutup karena pengawalnya yang lain sedang menjepit bulu matanya tanpa sepengetahuannya.
"Ya, tapi aku---OUCH!" teriaknya seketika ketika merasa bulu matanya terjepit benda itu. Pengawalnya terkejut lalu bergerak mundur sementara ia merasakan kulit tipis di kelopak matanya di jepit benda itu.
"Demi neptunus, benda apa itu?!" serunya sambil memandang penuh cela ke penjepit bulu mata.
Pengawalnya berkata tergagap, "ini penjepit bulu mata, Nona. Maaf, mungkin aku sedikit terkena kelopak matamu. Maaf," ujarnya pelan sambil menunduk terus-menerus. Ia hanya menghela napas, lalu bangkit berdiri hendak mengganti pakaiannya.
"Aku ingin mengganti baju dulu. Tunggu---sepatunya---" ia menerima sepatu bertumit tinggi bewarna hitam dengan kain beludru mewah dari tangan pengawal itu.
"Maaf, Nona. Lain kali aku akan memasukkannya ke daftar keinginanmu."
Pelan-pelan, Charlotta memandang ke arah sepatunya lalu berpaling kepada pengawalnya itu. "Aku memiliki daftar keinginan?"
"Ya, Nona. Kau adalah calon tunangan Tuan muda kedua, maka ia memberikan hak itu selama kau tinggal di sini untuk proses pengenalan tradisi," jelasnya lagi.
Daftar keinginan? Karry serius?
"Nona, cepat ganti bajumu. Sebentar lagi Tuan muda kedua akan datang," sahut pengawalnya itu membuyarkan pikirannya. Charlotta tersentak sejenak lalu mengerjap sambil mulai berpikir ia menginginkan apa untuk mengisi daftar keinginan tersebut. Tak disangka, ternyata Karry benar-benar serius dalam menjalankan sandiwara ini. Padahal hanya dua bulan. Apa jadinya jika sudah lewat dari itu Cindy tetap ingin menikahinya? Apakah ada kemungkinan dia meminta waktu tambahan?
Charlotta keluar dari baju ganti yang ada di dekat pintu masuk kamar ketika tiba-tiba pintu disentak terbuka. Kancing di bagian dada gaun itu belum di talikan dengan sempurna hingga belahan dadanya sedikit terlihat, tapi Charlotta lebih terkejut ketika mendapati Karry yang ternyata masuk tanpa mengetuk itu.
"WAAAA!!" jerit Charlotta refleks membuat mata Karry melebar. Dengan cepat cowok itu kembali melangkah mundur dengan tenang dan menutup pintu dengan sekali debaman. Charlotta menunduk, buru-buru memitakan gaunnya hingga menutup hingga leher lalu melangkah ke depan pintu.
"Hei pangeran! Bisa tidak mengetuk dulu sebelum kau melihatku?" semburnya ketika melihat Karry yang berdiri dengan balutan jas malam di ambang pintu dengan tatapan datar.
"Kau saja yang tuli. Aku sudah mengetuk, bahkan meneleponmu," sahutnya memasuki ruangan dengan langkah acuh tak acuh.
"Menelepon? Sejak kapan kau punya nomorku?" tanya Charlotta bingung menyusul langkah Karry ke tengah ruangan. Kedua pengawal Charlotta membungkuk pelan, lalu kembali memberesi peralatan rias.
"Kau akan memakai itu?" Karry menoleh ke arahnya dengan gerak santai, memandanginya dari ujung rambut sampai kaki.
"Ya! Kenapa? Kau tidak suka? Aku juga tidak peduli."
"Cindy Young akan datang malam ini."
Charlotta yang sedang berjalan ke arah sepatu tumit tingginya yang diletakkan di meja dekat meja rias seketika menghentikan tangannya di udara.
"Kau . . . serius?" tanyanya menoleh dengan tatapan tak percaya.
"Aku juga baru tahu sore tadi ketika ibuku memberitahuku."
Ia mendesah keras sambil menghempaskan tubuh ke sofa. "Astaga. Aku bahkan belum menyiapkan mental atau jawaban-jawaban khusus untuk---" mulut Charlotta seketika bungkam ketika melirik kedua pengawal itu. Hampir saja ia mengucapkan kata sandiwara. Dasar bodoh.
"Dan buruknya, dia akan tinggal di sini untuk beberapa waktu."
Tangannya yang sedang mengunci tali sepatu tumit tingginya itu seketika tergelincir. Charlotta mengangkat wajah dengan mata melebar, terkejut.
"Sungguh?"
"Ya."
"Ya Tuhan." Charlotta memejamkan matanya, berusaha meredam emosinya yang nyaris meluap lagi ketika merasa terlambat diberitahu untuk persiapan mentalnya. Ya ampun, memakai baju seperti ini membutuhkan mental tersendiri untuk membuatnya terasa cocok ditubuhmu. Ini bertemu dengan Cindy Young yang kata Jess sangat terlihat cantik dan fashionable. Bagaimana bisa ia bersaing untuk membuat Cindy terusik dan tidak menyukai seorang Karry Wang?
Dari sofa, Charlotta menyentakkan kakinya turun dari sofa, lalu berjalan sedikit kaku ke arah Karry yang berdiri dengan tenang, ia mulai berbicara, "Karry, bisakah kau membiarkan aku menyiapkan beberapa kata untuk penyambutan Cindy? Kau tahu, ini semua butuh adaptasi."
"Mana kutahu kalau ibuku merencanakan ini semua. Ibuku suka curang."
Mata Charlotta menyipit. "Seharusnya kau bisa menebak itu."
Karry mendesah sambil mengerling jengah. "Jangan berkata seolah aku merencanakan ini. Sekarang, ambil tasmu dan kita turun ke bawah."
"Tapi Karry! Kau harus mendengarkan aku! Ini benar-benar masih terasa seperti mimpi. Semua ini. Keluargamu, tradisi dan seluruh pembuktiannya. Tidak bisakah kau menyuruhku untuk sejenak merenungi bagian mana saja yang harus kuatur supaya sempurna? Tidak bisakah kau menyadari kalau aku masih takut melakukan ini? Tidakkah kau menyadari kalau ak---"
Telunjuk Karry terangkat ke udara lalu dengan cepat ditempelkan ke bibir Charlotta.
"Tidak ada yang harus sempurna. Kau hanya harus menjadi pacarku, semudah itu," potong Karry dengan suara rendah yang membuat remang bulu kuduknya seketika. Mata Charlotta melebar terpana. Dengan tatapan malasnya, Karry melepaskan telunjuknya yang sedikit basah terkena ludahnya lalu mengusapnya pelan ke bahu Charlotta untuk di bersihkan.
Padahal jelas sekali gerakan itu gerakan yang jijik, tapi tampangnya benar-benar dingin sekali. Malah, tatapan itu bisa berbalik menusuk atau bahkan mengangkat udara yang membuat degup jantungnya tanpa sadar berdebar dua kali lebih cepat.
"Cepatlah, kita bisa terlambat," lanjutnya sambil melihat arloji dengan tenang lalu berbalik tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Astaga, apakah aku benar-benar harus melakukan ini?
***
Fix ini mah TPG aku apdet tiap hari yak. Ehehe gapapa masih sepi, yang penting aku mau selesaikan cerita ini supaya pembaca yang lain terhibur dengan apa yang kutulis.
Nah, untuk yang belum baca, yuk teman-teman bantu promosikan supaya cerita ini bisa ngena di hati kalian. Terutama yang bangga dengan sebutan little crab. Nah, kalau yang ngaku suka sama salah satu anggota TFBoys, Wang Junkai, jangan bilang belum tau sebutan nama fansnya nih. Yuk, di share cerita ini siapa tau little crab indonesia jadi makin menjamur karena castnya doi. Ahay.
Untuk pembaca yang bukan little crab, tenang aja. Aku nggak maksain kok. Cerita ini bebas kalian imajinasikan di hati kalian masing masing.
Jangan lupa untuk votesnya! Terima kasih!^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro