Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB IX : Ancaman & Tawaran

Eldoria, Reveria, 2017.

Tiga pria asing itu mengaku membawa Summer atas perintah Jonathan Alden. Mereka membawanya kembali ke Eldoria dengan helikopter, yang memakan waktu 2,5 jam. Summer mendarat di lapangan udara kecil yang belum pernah ia ketahui. Range Rover SV Carmel Edition sudah siap menjemputnya. Selama perjalanan, Summer diperlakukan dengan baik; tidak ada tangan yang diikat, mata yang ditutup, atau mulut yang disumpal. Tiga pria tersebut tidak banyak bicara dan berpisah mobil. Summer duduk bersebelahan dengan pria berwajah seram. Setelah 20 menit perjalanan, Summer mulai mengenali area jalanan yang mereka lewati. Mobil terus bergerak menuju pusat ibu kota, melewati istana dan kantor-kantor pemerintahan, lalu masuk ke sebuah kompleks perumahan elit.

"Kita sudah sampai, Nona. Silahkan turun," ucap pria berwajah seram itu yang bersuara sesopan mungkin.

Summer tidak berkata apa-apa, hanya mengikuti permintaan pria itu. Rumah yang ia datangi tampak tidak terlalu luas, hanya ada taman kecil di depannya. Mobil yang mereka tumpangi bahkan tidak bisa diparkir di halaman rumah. Namun, saat masuk ke dalam, Summer mengerti mengapa rumah ini termasuk dalam perumahan elit. Interior rumah bergaya klasik dan elegan, dengan seluruh ruangan dicat putih, dilengkapi lukisan-lukisan kuno di dinding, dan interior mewah yang memancarkan kenyamanan serta keanggunan.

'Tapi, rumah siapa ini?' pikir Summer.

Summer dikejutkan oleh langkah kaki yang menuruni tangga kayu. Seorang pria dengan wajah familiar muncul dan membungkuk hormat. "Selamat datang, Nona. Saya Norin, sekretaris Tuan Alden. Beliau meminta Anda untuk beristirahat terlebih dahulu karena baru tiba dini hari di Eldoria. Besok pagi, kami akan mengantar Anda ke rumah sakit. Pria yang datang bersama Anda ini, Ethan, akan menjaga Anda bersama dua temannya."

'Menjaga? Aku lebih yakin jika mereka ada disini untuk mengawasiku dan mencegahku kabur dari tempat ini,' pikir Summer penuh curiga.

Norin mengantar Summer ke sebuah kamar. Meski tubuhnya lelah, pikiran Summer masih bergejolak. Ia bertanya-tanya mengapa Jonathan Alden ingin bertemu dengannya. Mengumpulkan keberanian, ia bertanya kepada Norin, "Kenapa Tuan Jonathan Alden ingin bertemu dengan saya?"

Norin berhenti di depan sebuah kamar, menatap Summer sejenak sebelum tersenyum dan membuka pintu. "Hal itu akan Anda ketahui besok," jawabnya singkat.

Tidak puas dengan jawaban itu, Summer terus memandang Norin, menunjukkan bahwa ia menginginkan jawaban yang lebih jelas. Norin merasakan tatapan itu, dan dengan nada tenang, ia berkata, "Namun, saya sudah memberitahu beliau bahwa kartu akses penthouse kita tertukar."

Summer terkejut. "Apakah semua ini direncanakan oleh pihak Tuan Jonathan Alden?" tanyanya penuh kecurigaan.

Norin menatapnya dengan penuh keheranan. Ia tidak menyangka penolong Jonathan Alden yang menemukan perdana menteri itu sekarat dan bersimbah darah di depannya bisa menanyakan hal seperti itu. Namun, merasa tidak perlu menjelaskan lebih lanjut, Norin malah memberi tahu apa yang harus dilakukan keesokan pagi. "Di ujung sana adalah walk-in closet. Anda bisa membersihkan diri di kamar mandi dalamnya. Ada beberapa pakaian dan aksesori yang bisa Anda gunakan. Apakah Anda biasa merias diri sendiri? Jika tidak, saya akan memanggil jasa MUA untuk Anda besok."

Summer mendengus, sedikit kesal karena merasa bertanya kepada orang yang salah. "Saya bisa melakukannya sendiri. Anda ingin saya berdandan sebagai siapa?"

Norin mengerutkan kening, tampaknya menyadari bahwa Summer mengira Jonathan ingin memberikannya pekerjaan. "Anda tidak perlu menjadi siapa pun. Tuan Jonathan hanya meminta Anda merias diri dan berpakaian yang pantas karena Anda akan bertemu dengannya di ruang publik, di sebuah rumah sakit umum," jelas Norin dengan nada datar.

Summer hanya terdiam, bingung dengan situasi ini. "Apakah ada lagi yang ingin Anda tanyakan? Jika tidak, saya akan undur diri. Besok saya akan menjemput Anda pukul tujuh pagi," kata Norin sebelum pergi meninggalkan Summer sendiri dengan pikirannya.

*****

Summer masih terduduk menyender pada kepala ranjang di kamar yang ia tempati. Dirinya sama sekali tidak bisa tidur, tubuhnya selalu pada mode waspada. Pikirannya pun penuh dengan banyak prasangka mengenai pertemuannya dengan Jonathan, ia pun bahkan sudah pasrah jika pertemuan ini adalah bentuk pengadilan tidak langsung yang akan menyebabkan dirinya di penjara. Summer pun berpikir untuk menyampaikan permohonan agar menolong para yatim piatu di Panti Asuhan Butterfly, sebelum hukumannya ditetapkan.

Summer pun memaksakan dirinya bangkit dari tempat tidur yang kenyamanannya berkali lipat dengan miliknya di panti asuhan. Setelah membersihkan diri, Summer dibuat tercenung dengan semua barang yang ada di walk-in closet. Ini pertama kalinya dirinya berdandan untuk dirinya sendiri, ia sempat kebingungan harus menggunakan pakaian yang mana.

Summer memilih sebuah mini dress yang elegan, panjangnya mencapai mata kaki dengan lengan panjang. Gaun itu terbuat dari perpaduan renda guipure yang halus dan katun, berwarna putih dengan aksen biru yang lembut, memberikan kesan yang anggun dan berkelas. Potongan gaunnya sederhana namun klasik, menonjolkan keanggunan tanpa berlebihan.

Untuk melengkapi penampilannya, Summer mengenakan sepasang pumps shoes yang dihiasi dengan bunga kristal di bagian atas, memberikan sentuhan glamor yang halus. Sepatu itu mengkilap dengan kilauan lembut yang memantulkan cahaya, menambahkan aura kemewahan pada penampilannya.

Rambutnya ditata dengan sederhana namun rapi, dibiarkan tergerai dengan gelombang alami yang memberikan kesan elegan. Ia menambahkan aksesori sederhana berupa anting mutiara kecil dan gelang tipis yang melingkar di pergelangan tangan, mempertegas kesan bangsawan yang anggun. Riasannya lembut dan alami, dengan sentuhan lipstik merah muda lembut yang menyempurnakan keseluruhan penampilannya.

Tak lama setelah Summer selesai, pintu ruangan diketuk. "Nona, saya Norin. Apakah Anda sudah selesai bersiap?"

Summer pun membuka pintu, "Ya, saya sudah siap."

Sejenak, Norin tertegun melihat Summer. Penampilan lusuh yang dilihatnya kemarin telah berganti menjadi penampilan yang memancarkan keanggunan dan kelas, memberikan kesan kebangsawanan yang alami, penuh ketenangan dan percaya diri.

"Mari silahkan, saya sudah menyiapkan sarapan untuk Anda," jelas Norin menggiring Summer untuk ke ruang makan.

Di sana, seorang pelayan perempuan sedang menata meja. Summer duduk di kursi yang disiapkan, memandangi makanan itu sejenak. "Kami tidak akan mencelakakan Anda," terang Norin, membuat Summer sedikit terkejut.

Norin berdiri tak jauh dari Summer, mengamati setiap gerak-geriknya. Ia kembali terkejut melihat etika makan Summer yang sempurna, bahkan dalam memilih alat makan. Meski begitu, Summer tampak tidak bernafsu makan dan hanya mengambil beberapa suap. "Mari kita berangkat sekarang. Saya sedikit tidak nafsu makan. Pembicaraan dengan Tuan Jonathan harus disegerakan; aku ingin semua urusan ini cepat selesai," kata Summer tegas.

Ia menyeka mulutnya dan bangkit. Sedetik, Norin merasa kepribadian wanita misterius ini sangat cocok dengan bosnya. Baru beberapa jam, tapi ia sudah dibuat tidak tenang.

Perjalanan menuju rumah sakit hanya memakan waktu sepuluh menit. Mobil diarahkan ke belakang rumah sakit, menghindari kerumunan wartawan di depan. Summer mengikuti Norin yang menyusuri lorong-lorong rumah sakit, melewati beberapa pintu yang dijaga oleh petugas. Norin berhenti di depan sebuah kamar, dan jantung Summer berdebar kencang. Saat melangkah masuk, ia melihat ruangan luas dengan sebuah ruang tamu. Di sana juga terdapat kamar untuk penunggu pasien. Beberapa langgkah ke dalam, Summer akhirnya melihat Jonathan berbaring di tempat tidur, mengenakan masker oksigen. Norin membungkuk memberi hormat dan mempersilakan Summer duduk di dekat tempat tidur Jonathan. Mata biru Jonathan, yang sebelumnya tampak sendu, kini menatap tajam.

" Siapa namamu?" tanya Jonathan, suaranya lemah namun tegas, membuat Summer sedikit terkejut.

"Saya tidak punya nama," jawab Summer, membuat Jonathan mengerutkan dahi.

"Kenapa kau bisa ada di penthouse milikku?" tanya Jonathan dengan nada yang lebih keras.

"Saya memiliki pekerjaan di hotel. Seharusnya saya pergi ke Whitehall Penthouse malam itu, tetapi kartu akses saya tertukar dan saya tidak sengaja memasuki kamar Anda," jawab Summer dengan tenang.

"Apa kau seorang pelacur?" tanyanya dengan nada dingin.

Pertanyaan itu membuat Summer marah, tetapi ia menahan diri. "Sir, saya bekerja di hotel, bukan berarti saya menjual tubuh saya. Saya bukan wanita seperti itu," jawab Summer dengan tegas, menahan geram. "Saya bahkan menyesal telah menolong Anda. Beberapa hari ini saya hidup dalam ketakutan, padahal saya tidak melakukan sesuatu yang mencelakakan Anda."

"Kau sungguh tidak punya nama?" ulang Jonathan, suaranya lebih dingin.

"Secara resmi tidak," jawab Summer dengan nada getir. "Tapi teman-teman saya memanggil dengan sebutan Summer."

Mata biru Jonathan terus menatap Summer, memperhitungkan apa yang harus ia lakukan pada wanita asing yang ikut masuk ke dalam permasalahan ini. "Sebagai permintaan maafku,"Jonathan melanjutkan perkataannya setelah mempertimbangkan semuanya, "aku ingin memberimu nama yang indah. Maukah kau menerimanya?"

Summer terdiam, menatap Jonathan dengan curiga. Ia merasa bahwa jika mengiyakan permintaan Jonathan itu, akan membawa malapetaka bagi dirinya.

"Tapi nama yang akan kuberikan ini berat," tanpa sadar salah satu alis Summer terangkat, ia tidak mengerti apa yang dimaksud 'berat' oleh Jonathan. "Kau harus membayarnya sebagai ganti nama itu."

Summer terkejut akan permintaan Jonathan, "Tidak perlu, Tuan. Saya berterima kasih atas niat baik Anda," tolak Summer tegas tubuhnya sedikit gemetar.

Summer mencoba pergi, tetapi Jonathan mencengkeram pergelangan tangannya erat, menariknya hingga terduduk di kasur. Jonathan meringis kesakitan, lupa bahwa bahu kanannya terluka. Dengan marah, ia melepas masker oksigennya. Summer terkejut melihat perubahan drastis dalam sikap Jonathan. Dari seorang pria yang terlihat sopan dan elegan, kini ia tampak seperti singa siap menerkam.

"Kau tidak punya pilihan," bisik Jonathan, matanya berkilat tajam. "Jadilah tunanganku, aku akan memberimu nama dan reputasi."

Summer memberontak, namun Jonathan tak peduli. "Jika kau menolak," Jonathan mengancam, suaranya serak dan bergetar, "nasib semua kepompong di East End akan hancur. Aku tidak akan menyisakan satu pun kupu-kupu disana"

Summer terdiam, paham dengan ancaman Jonathan. Nasib teman-temannya di Panti Asuhan Butterfly terancam. Ia terjebak dalam ketakutan dan kebingungan, namun ia tidak ingin tunduk pada permintaan Jonathan. "Lepaskan," katanya, melepaskan tangan Jonathan dengan keras dan menjauh dari ranjang.

"Argh..." Jonathan mengerang kesakitan, darah merembes dari bahunya. Melihat itu, Ethan yang berdiri di dekat Norin maju menyergap Summer dari belakang, menekannya berlutut dan mengacungkan belati ke lehernya.

"Sir, apakah Anda tidak apa-apa? Saya akan segera memanggil dokter," ucap Norin yang panik.

"Tidak," suara Jonathan meninggi. "Percakapanku dengan nona ini belum selesai."

"Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku, Tuan? Jangan pernah sekali-kali menyentuh saudara-saudaraku!" kata Summer, suaranya lantang namun sedikit bergetar.

Jonathan semakin lemah, napasnya tidak teratur. Tangannya menjulur membelai wajah Summer. "Jadilah tunanganku, aku akan memberimu nama dan reputasi..." suaranya terjeda, berusaha mengatur napas. Ia mendongak menatap Ethan, "Ethan, pergilah ke East End dan laksanakan tugas yang sudah kuberikan padamu."

Ethan melepas Summer, berniat pergi. Summer mengerti maksud perintah Jonathan, ketakutan menyelimutinya. Ia merangsek maju mendekati Jonathan. "Tidak, jangan lakukan itu! Saya mohon..."

Summer menggenggam tangan Jonathan dan kembali berlutut. "Saya... saya akan melakukan apa yang Anda minta, tolong.. tolong berikan nama dan reputasi yang Anda Janjikan. Tapi tolong jangan sakiti saudara-saudaraku," ucapnya dengan nada memohon, air mata mengalir di wajahnya.

"Baiklah..." jawab Jonathan dengan suara lemah. Ethan berhenti dan mengurungkan niatnya.

"Norin, panggil dokter," ucap Jonathan dengan kondisi yang sangat lemah. Norin segera menekan tombol darurat.

Summer masih terduduk lemas di lantai, pikirannya kacau. Ketidakpastian akan masa depan menggerogoti pikirannya, namun ada secercah kelegaan bahwa teman-temannya masih bisa selamat—untuk saat ini. Namun, di dalam dadanya, ketakutan masih berkecamuk. Apa yang akan terjadi setelah ini? Dengan perasaan berat, ia menyadari bahwa misinya baru saja dimulai, dan bahaya bisa datang kapan saja.

















.

.

.

.

.

.

.

Pfft, bisa aja Mr.Jo🤭

Sampai bab ini, bagaimana perasaan kalian? 

Apakah kalian semakin merasa kasihan pada Summer? Atau justru semakin tertarik dengan Mr. Jo?

Terima kasih sekali lagi untuk dukungan teman-teman melalui vote, komentar, dan 💕 nya. 🙏🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro