13 : NICHOLAS WANG
CHINATOWN, KUALA LUMPUR, MALAYSIA
NICHOLAS WANG
"Nic, kau sebenarnya ada di mana? Kenapa ramai sekali kedengarannya?" suara dari telepon itu terdengar sedikit lebih kecil. Jalanan di kanan kiri Nic dan Sarah penuh pedagang kaki lima yang teriak-teriak menawarkan dagangan satai baso udang atau daging itu. Harum asap daging menguar di langit malam Kuala Lumpur, Sarah menunjuk salah satu konter di pinggir Chinatown lalu berhenti untuk memesan satu porsi nasi lemak untuk makan malam.
"Aku ada di Malaysia, Mom. Kami sedang makan malam di Chinatown. Kau harus ke sini, di sini sangat seru!" sahut Nic terdengar senang. Ia mengerling ke arah kekasihnya yang memberenggut karena dari lima menit yang lalu dihiraukan. Tangan Nic menjulur lalu mencubit hidung Sarah dengan manis sambil tertawa.
"Ah, Chinatown ya. Aku lebih senang bermain di Bali. Di sana lebih seru, banyak menu bakaran yang khas rempah-rempah dan---"
"Tunggu sebentar, bu," sahut Nic sambil duduk di salah satu meja yang kosong. Jalanan Chinatown malam itu ramai turis. Di antara ribut-ribut suara kuali dan sodet yang beradu dengan api di penggorengan, pemandangan alamiah seperti ini yang disukai dirinya dan Sarah. Seharusnya, obrolan ibunya ini tidak boleh mengganggu acara makan malam ini. "Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan? Aku tidak mungkin mendengar cerita liburanmu ke Bali sementara Sarah mengamatiku dengan sebal, kan?" Nic tertawa akhirnya.
"Oh astaga. Maafkan aku. Sebenarnya aku ingin memberi tahu kalau adik kecilmu itu sudah membawa kekasihnya," ujar ibunya di telepon. Nic hanya antusias sedikit, saat itu, seorang pelayan Melayu mengantarkan sepiring nasi lemak dan sambal khas dari kiosnya dengan gerak tergesa-gesa. Sarah menatap piring nasi lemaknya dengan mata berbinar.
"Oh, baguslah. Bagaimana? Apa dia terlihat baik di matamu?" tanya Nic sambil menyengir ketika Sarah bertanya dalam isyarat mau dituangkan sambal atau tidak.
"Gembel. Dia benar-benar seperti gembel," ketusnya dari sebrang telepon.
"Mom. Jangan berbicara begitu. Sekarang begini, apa kesan pertamamu ketika melihatku?"
"Kau juga seperti gembel ketika itu. Tapi dia sangat parah. Terlebih, dia itu yatim piatu! Bayangkan, pasti anak itu tidak punya sopan santun yang baik. Pendidikannya jelek---"
"Tahan dulu, Mom. Aku yakin dia memiliki sesuatu yang unik hingga Karry dengan berani membawanya di depanmu."
Ibunya mendesah dengan berjengit sendiri. "Unik apanya. Karry itu benar-benar buta. Yang seperti itu ingin di adu dengan Cindy Young. Benar-benar bodoh."
"Kau mengatai anakmu sendiri bodoh?" mata Nic menatap telepon seakan menatap ibunya dari dekat.
"Ya! Aduh. Sebenarnya, aku agak kesal. Kenapa Karry menolak Cindy, kalau dia tidak menolak, harusnya ayahmu bangga padanya."
"Kenapa kau memberi kesempatan untuk Karry kalau kau merasa kesal?"
"Karena aku tidak tahu kalau Karry benar-benar melakukannya!"
Nic mendesah, melihat Sarah yang sudah dengan lahap menikmati nasi lemaknya dengan merem-melek.
"Seharusnya kau tahu! Dia itu kan, anakmu."
"Hei, kenapa kau mengomeli ibumu?!"
"Mom, kita bicara lagi nanti, ya. Aku kelaparan. Bye!" tanpa menunggu jawaban Nic langsung menutup telepon dan melemparkan ke meja sambil mendesah lega.
"Ada apa dengan ibumu?" tanya Sarah dari sebrang meja.
Nic menggeleng sambil menenggak air putih lalu menyuap sekali. Campuran nasi dengan telur bulat dan ikan asin pedas itu memporak-porandakan lidah Nic yang mendesah nikmat.
"Biasa, masalah Karry yang ingin di jodohkan dengan Cindy Young."
Sarah menatapnya tak percaya. "Karry dengan Cindy Young?" Sarah yang mengenal adiknya seperti apa langsung angkat pendapat. "Kurasa mereka tidak cocok."
Pacarnya itu bukan salah satu keturunan Asia atau kalangan orang kaya dari salah satu jajaran tujuh turunan. Tapi karena kehidupannya menjadi model dan ikut tur ke mana-mana membuatnya mengetahui berita-berita semacam itu. Terlebih juga karena Cindy Young adalah sorotan publik dari Asia karena fashion lifenya, ia jadi mengerti sedikit tentang kehidupan orang Asia tersebut.
"Kenapa kau bisa berpendapat begitu?"
Sarah menyuap sekali lagi, berkata dengan mulut penuh. "Cindy itu hanya formalitas. Ah, aku tahu mungkin aku iri dengan segala apa yang dipakainya terlihat cantik. Tapi---entahlah. Kami para model dari California sedikit resah dengan keberadaannya."
"Oh ya?" tanya Nic antusias.
"Ya. Apalagi setelah dia tanpa diundang dan dengan sombong berjalan di karpet merah waktu pameran baju Alexander McQueen keluaran terbarunya di Paris. Kami semua terbengong-bengong karena tahu dia tidak diundang, tapi dengan berani datang dan memamerkan baju dari desainer Toronto kebanggannya itu. Uh, tidak tahu malu sekali. Untung saja AM menyambutnya dengan baik, padahal dia sama sekali tidak mengenakan satupun karya AM!"
"Tunggu dulu. Padahal Cindy Young kan baru naik kelas tiga, kenapa dia sangat terdengar dewasa?"
Sarah mengendikkan bahunya yang terbuka dengan alis mencuat. Teringat lagi kejengkelannya terhadap kecil-kecil cabe rawit itu.
"Mana kutahu? Mungkin keluarga Young ingin terlihat trendi di kalangan model. Lagi pula, dia itu sekolah model, bukan? Gadis seperti Cindy Young bukan lagi seseorang yang kedengaran aneh jika ia memakai baju-baju seperti orang dewasa. Dan, yah . . . dia memang menawan, harus kuakui itu."
"Untung saja aku bertemu denganmu lebih dulu," ujar Nic sambil tertawa yang dibalas Sarah dengan melotot.
"Nah, berterima kasihlah. Karena kalau tidak, mungkin kau cowok yang akan dikasihani para model cantik seperti kami."
***
Padahal kemarin aku mau kasih ekstra part. Tapi gak jadi dhehe. Hari ini aja. Sip keep scroll yaaw.
Oh ya, ini Nicholas Wang, kakak angkatnya Karry yang dua tahun lebih gede. Dia itu diangkat anak sama Bernard Wang (Karry's Daddy) empat tahun yang lalu. Prestastinya nulis artikel dan terkenal karena sempat jadi model buat di Jepang dan Singapore waktu dua tahun lalu. Doi cakepnya ga ketulungan sih.
Aish, sudahlah, fokus pada Karry xD
Terima kasih untuk yang masih menunggu!^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro