BAB XXIX : Pertemuan Kembali
Matahari perlahan mulai tenggelam, bersiap kembali ke peraduannya, sementara lampu-lampu rumah penduduk mulai menyala satu per satu. Jonathan akhirnya tiba di vila keluarga Meyer di Belsar. Meskipun bangunan vila ini lebih kecil dibandingkan kastil megah yang berada di pinggiran ibu kota, luas tanah yang menaungi kawasan peternakan tempat vila ini berdiri sangatlah luas. Cahaya temaram dari lampu teras menciptakan suasana yang damai, namun perasaan damai itu tidak sepenuhnya dirasakan oleh Jonathan. Ia merasakan jantungnya berdebar lebih cepat saat turun dari mobil, berusaha mengumpulkan keberanian untuk melangkah masuk.
Di pintu depan vila, ia disambut oleh seorang pelayan yang ramah. Pelayan itu, yang merasa asing dengan wajah Jonathan, dengan sopan menanyakan keperluannya dan siapa dari keluarga Meyer yang ingin ditemui. Jonathan menjawab bahwa ia ingin bertemu dengan Sir Reginald. Mendengar itu, pelayan tersebut segera mengantar Jonathan menemui kepala keluarga Meyer sekaligus ayah angkat dari tunangannya. Pikiran tentang status Sir Reginald sebagai "ayah tunangan" membuat Jonathan semakin gugup, ia merasa bahwa statusnya sebagai mantan Perdana Menteri tidak akan berarti apa-apa jika ayah sang tunangan memutuskan untuk memakinya, atau bahkan lebih buruk, mencengkeram kerahnya karena meninggalkan putrinya sendirian.
Saat tiba di teras belakang, Jonathan mendapati Sir Reginald sedang bersama Lexter, menikmati pemandangan matahari terbenam di atas hamparan ladang hijau yang luas sambil menyeruput kopi hangat. Kedua pria keluarga Meyer itu segera menyadari kedatangan Jonathan, menghentikan percakapan mereka, dan berdiri. Sir Reginald menyambut Jonathan dengan ekspresi serius, sementara Lexter memberikan tatapan tajam, seolah-olah bersiap menghajarnya.
"Selamat datang, Jonathan," kata Sir Reginald dengan nada yang terkontrol. "Kami sudah menunggu kedatanganmu."
Jonathan menelan ludah, merasakan ketegangan yang membara di antara mereka. "Terima kasih, Sir Reginald. Saya datang ke sini karena... saya ingin menjelaskan dengan baik tentang pertunangan saya dan Brianna."
Lexter menyilangkan tangan di dadanya, tatapannya tetap tak bergeming dari Jonathan. "Menjelaskan apa, Jo? Melihat perilakumu yang pergi begitu saja selama berbulan-bulan, sepertinya tidak butuh penjelasan. Apakah kau benar-benar serius dengan pertunangan ini? Atau ini hanya permainan bagimu?"
Pertanyaan Lexter langsung menusuk Jonathan, membuatnya terdiam sejenak. Ia tahu bahwa ini adalah momen yang sangat penting, dan apapun yang akan ia katakan akan menentukan masa depannya dengan Summer. Keluarga Meyer tidak akan sembarangan memberikan izin untuk seseorang yang ingin masuk ke dalam lingkaran mereka.
"Saya serius dengan hubungan ini, Lexter," jawab Jonathan akhirnya, suaranya tenang tetapi tegas. "Saya mungkin tidak memulai ini dengan cara yang benar, tetapi perasaan saya terhadap Brianna sangat nyata. Saya tahu bahwa saya membuat kesalahan dengan membiarkan semuanya menggantung tanpa kepastian, dan saya menyesalinya. Itu sebabnya saya ada di sini sekarang, untuk memperbaiki semuanya dan menunjukkan bahwa saya serius."
Sir Reginald mengamati Jonathan dengan mata yang penuh pengalaman, mencari kejujuran di balik kata-kata itu. "Kau tahu, Jonathan," katanya pelan, "Menjadi bagian dari keluarga ini berarti kau harus benar-benar yakin dengan apa yang kau inginkan. Kami tidak ingin ada kebingungan atau keraguan, terutama ketika menyangkut perasaan Brianna. Meskipun kau yang memintanya bergabung dengan keluarga kami, sekarang dia sudah menjadi bagian dari keluarga Meyer dan putri saya."
Jonathan mengangguk pelan. "Saya mengerti, Sir Reginald. Itulah sebabnya saya ingin berbicara dengan Summer secara langsung, agar saya bisa menjelaskan segalanya dengan jelas. Saya ingin dia tahu betapa pentingnya dia bagi saya. Dan setelah itu, saya ingin meminta izin kepada Anda untuk menikahi putri Anda."
Sir Reginald dan Lexter sempat menampilkan ekspresi terkejut sebelum dengan cepat menormalkannya. Lexter mengubah tatapannya menjadi skeptis, meskipun masih ada kesan sedikit mengejek dalam sorot matanya, seperti saat mereka saling menggoda. "Kalau begitu, kau harus membuktikan niatmu, Jo. Kami semua di sini sangat peduli pada Brianna, dan kami tidak ingin melihatnya terluka lagi."
Jonathan mengangguk sekali lagi, menyadari betapa dalamnya kasih sayang yang dimiliki keluarga Meyer terhadap Summer. Ia tahu bahwa tugasnya tidak akan mudah, tetapi ia siap untuk melakukan apapun demi mendapatkan kesempatan kedua dengan Summer.
"Baik," kata Sir Reginald akhirnya. "Kita akan lihat bagaimana kau menanganinya, Jonathan. Tapi ingat, kau hanya memiliki satu kesempatan ini. Jangan sia-siakan."
Jonathan menerima kata-kata itu dengan penuh kesadaran. Ia tahu bahwa selama ini ambisinya telah membuat segala sesuatunya kacau. Meskipun rintangan ini belum berakhir karena ia masih harus bertemu dengan Summer, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menyerah, tidak akan mundur. Ia akan menemui Summer, dan apapun yang terjadi, ia akan memastikan perasaan yang terpendam di hatinya tersampaikan dengan sejujurnya.
*****
Tidak lama berselang, Summer dan Lady Eleanor kembali dari pabrik pembuatan keju, masing-masing membawa toples besar keju yang sedang di fermentasi. Mereka membuka pintu dengan ceria, sambil bersenda gurau, namun ekspresi mereka berubah saat melihat ketiga pria yang sedang berada di ruang santai. Mereka segera mengenali sosok yang sempat mereka bicarakan siang tadi—Jonathan. Melihatnya di sini membuat Summer merasa tidak siap untuk mengungkapkan perasaannya secepat ini. Ia baru saja mengumpulkan tekadnya beberapa jam sebelumnya, dan kini jantungnya berdegup kencang menghadapi situasi yang mendadak tegang ini.
"Bree, letakkan toples-toples ini di dapur. Setelah itu, pergilah ke kamarmu dan bersihkan dirimu. Ibu akan memanggilmu saat makan malam siap," kata Lady Eleanor dengan nada tegas. Summer sedikit ragu, tapi segera pergi setelah melihat ekspresi serius Lady Eleanor, yang tampak seperti akan menginterogasi Jonathan—atau lebih tepatnya, seperti akan menguliti tunangannya itu.
Summer mengikuti perintah dan menuju kamarnya. Waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan diri dan bersiap tidak lama, hanya sekitar 20 menit. Namun, Lady Eleanor melarangnya keluar dari kamar sampai makan malam siap. Selama menunggu, Summer duduk gelisah di pinggir tempat tidurnya, tangannya memilin-milin. Pikirannya penuh dengan Jonathan dan berbagai pertanyaan yang ingin ia ajukan. Dengan tekad yang menguat, ia memberanikan diri untuk keluar. Betapa terkejutnya Summer saat melihat Jonathan bersandar di dinding depan kamarnya, menunggunya.
Jonathan segera menegakkan tubuhnya dan mendekati Summer. Pakaiannya masih sama seperti saat mereka bertemu di ruang tengah keluarga. Senyum menawannya tampak kontras dengan mata birunya yang memancarkan kesedihan. Melihat ekspresi Jonathan, Summer merasa campur aduk—ada rasa kesal karena, seharusnya, dialah yang merasa sedih, tetapi justru orang yang meninggalkannya selama berbulan-bulan terlihat lebih frustasi dari dirinya.
"Jonathan?" Suara Summer bergetar lembut, mencoba untuk menyembunyikan ketegangan yang dirasakannya. "Kenapa kamu di sini?"
Jonathan mendekat dengan langkah pelan, senyumnya yang menawan semakin kontras dengan kesedihan mendalam di matanya. "Bree, bolehkah aku minta waktumu untuk berbicara?"
Summer tidak menjawab, tetapi Jonathan seperti biasa menangkap itu sebagai persetujuan. Tanpa sadar, ia sudah digiring masuk kembali ke kamar. Mereka duduk di pinggir tempat tidur Summer. "Bree, aku... aku ingin meminta maaf. Maaf karena meninggalkanmu tanpa penjelasan. Aku tahu betapa sulitnya itu bagimu, dan aku sangat menyesal."
Summer menelan ludah, rasa kesal di hatinya masih membara. "Mengapa kau baru menyesal sekarang? Bukankah seharusnya aku mengikuti semua perintahmu? Walaupun kau pernah mengatakan ingin tunangan yang setara dan bisa memberikan pendapat, kau pergi tanpa meminta pendapatku."
Jonathan menghela napas, tampak berat hati. "Aku minta maaf untuk itu, maaf telah mengabaikan hakmu untuk berpendapat. Ketika aku pergi, aku merasa sangat kecewa dan menyesal pada keluargaku dan negara ini, dan aku berniat mencari kedamaian. Aku tahu tidak ada alasan yang bisa membenarkan apa yang kulakukan. Aku merasa bersalah karena membuatmu merasa terabaikan. Tapi yang kudapatkan dalam kepergianku hanyalah kehampaan, dan satu hal yang aku tahu, aku tidak bisa terus menjalani hidupku tanpamu. Aku bertekad untuk mengatakannya padamu, bahwa aku mencintaimu dan ingin kau berada di sisiku."
Summer merasa bersimpati dengan kesedihan Jonathan. Ia terkejut dengan pengakuan Jonathan dan merasakan rasa lega bahwa Jonathan memiliki perasaan yang sama dengannya. Namun, ia masih merasa ragu dengan perkataan Jonathan. "Bagaimana bisa kamu begitu yakin bahwa itu cinta, Jonathan? Setelah semua yang terjadi?"
Jonathan menatap Summer dengan penuh keyakinan. "Karena aku selalu mengingatmu. Tanpa sadar, semua kegiatan yang kulakukan terasa hambar tanpa kehadiranmu di sampingku. Aku sebenarnya sudah merasakan ketertarikan ini sebelum aku pergi, tetapi setiap kali aku berusaha menjauh dari perasaan ini, aku justru semakin tidak bisa melepaskan dirimu. Dan puncaknya, saat aku pergi, aku baru menyadari betapa besar rasa cintaku padamu. Aku tahu mungkin aku sudah terlambat untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya, tetapi aku ingin kamu tahu bahwa perasaan ini sangat nyata. Aku mencintaimu lebih dari apapun, dan aku tidak bisa membiarkan kita berakhir seperti ini."
Summer merasakan air mata mulai menggenang di matanya. "Jonathan, aku... sebelum kau sampai di sini, aku juga bertekad ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu. Tapi sekarang aku takut kalau kau akan meninggalkanku lagi, menganggapku tidak penting."
Ada rasa senang yang membuncah dalam dada Jonathan mendengar bahwa Summer juga memiliki perasaan yang sama. Ia melangkah lebih dekat dan mengambil tangan Summer dengan lembut. "Bree, aku tahu betapa sulitnya ini untukmu. Aku hanya ingin kesempatan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahanku dan membuktikan padamu bahwa aku serius tentang hubungan kita. Jika ada satu hal yang aku tahu dengan pasti, itu adalah betapa aku ingin melanjutkan hidupku bersamamu."
Summer menatap mata biru Jonathan, merasakan ketulusan dalam setiap kata yang diucapkannya. Meskipun kebingungannya masih ada, ia mulai merasakan pengertian yang mendalam terhadap perasaan Jonathan. "Jonathan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku ingin kita mencoba hubungan ini secara nyata, seperti pasangan yang bertunangan pada umumnya. Masing-masing dari kita harus memiliki kedudukan yang sama."
Jonathan mengangguk penuh pengertian. "Tentu saja, Bree. Aku juga menginginkan hal itu. Mari kita berusaha untuk hubungan ini. Tapi aku ingin kau juga meyakini betapa aku mencintaimu dan betapa aku ingin memperbaiki semua ini. Jangan menangis lagi, ya?" ucapnya lembut.
Summer mencoba mengontrol dirinya, menghela napas panjang. Rasa kesal dan kemarahan yang sebelumnya mengganggu hatinya kini sedikit mereda. Ia memikirkan nasihat Lady Eleanor tadi siang, tentang bagaimana menjadi pasangan yang sebenarnya memerlukan penyesuaian, komunikasi yang baik, dan saling menyayangi. Ia merasa sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata Jonathan. "Baiklah, Jo. Mari kita sama-sama berusaha."
Jonathan memberikan Summer sebuah senyuman lembut. "Terima kasih, Bree. Aku sangat menghargai kesempatan ini."
Dengan wajah malu-malu dan berusaha mengatur napasnya karena menangis tadi. Summer bertanya pada Jonathan untuk menghilangkan kecanggungan. "Kemana kau pergi selama ini? Dan apa yang kau lakukan di sana?"
"Aku pergi ke Italia. Pemandangannya sangat indah, dan aku akan mengajakmu bersama nanti untuk tur yang aku pandu sendiri, gratis. Tidak banyak kegiatan yang kulakukan, aku mengikuti beberapa komunitas untuk mendaki gunung, memanjat tebing, atau berselancar angin. Aku lebih sering duduk merenung di restoran pinggir danau sambil menikmati wine dan pizza."
Kening Summer berkerut, dan Jonathan merasa sedikit was-was dengan reaksinya. Lexter pernah mengatakan bahwa perubahan suasana hati wanita yang tiba-tiba patut diwaspadai. "Apa kau gila?" teriak Summer tanpa sadar.
"K-ke... kenapa?" tanya Jonathan, sedikit ketakutan.
"Kau baru sembuh tahun lalu? Kenapa kau melakukan kegiatan ekstrem seperti itu? Bagaimana dengan pinggangmu? Kakimu juga, bagaimana jika tiba-tiba tidak bisa digerakkan? Dan berselancar angin, bagaimana jika kau jatuh ke air dan pernapasanmu terganggu?" tanya Summer bertubi-tubi.
Jonathan tersenyum melihat betapa pedulinya Summer padanya. Ia menarik tangan Summer, yang tanpa sadar sudah berdiri menunjuk-nunjuk, dan membuatnya terduduk di pangkuannya. "Terima kasih atas kekhawatiranmu, Bree. Kemarin aku tidak merasakan apa-apa. Tapi setelah kembali ke sini, aku baru merasakan tubuhku terasa sakit," ucap Jonathan dengan nada lembut dan sedikit berdrama.
"Huh, itu pasti hanya akal-akalamu!" ucap Summer memalingkan wajahnya dengan kesal dan bibir yang maju.
Mereka asyik bersendau gurau, sementara anggota keluarga lainnya yang mendekati kamar Summer karena mendengar teriakannya tadi, hanya terkikik senang mendengar percakapan dua pasangan yang sedang kasmaran itu. Sedangkan kepala keluarga Meyer, mulai merasa was-was meninggalkan pasangan itu berdua.
Terima kasih yang sudah mampir 🤗 💞
Jangan lupa vote, comment dan follow ya 🙏❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro