BAB XXVI : Brianna Caitlyn Meyer
Eldoria, Reveria - Pagi ini, Jonathan Alden, Perdana Menteri termuda dalam sejarah Kerajaan Reveria, memberikan pidato perpisahan di depan kantor Perdana Menteri. Dalam pidatonya, Alden mengucapkan terima kasih kepada rakyat Reveria atas dukungan selama masa jabatannya dan mengakui bahwa beberapa bulan terakhir diwarnai oleh isu-isu kontroversial yang melibatkan keluarganya.
Selama masa kepemimpinannya, Alden dikenal dengan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat dan kepemimpinannya yang kharismatik, mewarisi ketegasan dari sang kakek. Namun, menjelang akhir masa jabatannya, ia menghadapi banyak tekanan akibat skandal yang menyeret nama besar keluarganya. Dalam pidatonya, Alden juga menyatakan penyesalan atas kegaduhan yang terjadi, terutama terkait dengan kasus percobaan pembunuhan yang menimpa dirinya. Meskipun saudara angkatnya, Alexander Alden, sempat menjadi terduga pelaku, kasus tersebut masih menyisakan banyak tanda tanya setelah Alexander dibebaskan.
Masa jabatan Jonathan Alden sebagai Perdana Menteri Reveria kini resmi berakhir, meninggalkan jejak yang kuat dalam sejarah politik negara ini.
Janji Summer untuk mendampingi Jonathan hingga semuanya kembali normal berhasil ia tepati. Namun, pendampingan itu hanya berlangsung sampai kesehatan dan kehidupan Jonathan pulih kembali, bukan untuk selamanya. Saat pidato perpisahan berakhir, Summer masih berdiri di belakang podium, memberikan dukungan terakhirnya. Di pagi yang berawan, dengan angin yang bertiup kencang, Jonathan berdiri sendirian di podium. Awalnya, Jonathan khawatir akan adanya gerakan anarkis dari rakyat Reveria yang menghadiri pidatonya, dan takut jika Summer terluka. Karena itu, ia sempat melarang Summer untuk ikut. Tapi kekhawatiran itu tidak terbukti. Sejak awal, sikap Jonathan yang pro-rakyat membuatnya dicintai, dan namanya tetap dihormati. Banyak orang berdiri di depan podium, meletakkan bunga sepanjang jalan menuju kantor perdana menteri.
Saat pertama kali melihat pemandangan itu, mata Jonathan berkaca-kaca, dan bibirnya bergetar menahan emosi. Summer hanya bisa menggenggam tangannya, memberikan dukungan tanpa kata. Setelah pidato berakhir, tibalah waktu perpisahan mereka. Jonathan memberikan sebuah buket bunga anyelir merah muda kepada Summer, dan dengan suara yang bergetar, ia menyampaikan kata-kata perpisahannya.
"Brianna Caitlyn Meyer, terima kasih telah mendampingiku selama setahun ini. Maaf karena membebanimu dengan semua ini. Nama yang kuberikan padamu, Brianna Caitlyn, bukan sekadar nama. Itu adalah simbol dari kekuatan, kemuliaan, dan hati yang murni. Aku berharap arti nama itu akan menuntunmu dalam hidupmu setelah ini. Jangan lepaskan nama Meyer, kau adalah bagian dari keluarga mereka. Mereka menyayangimu dengan tulus, tanpa ada paksaan atau perintah dariku. Tolong jaga Bibi Eleanor dan Paman Reginald. Terima kasih, dan... aku menyayangimu," ucap Jonathan dengan nada penuh kesedihan sebelum ia mengecup tangan Summer.
Summer terdiam, tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Ia juga tahu, tidak ada yang bisa ia minta dari Jonathan. Jonathan pun tidak meminta Summer untuk tetap bersamanya. Kata-kata "aku menyayangimu" yang diucapkan Jonathan terasa ambigu, lebih seperti ungkapan kasih sayang yang biasa diucapkan antara kakak dan adik. Dan sejak itu, Summer tidak pernah melihat Jonathan lagi.
*****
Kastil Meyer, Reveria, 2018.
Perkataan Jonathan masih terngiang seperti titah di telinga Summer. Kini, ia tetap berada di kastil Meyer dan menjalankan perannya sebagai anak keluarga Meyer, seperti halnya kakak angkatnya, Lexter Meyer. Enam bulan setelah hilangnya Jonathan, Summer duduk bersama anggota keluarga Meyer saat sarapan pagi sebagai Brianna Caitlyn Meyer.
"Bree, ayah ingin kamu menemani ayah ke peternakan minggu ini, bagaimana?" tanya Sir Reginald dengan nada lembut, hampir seperti memohon.
"Oh, tidak bisa, ayah. Minggu ini Brianna akan bersama ibu untuk acara penggalangan dana di pusat kota," protes Lady Eleanor.
"Kenapa ayah dan ibu selalu mengambil waktu Brianna? Aku ini kakaknya, minggu ini aku juga ingin bersama Brianna. Ini adalah jadwal rutin kami untuk menunggang kuda," keluh Lexter, ikut bergabung dalam protes, membuat suasana sarapan pagi menjadi riuh. Summer hanya tertawa melihat reaksi mereka. Ia selalu merasa diterima, tanpa pernah merasa direndahkan atau diasingkan oleh keluarga angkatnya.
"Ibu, ayah, kakak, waktuku selalu ada untuk kalian. Aku bisa menemani kalian semua. Hari ini, aku akan mengunjungi panti asuhan Butterfly untuk membahas program beasiswa Yayasan Meyer. Selasa dan Rabu, aku akan menemani ibu. Kak Lexter, kita akan menunggang kuda pada Kamis sore, dan aku akan menemani ayah mulai Jumat hingga Minggu. Jadi, tenang saja," jelas Summer dengan suara ceria.
"Tidak adil! Kenapa aku cuma dapat satu hari sementara ibu dapat dua hari? Dan ayah bahkan mendapat tiga hari," protes Lexter, tidak puas.
"Bagaimana kalau ibu juga ikut ayah ke peternakan hari Jumat, supaya bisa lebih lama bersama Brianna? Kita bisa mengunjungi pabrik keju, Bree. Nanti kita bisa buat keju sendiri dan membawanya pulang. Pasti seru!" ucap Lady Eleanor, terlarut dalam kegembiraannya.
"Tidak, tidak bisa begitu! Kamu harus temani kakak dua hari," protes Lexter lagi, menuntut lebih banyak waktu dengan Summer.
Summer menarik napas lembut. Kakaknya ini memang keras kepala, meskipun berbeda dengan Jonat―nama yang sebaiknya tidak disebut lagi―Lexter kadang terlalu posesif dan ingin selalu bersama Summer. Ketika Summer bertanya kenapa, Lexter menjawab bahwa ia terlalu senang tidak sendirian lagi, dan punya adik cantik yang imut adalah impiannya. "Kakak, bukannya kemarin kakak bilang ada janji di akhir pekan? Siapa itu namanya, So... Sonia? Sophia? Aku lupa. Kakak sering banget sih nyebut nama perempuan," ucap Summer, sedikit menunjukkan kekesalannya sambil melanjutkan makannya.
Suasana di meja makan mendadak hening. Summer menyadari kesalahannya. Ia baru saja membocorkan rahasia Lexter. "Siapa perempuan yang kau temui itu, Lexter?" tanya Sir Reginald dengan nada tegas, menatap Lexter tajam.
"Kenapa ibu baru tahu? Anak siapa dia? Apakah ibu kenal? Kenapa Brianna sampai bingung menyebutkan namanya?" tanya Lady Eleanor bertubi-tubi.
Lexter panik dan langsung menatap Summer, yang gelagapan. Ia tahu dirinya salah, tapi ia juga tidak ingin diinterogasi lebih jauh oleh orang tuanya tentang perempuan itu. Summer segera menyudahi makannya, membersihkan bibirnya, lalu mencium pipi Lexter, Sir Reginald, dan Lady Eleanor bergantian sebelum buru-buru melarikan diri. "Eeem... emm, Brianna harus pergi sekarang, Kakak, Ayah, Ibu. Ini sudah terlambat. Sampai jumpa saat makan malam nanti. Aku sayang kalian," ucap Summer cepat-cepat.
"Bree, tidak, kamu harus tetap di sini... Bree! Bree, aku ikut...," panggil Lexter, sedikit takut juga dengan reaksi orang tuanya.
"Tidak! Kau harus duduk di sini dan beritahu kami apa maksud Brianna!" perintah Sir Reginald, yang selalu serius jika menyangkut pasangan anak-anaknya. Ia tidak ingin Lexter melakukan hal buruk kepada seorang wanita di luar sana.
"Kenapa putriku yang satu itu tidak menghabiskan makanannya," gerutu Lady Eleanor.
"Jelaskan sekarang!" ucap Sir Reginald tegas.
Summer segera keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan di depan pintu oleh pelayan mereka. "Terima kasih, Sir Jerry," ucap Summer pada pelayan itu.
"You're welcome, Nona Brianna," jawab pelayan itu dengan sedikit membungkuk hormat.
Setelah duduk di kursi belakang, Summer menghela napas berat. Ada rasa bersalah dan sedikit takut kalau Lexter akan mengabaikannya setelah ini. Ia pun mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan kepada Lexter.
To: My Lovely Brother
Kakak, maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud mengatakannya. Jangan marah, ya. Minggu depan aku akan luangkan lebih banyak waktu untuk kita, setiap hari pun tak masalah. Tolong jangan marah padaku.
Summer menunggu sejenak, tetapi tidak ada balasan. Merasa cemas, ia melajukan mobilnya. Beberapa menit kemudian, rasa bersalahnya semakin kuat. Ia menepi, berniat mengecek kembali ponselnya. Saat ia membuka tasnya, terdengar suara notifikasi pesan masuk.
From: My Lovely Brother
Bree, tenang saja, aku tidak marah. Tapi aku akan ingat ini, ya. Minggu depan kamu benar-benar harus luangkan waktu untukku, tidak ada alasan lagi. Dan soal perempuan itu... kita bicarakan nanti. Hati-hati di jalan, adikku. Aku sayang kamu juga.
Summer tersenyum lega membaca balasan pesan dari kakaknya. Namun, saat melihat waktu di pesan tersebut, perasaan bersalah kembali muncul. Ada jeda sepuluh menit dari saat ia mengirim pesan hingga balasan dari kakaknya masuk. Summer membayangkan selama jeda itu, Lexter mungkin dimarahi oleh orang tua mereka. Rasa kasihan muncul, dan ia pun bertekad untuk menebus kesalahannya. Mungkin nanti ia juga akan membeli hadiah sebagai permintaan maaf.
*****
Di Panti Asuhan Butterfly, Summer langsung disambut oleh tawa riang anak-anak di sana. Penghuni panti ini bertambah sejak awal tahun, membuat Summer bertanya-tanya apa yang menyebabkan orang tua tega menitipkan bayi atau balita mereka ke panti. Kennis, sahabat lamanya yang kini menjadi salah satu pengurus panti, menyambutnya dengan hangat dan memeluknya erat. Meskipun Summer lebih sering berkunjung ke panti dalam enam bulan terakhir, Kennis tetap memeluknya dengan rindu seperti sudah lama tak bertemu. Summer menyadari bahwa mereka memang tak lagi bersama setiap hari seperti dulu, jadi wajar jika Kennis merasakan kerinduan.
Lady Eleanor yang memberikan ide untuk Summer bekerjasama dengan panti asuhan untuk membuat program pendidikan lanjutan bagi anak-anak di atas 18 tahun yang sudah keluar dari panti. Program ini bertujuan agar mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan mendapatkan penghasilan layak, sehingga dapat hidup mandiri di masyarakat. Selain itu, ide tersebut juga memungkinkan Summer berkunjung secara terang-terangan tanpa perlu khawatir tentang berita-berita miring yang mungkin muncul.
"Baik, begitu ya, Sister Marta dan Sister Kennis. Dari pihak Yayasan Meyer, kami akan melakukan sosialisasi terlebih dulu dengan anak-anak yang namanya sudah sister berikan. Kami akan menjelaskan berbagai jenis profesi dan mengenalkan jurusan-jurusan yang ada di kampus yang kami rekomendasikan. Namun, jika ada yang ingin mendaftar di kampus lain, kami akan mencoba membuat MoU terlebih dahulu untuk memastikan bahwa anak-anak asuh di sini tetap terjamin," jelas Summer kepada kepala Panti Asuhan Butterfly dan sahabatnya, Kennis.
"Saya sudah paham dengan rincian penjelasan dari Lady Brianna, dan nanti akan saya komunikasikan lagi dengan anak-anak panti," jawab Sister Marta dengan antusias.
"Terima kasih, Sister. Tapi saya ingatkan kembali, cukup panggil nama saya saja. Tidak perlu menggunakan terlalu formal seperti itu," ujar Summer dengan lembut.
"Ah, saya sungkan, Lady," ucap Sister Marta malu-malu, membuat Summer merajuk dan mengundang tawa dari Sister Marta dan Kennis.
"Oh, iya, apakah Lady Brianna ingin membantu mengurus anak-anak panti seperti biasa? Ini sudah pukul sebelas, dan ada beberapa bayi yang harus diberi susu dan tidur siang," tanya Kennis, yang ikut-ikutan memanggil Summer dengan formal. Summer hanya bisa pasrah mendengarnya.
"Ya, saya punya waktu sekitar tiga jam sebelum jadwal saya yang berikutnya. Tapi saya harap Sister Marta tidak keberatan jika saya ikut makan siang di sini juga," kata Summer dengan senyum.
"Oh, tentu saja tidak, Lady. Saya yang merasa tidak enak karena menunya seadanya," balas Sister Marta.
Summer memang selalu seperti ini, ikut membantu mengasuh anak-anak panti seperti dulu. Ia mengganti popok, memberi makan, memandikan, dan menidurkan mereka. Summer juga sering meluangkan waktu lama di panti ini. Saat pertama kali Summer ingin bergabung untuk makan siang, kepala panti asuhan sempat kebingungan karena menyajikan menu yang sederhana. Namun, Summer tidak pernah mempermasalahkan hal itu, karena makanan di Panti Asuhan Butterfly saat ini sudah sangat bergizi dan bervariasi meskipun tidak mewah.
Di sela-sela berkegiatan, Kennis mulai mengajak Summer berbincang. "Summ− Lady Brianna, apakah kau masih belum bertemu lagi dengan tunanganmu?" tanya Kennis dengan nada polosnya.
Summer tertawa geli mendengar Kennis mengubah panggilannya, tetapi tawa itu segera meredup saat topik pembicaraan beralih. Kennis sudah mendengar cerita tentang apa yang terjadi selama beberapa bulan terakhir, termasuk bagaimana panti asuhan mereka selamat secara dramatis setelah penangkapan Mr. Morington. Sahabatnya itu bahkan sempat histeris saat melihat foto Jonathan, mengklaim bahwa Summer sangat beruntung karena pria itu sangat tampan dan seksi menurutnya.
"Tidak, bukankah kemarin aku sudah menjelaskan?" jawab Summer dengan nada sedikit kesal. "Dia tidak pernah menghubungiku lagi, jadi aku juga tidak ingin menghubunginya lebih dulu. Bagaimana jika dia tidak menyukainya? Tapi sepertinya keluargaku tahu tentang kabarnya, meskipun Jonathan tidak pernah menghubungi mereka."
"Apakah kau merindukannya?" Kennis melontarkan pertanyaan yang langsung menusuk hati Summer, mengingatkan kembali perasaannya yang terpendam terhadap Jonathan.
Summer menunduk sedih, hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Kennis. "Jika kau terlalu rindu, kenapa tidak mencoba mencari tahu kabarnya? Jangan gengsi nanti, bagaimana jika kalian tidak bisa bertemu lagi selamanya? Kalau kau ditolak, bukankah kau bisa mengadu pada orang tuamu?" Kennis tersenyum, tetapi Summer mengerucutkan bibirnya mendengar kata "mengadu," yang membuatnya merasa seperti anak manja. "Lagipula, statusmu sekarang masih belum jelas, kan? Diputuskan atau masih bertunangan?" lanjut Kennis dengan nada menggoda.
Summer terdiam, merasakan beban yang semakin berat di hatinya. Kennis mungkin ada benarnya, tetapi rasa takut dan keraguan masih terlalu kuat untuk diabaikan. Di tengah kebingungan itu, Summer hanya bisa berharap bahwa waktu akan memberinya jawaban yang ia cari, meskipun ia tahu bahwa hatinya mungkin sudah memiliki jawabannya sejak awal.
Memang ya, sepertinya pekerjaan Mr. Jo ini sering menghilang. Apa maksudnya coba menggantungkan perasaan anak orang kayak gitu itu?
Terima kasih yang sudah vote, comment dan follow. Kawal terus ya cerita Mr. Jo dan Summer ini! 🙏🤗💞
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro