Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB XXV : Masa Jabatan Terakhir

Pagi itu, kabut tipis menyelimuti Eldoria, menambah kesan dingin dan hening di sekitar Istana Kerajaan. Jonathan melangkah mantap melalui koridor panjang istana, suara sepatunya bergema di antara dinding marmer yang megah. Meskipun hatinya bergejolak dengan berbagai perasaan, ia berusaha menjaga ketenangannya. Setelah berbicara dengan Lady Eleanor dan Sir Reginald, Jonathan memutuskan untuk bertemu dengan Raja, sebuah keputusan yang telah ia pikirkan matang-matang. Ia meminta Norin untuk mengatur pertemuan itu.

Namun, jawaban yang ia terima dari pihak istana mengejutkannya. Permintaannya disetujui, tetapi dengan syarat yang tak terduga. Ia harus hadir beberapa waktu setelah matahari terbit dan sebelum semua orang mulai beraktivitas. Jonathan merasa ada makna tersirat dalam syarat tersebut, yang membuatnya semakin waspada terhadap niat Raja.

Jonathan tidak bisa mengabaikan rasa segan dan sedikit takut yang muncul di dadanya. Sebagai bawahan, ia tahu betul kekuatan Raja, seorang pemimpin yang sulit dibaca. Wajah Raja selalu ramah, senyumannya tenang, namun matanya menyimpan sesuatu yang tak terungkap. Di balik sorot mata yang tajam dan penuh misteri itu, Jonathan selalu merasa bahwa sang Raja menyembunyikan pikiran-pikirannya dengan cermat, seolah ada kekuatan besar yang tersimpan di balik setiap kata dan gerakannya. Ini membuat Jonathan menyadari bahwa pertemuan ini mungkin akan menjadi lebih dari sekadar pengunduran diri, ini adalah pertemuan di mana ia harus menyiapkan diri untuk menghadapi sesuatu yang lebih besar dan tak terduga.

Namun, Jonathan meneguhkan hati. Ia tahu, pertemuan ini adalah langkah penting yang harus diambil, meskipun rasa gentar tak dapat sepenuhnya ia usir. Apa pun yang akan terjadi, ia telah siap menghadapi keputusan dan arahan dari Yang Mulia Raja.

Saat Jonathan tiba di depan pintu besar yang menuju ke ruang kerja Raja, dua pengawal dengan sigap membukanya, membiarkan Jonathan melangkah masuk. Ruangan itu sangat luas dan didekorasi dengan megah, menampilkan keagungan dan kekuasaan sang pemilik. Dinding-dindingnya dihiasi dengan potret-potret raja terdahulu, masing-masing memancarkan karisma dan wibawa yang berbeda, seakan menjadi saksi bisu perjalanan panjang kerajaan ini. Lampu gantung kristal yang menggantung di langit-langit memancarkan cahaya lembut, menciptakan suasana anggun namun tetap penuh wibawa.

Di ujung ruangan, Raja Edward duduk di balik meja kayu ek yang besar, di mana dokumen-dokumen penting tertata dengan rapi. Meski usianya hampir mencapai 70 tahun, Raja Edward masih memancarkan wibawa dan otoritas yang tak terbantahkan. Bahkan dalam balutan pakaian santai, aura kekuasaannya tetap terasa kuat. Ketika Jonathan mendekat, Raja Edward berdiri dari kursinya, menyambutnya dengan senyum ramah yang menambah kehangatan pada pertemuan itu.

"Jonathan, senang melihatmu. Silakan duduk," ucap Raja Edward dengan suara yang tenang namun tegas.

Jonathan membungkuk hormat sebelum duduk di kursi yang telah disediakan untuknya. "Yang Mulia, terima kasih telah meluangkan waktu untuk menerima saya hari ini," ujar Jonathan dengan penuh rasa hormat, meskipun pikirannya mulai berkecamuk.

"Ada apa gerangan kau ingin mendatangiku disaat diluar masih gaduh, Jonathan?" tanya Raja Edward dengan nada lembut namun menyiratkan sarkasme yang merujuk pada skandal keluarganya.

Jonathan menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. "Yang Mulia, saya akan langsung pada inti tujuan saya. Hari ini saya datang dengan maksud untuk mengajukan pengunduran diri saya sebagai Perdana Menteri Reveria."

Kata-kata Jonathan menggantung di udara, memicu keheningan yang tegang. Raja Edward tidak langsung merespons, tetapi pandangannya yang tajam menelusuri wajah Jonathan, seolah-olah mencari sesuatu yang lebih dalam di balik keputusannya.

"Saya merasa bahwa saya telah gagal memenuhi harapan yang dipercayakan kepada saya. Banyak keputusan saya yang menyebabkan kericuhan dan merugikan nama baik istana serta kerajaan. Saya khawatir jika saya terus menjabat, hal ini akan mengurangi kepercayaan rakyat terhadap pemerintah," lanjut Jonathan, dengan suara yang penuh ketulusan.

Raja Edward menatap Jonathan dengan tenang namun menelisik. "Jonathan, apa kau tahu tujuanku mengunjungimu pada hari ketika kau sadar dari koma?"

Jonathan terdiam sesaat, terkejut mendengar kata-kata Raja. Ia mengingat pertemuan itu dengan sangat jelas, sebuah pertemuan yang tidak pernah ia ceritakan kepada siapa pun. Hanya Norin dan Ethan yang tahu. Saat itu, Raja Edward datang menyamar, menghindari perhatian siapa pun, bahkan staf rumah sakit. Kunjungan yang sangat pribadi dan rahasia.

"Memberi dukungan?" tanya Jonathan, meski ragu, mencoba memahami apa yang sebenarnya dimaksud oleh Raja.

Mata Raja Edward menatap Jonathan tajam, "Aku tahu semuanya."

Jonathan mengerutkan kening, bingung. "Maksud Anda?"

"Aku tahu siapa dia, aku tahu siapa dalang utamanya, dan aku tahu segalanya. Tentang kehancuran East End, tentang pelaku percobaan pembunuhanmu, dan semua skandal itu. Hanya satu keluarga yang bertanggung jawab untuk semua ini, Alden."

Jonathan terkejut, ia mengetahui bahwa Raja Edward memiliki mata dan telinga di seluruh kerajaan. Namun, ia tidak menyangka bahwa Raja tahu sejauh itu dan memilih untuk memanfaatkannya. "Anda memanfaatkan saya?" Jonathan bertanya, suaranya bergetar karena menahan amarah.

"Bukankah itu adil? Kita sedang bekerja sama. Kau memenuhi ambisimu, dan aku memenuhi ambisiku. Tujuan kita sama, yaitu membawa kesejahteraan bagi kerajaan ini," ucap Raja Edward dengan nada santai, seolah apa yang diucapkannya adalah hal yang wajar.

Jonathan kini sadar betapa dalamnya kejahatan yang dilakukan oleh ayah dan adiknya, mungkin bahkan seluruh keluarga Alden. Ia juga tahu betapa sulitnya menjatuhkan musuh Raja yang beroperasi di balik layar, memperburuk keadaan di East End, menjadi bagian dari perdagangan manusia, penjualan organ ilegal, korupsi, dan masih banyak lagi kejahatan lainnya. Namun, kemarahan Jonathan membara mengetahui bahwa dirinya, sebagai anggota keluarga Alden, telah dimanfaatkan untuk menghancurkan keluarganya sendiri.

"Kau akan tetap menjabat sebagai Perdana Menteri, Jonathan," dalam keheningan Raja Edward berbicara, suaranya tegas dan tidak bisa diganggu gugat. "Aku menolak pengunduran dirimu, karena aku percaya bahwa kau masih memiliki banyak hal yang bisa kau berikan untuk negeri ini. Dan aku akan berada di sisimu untuk memastikan kita mencapai tujuan kita bersama."

Jonathan memberanikan diri menatap Raja Edward, menyadari bahwa tidak ada kata-kata yang bisa menentang keputusan tersebut. Ucapannya adalah titah yang tidak bisa diganggu gugat. Sehebat apapun Jonathan, dia tetap hanya seorang pemain dalam permainan besar yang dikuasai oleh pemimpin tertinggi, seperti bidak catur yang tidak bisa bergerak tanpa perintah sang raja.

Dengan penuh hormat, Jonathan bangkit dari kursinya dan menunduk dalam-dalam. "Saya berterima kasih atas waktu dan kepercayaan yang telah diberikan. Saya akan menjalankan sisa masa jabatan saya sebaik mungkin." Setelah menerima anggukan sebagai tanda persetujuan untuk meninggalkan ruangan, Jonathan menatap Raja Edward untuk terakhir kalinya sebelum beranjak. Ia meninggalkan ruangan dengan perasaan amarah yang terpendam, merasa semakin sesak dengan semua kenyataan yang ia ketahui ini.

*****

Sejak pertemuannya dengan Raja, Jonathan tampak semakin pendiam. Summer menyadari bahwa mata Jonathan kehilangan gairah yang biasanya ia miliki. Meskipun Jonathan mengungkapkan bahwa pengunduran dirinya telah ditolak, Summer merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar penolakan tersebut. Perubahan sikap Jonathan menunjukkan bahwa beban emosionalnya jauh lebih berat daripada yang ia akui.

Keesokan harinya, Jonathan kembali bekerja dengan tekun, seperti biasanya, menyelesaikan tugas-tugas negaranya dengan penuh keseriusan. Namun, Norin sering mengeluh kepada Summer tentang perubahan sikap Jonathan. "Nona, saya tidak tahu apa yang terjadi dalam pertemuan dengan Yang Mulia Raja. Namun, sejak pertemuan itu, Tuan Jonathan terlihat semakin murung. Dia bekerja dalam diam, lembur hingga larut malam, dan sering mengabaikan makannya. Saya khawatir beliau akan jatuh sakit," kata Norin pada Summer saat Jonathan berkunjung ke kastil keluarga Meyer di akhir pekan.

Mendengar kekhawatiran Norin, Summer mulai sering berkunjung saat makan siang dan mengirimkan makanan untuk makan malam. Ia juga melakukan panggilan video call untuk memastikan Jonathan menghabiskan makannya. Summer berusaha memberikan dukungan emosional dan perhatian di tengah kesibukan Jonathan yang semakin menguras tenaga.

Puncaknya terjadi saat perayaan Tahun Baru di istana, empat bulan sebelum masa jabatan Jonathan berakhir. Kondisi kesehatannya semakin memburuk, kemungkinan akibat stres berkepanjangan atau dampak dari penyesuaian tubuhnya dengan musim dingin setelah percobaan pembunuhan yang menyebabkan gangguan pada fungsi paru-parunya. Setelah memberikan salam pada anggota keluarga kerajaan, Jonathan langsung mengajak Summer pulang, memutuskan untuk mengakhiri kegiatannya bersosialisasi dengan teman-teman baru yang dikenalkan oleh Lady Eveline. Jonathan tampak semakin kelelahan dan tidak mampu menikmati perayaan yang seharusnya meriah.

"Kenapa pulang lebih dulu? Bahkan ini belum sampai pertengahan acara. Bukankah kau bilang ingin melihat kembang api bersama?" tanya Summer dengan nada yang sedikit kesal, merasakan Jonathan membuatnya terburu-buru. Ia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang tanpa menoleh ke Jonathan.

"Yeah, I'm sorry, Bree," jawab Jonathan dengan napas terengah-engah, suara berat yang menunjukkan bahwa dirinya sangat kelelahan.

Jonathan duduk di samping Summer dengan tenang, sementara mobil melaju beberapa meter. Ia menggenggam tangan Summer, mencoba memberikan rasa nyaman meskipun keadaan tidak mendukung. Summer merasa seperti Jonathan sedang berusaha membujuknya untuk tidak marah, tetapi ia tetap memilih untuk menatap ke depan, tidak ingin menunjukkan emosinya.

Beberapa kali, saat Jonathan kembali aktif menjalankan tugasnya, ia sering diundang ke acara-acara kerajaan seperti perayaan Tahun Baru ini. Summer, yang biasanya terlibat dalam obrolan ringan dengan para wanita bangsawan tentang topik seperti acara amal, kecantikan, serta pendidikan atau pengembangan diri. Kini lebih sering mendampingi Jonathan, berkeliling bersamanya untuk menyapa tamu-tamu penting dan terlibat dalam diskusi berat mengenai keadaan sosial, ekonomi, dan politik Reveria. Peranannya sebagai pendamping Jonathan membawanya jauh dari suasana santai acara sosial yang biasanya dinikmati. Pada perayaan Tahun Baru kali ini, Summer merasa ingin sedikit bersantai, karena sebelumnya Jonathan mengatakan bahwa tidak ada agenda kerajaan yang berat, seperti menyambut utusan negara atau sejenisnya.

"Ugh...," lenguh Jonathan, membuat Summer langsung menoleh dengan panik. Jonathan telah merapatkan tubuhnya ke kursi, memegangi dadanya dengan kesulitan bernapas.

"Jo!" seru Summer, suaranya penuh kekhawatiran. "Pak, tolong segera ke rumah sakit!" teriaknya pada sopir mereka. Sopir itu segera menghubungi para ajudan lewat sistem komunikasi untuk meminta pengawalan ke rumah sakit.

"Bree," ucap Jonathan sambil meraba tangan Summer untuk digenggam.

"Ya, aku di sini. Jangan panik, berusahalah untuk tetap sadar, tetap buka matamu," kata Summer, berusaha menenangkan sambil menyeka air mata yang mengancam keluar.

"Bree... aku... butuh kamu di sini," kata Jonathan dengan napas yang tersengal-sengal.

"Jonathan, aku di sini," jawab Summer lembut, meski suaranya bergetar. "Aku akan tetap bersamamu."

"Terima kasih," gumam Jonathan dengan suara yang hampir tak terdengar, namun tangannya masih menggenggam tangan Summer dengan erat.

Setibanya di rumah sakit, Jonathan segera dibawa ke ruang gawat darurat sementara Summer mengikuti dengan cemas di belakang. Jonathan berbaring di meja periksa, wajahnya tampak pucat dan napasnya berat. Ketika dokter dan perawat tiba, mereka meminta Summer untuk menyingkir dari pinggir kasur agar Jonathan bisa diberi penanganan medis dengan leluasa. Namun, saat Summer melepaskan tangannya, Jonathan menatapnya dengan tatapan yang penuh permohonan.

"Aku akan tetap di sini," ucap Summer dengan keyakinan, sambil memberikan tatapan yang menenangkan.

Saat Summer menunggu di luar ruang darurat, hatinya berdebar kencang. Ia tahu bahwa Jonathan membutuhkan semua dukungan dan kekuatan yang bisa diberikannya, dan ia bertekad untuk tetap berada di sisi Jonathan hingga semuanya kembali normal.

Sudah menuju ending, apakah kalian punya ekspektasi tentang akhir kisah mereka? Sad atau happy ending? 🤔

Terima kasih yang sdh mampir dan memberi vote juga commentnya 🙏🤗💞

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro