Episode Terakhir
Rekomendasi lagu yang cocok ketika membaca cerita ini adalah lagu dari Willy William : Ego
††††
Menumpukan salah satu lututnya pada lantai, Alexander mengangkat wajahnya. Mempertemukan pandangannya dengan sang iblis. Tapi pada saat itu tubuhnya tiba-tiba terangkat seiring dengan Juan yang mengangkat tangannya.
Melakukan pergerakan seperti tengah mendorong sesuatu dengan keras menggunakan tangan kirinya, sang iblis mengendalikan tubuh Alexander tanpa ada kontak fisik dan sekali lagi berhasil membanting punggung Alexander ke dinding. Namun saat itu tubuh Alexander tertahan di sana dengan kaki yang tak menapak pada lantai.
Alexander langsung mendongak ketika Juan melakukan gerakan seperti mencengkram sesuatu. Alexander tampak kesakitan, berusaha menyingkirkan sesuatu dari lehernya yang bahkan tak bisa ia ketahui apakah itu.
Alexander merasakan sesuatu yang mencengkram lehernya menghilang. Tubuh Alexander kembali terjatuh ke lantai, akan tetapi saat itu juga tangan kirinya terangkat, sejajar dengan bahu. Alexander menoleh, memandang tangannya yang menempel pada tembok hingga sesuatu yang sangat mengejutkan terjadi.
Mata Alexander terbelalak ketika melihat sebuah paku berukuran besar tiba-tiba menancap pada telapak tangannya dan menyatukan punggung tangannya dengan tembok yang dingin. Alexander tercengang, keringat dingin bercucuran di sekitar wajahnya, napasnya memberat. Hingga pada akhirnya rasa sakit itu mulai terasa ketika cairan merah keluar dari area di sekitar paku itu menancap.
Alexander menunduk dalam, meringkuk, menyatukan keningnya dengan lantai guna menahan rasa sakit yang membuat tangannya perlahan gemetar. Sementara itu Juan yang masih berada di dalam lingkaran memperhatikan dengan tatapan kosong. Pemuda itu berniat pergi ke tempat Alexander, akan tetapi, begitu kakinya menyentuh air, kakinya terasa hangus dan membuatnya kembali mengambil langkah mundur. Sang iblis mendapatkan penolakan dari batas suci yang dibuat oleh Alexander.
Juan memandang sekitar, berusaha untuk menemukan jalan untuk keluar. Akan tetapi tidak ada jalan keluar bagi sang iblis. Alexander berhasil mengurung sang iblis di tempat itu meski saat ini ia tengah mengalami penderitaan.
Alexander berusaha untuk kembali bangkit. Tangannya yang terbebas mencengkram kuat pergelangan tangannya yang terpaku dan bersimbah darah. Dengan ragu, dia berusaha menarik tangannya. Akan tetapi, rasa sakit itu justru berkali-kali lipat ketika ia mencengkram paku yang menusuk telapak tangannya.
Alexander kembali tumbang. Air mata mengaliri wajah Alexander. Tak ingin menyerah, dia kembali berusaha. Memegang paku di telapak tangannya dan berusaha untuk mencabut paku tersebut. Tapi semakin kuat ia menarik, paku itu terasa semakin kuat menekan pergelangan tangannya.
"Kau mengingatnya ..."
Alexander terusik oleh suara familiar yang tiba-tiba terdengar. Hal itu menghentikan usaha Alexander dan membuat sang Pastor kembali memandang si iblis. Suara itu bukanlah suara Juan, melainkan suara dirinya sendiri. Sonneillon menggunakan suara Alexander untuk berbicara. Membuat sang Pastor sangat murka.
"Sonneillon!!!" hardik Alexander.
"Alexander?" lanjut si iblis. "Bukankah ini mengingatkanmu pada sesuatu?"
Alexander berujar dengan kemarahan yang tertahan, "tidak ada tempat yang layak bagi iblis sepertimu. Bahkan neraka sekalipun ... bahkan neraka sekalipun tidak harus menerimamu."
Si iblis tersenyum. "Perlukah aku melakukannya pada satu tanganmu yang lain? Kau ingin berakhir dengan salib suci itu lagi? Siapa yang kau butuhkan? Si brengsek Domani? Vladimir? Atau temanmu yang satunya lagi? Atau kau ingin aku membawa dokter itu datang kemari? Aku pikir kau lebih membutuhkan dokter itu dibandingkan dengan teman-temanmu itu. Apakah aku salah?"
Alexander tak mengerti dengan kalimat Sonneillon yang ditujukan kepada identitas Anastasha. Kenapa si iblis berbicara seakan-akan ia memiliki hubungan yang istimewa dengan Anastasha. Sedangkan faktanya dia tidak memiliki perasaan yang istimewa terhadap sang dokter.
"Katakan, Alexander. Kau ingin melihat gadis itu?"
"Berhentilah berbicara," Alexander memberikan peringatan meski tak terdengar seperti sebuah ancaman ketika ia masih belum bisa melakukan apapun.
Si iblis tertawa, masih dengan menggunakan suara Alexander. Dan Alexander kembali menjatuhkan keningnya pada lantai, bahunya gemetar, si Pastor tengah menangis yang membuat suara tawa sang iblis terdengar semakin keras.
"Lihatlah dirimu, betapa menyedihkanya dirimu. Kau pikir kau bisa menjadi orang suci setelah apa yang kau lakukan, Alexander? Kau sama sepertiku, kau akan berakhir sama sepertiku. Sekarang terimalah Alexander, kau tidak akan bisa melarikan diri dariku."
"Tutup mulutmu!" lirih Alexander.
"Ingatlah ini baik-baik Alexander. Kau harus mengingatnya ketika kau berada dalam kesulitan ..."
Di dalam keputusasaan yang telah membelenggunya, seketika ingatan Alexander mengantarkannya akan pembicaraannya dengan Pastor Peter ketika ia masih menjadi seorang pelajar di Seminari.
"Ketika iblis tidak bisa merayumu, mereka akan berusaha melukaimu."
"Dengan cara apa? Dengan cara apa iblis akan melakukannya?" sahut Alexander kala itu.
"Ada begitu banyak cara untuk melukai manusia. Jika mereka tidak bisa menyakiti fisik, maka mereka akan menyakiti hati manusia. Terkadang ... mereka lebih mengerti bagaimana diri kita dibandingkan diri kita sendiri."
"Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan jika aku menghadapi situasi itu, Pastor?"
"Kau harus menemukan perbedaannya. Perhatian tempat di mana kau berada, kau harus berusaha menemukan mana yang nyata dan mana tipuan iblis."
"Aku pikir aku tidak akan bisa melakukannya."
"Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Aku hanya meragukan diriku sendiri."
"Itulah yang dicari oleh para iblis dari manusia."
Kala itu Alexander menatap penuh tanya. "Apakah itu?"
"Keraguan di hati manusia. Apa yang membuat ragu ketika Tuhan selalu bersama kita. Kita memikiki salib suci yang akan terus menghubungkan kita dengan Tuhan. Darah suci mengalir dalam tubuh kami. Seorang gembala tidak pernah meninggalkan dombanya, bahkan jika salah satu dombanya menghilang, maka dia akan berusaha untuk menemukannya kembali dan membawanya kembali ke rumah. Hati manusia memiliki banyak celah. Tapi jika kau menyerahkan dirimu kepada Tuhan, Dia akan menyambutmu dengan tangan hangatnya. Bersama salib suci, orang-orang seperti dirimu akan berjuang di jalan ini. Maka dari itu, Alexander ... sampai akhir jangan pernah melepaskan salib suci itu dari tanganmu.
Tangis Alexander perlahan berhenti, begitupun dengan tawa sang iblis. Alexander mengangkat kepalanya, menemukan tangannya yang tak lagi menggenggam rosario. Alexander meraba lantai sekitarnya menggunakan tangannya yang terbebas, berusaha untuk menemukan rosario miliknya. Sementara sang iblis yang tidak tahu apa yang tengah dilakukan oleh Alexander hanya memandang sang Pastor.
Alexander kemudian menemukan letak rosario-nya terlempar. Ia kemudian mengambil kembali rosario miliknya, menggenggam salib suci itu dengan tangan yang gemetar. Dengan suara yang gemetar pula mulutnya menggumamkan sesuatu.
"Dalam nama Bapa ... Putera dan Roh Kudus, Amen ..."
Tangan gemetar Alexander terangkat bersamaan punggungnya yang kembali tegap. Ia memandang ke arah tangannya yang masih terpaku pada dinding. Tangannya yang memegang salib suci itu bergerak mendekati tangannya yang terpaku bersamaan dengan sebuah doa yang menguatkan pijakannya.
"Michael ... the Archangel, lindungi kami dalam pertempuran melawan kejahatan dan jerat iblis. Dan lakukanlah ... hai tuan rumah surgawi ..."
Tangan gemetar Alexander berusaha untuk meletakkan ujung salib suci yang sedikit tajam itu pada pergeralangan tangannya, tepatnya pada garis horisontal yang melingkari pergerlangan tangannya. Alexander kemudian menekan ujung salib suci hingga merobek permukaan kulitnya dan menariknya, membuat garis horisontal mengikuti bekas luka lamanya sembari terus melafalkan doa.
"... setan dan semua roh jahat yang berkeliaran di seluruh dunia mencari kuasa Tuhan ..."
Darah sontak mengalir dari pergerlangan Alexander. Namun hal itu tak menghentikan tindakannya. Pada baris terakhir dari doanya, Alexander membuat garis vertikal sehingga luka di tangannya membentuk tanda salib.
"... dimasukkan ke neraka ... amen ..."
Darah menetes dari pergelangan tangan Alexander dan kala itu tangan yang sempat terpaku lantas jatuh ke lantai. Sebelum telapak tangannya terkena darah miliknya, Alexander sempat melihat bahwa telapak tangannya baik-baik saja. Tak ada luka sedikitpun dan itu berarti sang iblis baru saja menipunya.
Amarah Alexander memuncak hingga tak ia rasakan sakit meski tangannya bersimpah darah. Ia bangkit, menggenggam salib suci dengan tangannya yang bersimbah darah.
"Datanglah kemari, Alexander ..." gumam sang iblis.
Tak lagi memiliki keraguan, Alexander kemudian berjalan mendekati lingkaran suci yang ia buat tanpa mempedulikan darah yang terus menetes dari genggaman tangannya. Juan tersenyum tipis begitu melihat Alexander menapakkan kakinya pada kolam yang mengurung dirinya. Tanpa menghentikan langkahnya, Alexander membasuh tangannya yang bersimbah darah dengan air pada kolam itu. Dan tepat ketika ia keluar dari kolam, ia langsung menyerang Juan. Berusaha untuk melumpuhkan pemuda itu sebelum kembali melanjutkan pengusiran iblis dari tubuh pemuda itu.
Akan tetapi, sang iblis tak membiarkan hal itu berjalan dengan mudah. Keduanya terlibat pertarungan fisik, di mana tubuh Juan yang lebih kecil dari Alexander justru memiliki kekuatan yang lebih besar dari Alexander. Keduanya saling membanting, saling mengunci satu sama lain secara bergantian. Hingga membuat lilin-lilin yang berantakan jatuh ke kolam, begitupun dengan kursi yang telah terlempar jauh.
Alexander kembali memanbantin tubuh Juan. Satu tangannya menahan tangan Juan di depan tubuh pemuda itu, sementara tangannya yang menggenggam rosario mencengkram puncak kepala Juan.
"Argh!!" Juan tiba-tiba berteriak, namun dengan suara yang sangat besar dan dalam. Mata pemuda itu menatap tajam. Tangannya yang terbebas berusaha untuk mencekik Alexander.
Kala itu Alexander kembali melalukan pengusiran pada iblis dalam tubuh Juan meski cukup kesulitan karena harus menahan tubuh Juan.
"Bapa Surgawi, dalam Nama Yesus Kristus, Tuhan dan Penyelamat kami, karena kuasa Roh Kudus, kami berdoa mohon kuasa Darah Mulia Putera-Mu yang membersihkan datang sekarang ini juga ..."
"Argh! Argh!!!" Juan berteriak semakin kencang, tangannya semakin kuat mencekik leher Alexander hingga membuat Alexander kesulitan untuk berbicara.
"Murnikanlah!" Alexander memberikan penekanan yang kuat pada ucapannya. " ... dan basuhlah kami agar bersih berkat Darah Yesus dari ujung kepala kami ke bawah sampai ujung-ujung jari kaki kami. Biarkanlah—"
Alexander berhenti ketika Juan tersedak. Akan tetapi setelahnya Juan memuntahkah darah yang langsung mengalir ke leher pemuda itu. Kala itu Alexander kembali menemukan keraguan di dalam hatinya. Akan tetapi cengkraman pada lehernya yang yang kembali menguat kembali menyadarkannya.
"Biarkanlah darah merasuki sumsum tulang-tulang kami guna membersihkan kami dari tali-tali jerat apapun dari roh yang kami jumpai selama kami berdoa ini. Urapi kami dengan karunia-karunia Roh Kudus dan segarkanlah!" Alexander kembali berhenti ketika Juan kembali memuntahkan darah yang cukup banyak."
Napas Alexander memberat. Dia kemudian bersuara dengan putus asa, "hentikan ..."
Pada akhirnya Alexander tak mampu menyempurnakan doanya ketika sang iblis menyiksa tubuh Juan.
"Hentikan sekarang," gumam Alexander, air mata jatuh ke wajahnya. Dan saat itu sang iblis menertawakannya.
Dengan mulut yang bersimbah darah, sang iblis menertawakan Alexander yang terlihat tak berdaya.
"Kenapa, Pastor? Kenapa kau berhenti?"
Juan bangkit dan berbisik tepat di samping wajah Alexander, "aku ... akan membunuh anak itu."
Ketika tatapan keduanya bertemu, sang iblis tersenyum lebar.
Alexander menyahut dengan nada bicara yang sama, "aku sudah mengatakannya padamu. Hentikan semua ini, sudah cukup."
"Masih belum, kau tahu apa yang aku inginkan. Karena siapa ini terjadi? Tentu saja karena dirimu, Alexander. Anak ini ... aku akan mengambilnya."
Setelah itu darah keluar dari hidung serta kedua telinga Juan. Tapi hingga akhir pemuda itu tetap tersenyum lebar karena sang iblis menghendakinya. Alexander yang terkejut melihat hal itu sontak menguncang pelan tubuh Juan. Dia dilanda kepanikan.
"Hentikan, hentikan sekarang. Jangan lakukan ini ..." Alexander tiba-tiba berteriak, "hentikan!!!"
Napas Alexander yang berat naik turun. Juan bergerak mundur dengan cepat, ia berpaling dan memuntahkan darah lebih banyak. Tapi saat itu terjadi pemuda itu tertawa. Waktu berjalan dan semakin banyak darah yang keluar dari tubuh Juan. Bukan hanya dari hidung, mulut dan telinga. Darah itu juga terlihat keluar dari jari-jari kaki serta tangan Juan. Sekali lagi memuntahkan darah, tubuh Juan tumbang. Tapi suara tawa itu masih terdengar.
Tubuh Alexander bergetar hebat, matanya memanas, dadanya terasa sangat sesak. Ia merasa tak bisa lagi bernapas hingga air mata terus memburu keluar dari matanya yang memerah. Tangannya yang menyentuh darah Juan yang tertinggal di lantai terangkat. Gemetar dengan hebat ketika ia melihat kesakitan pemuda itu.
"Hentikan ..." lirih Alexander.
Alexander kemudian merangkak ke tempat Juan dan meraih tubuh pemuda itu. Membangunkannya dan langsung memeluk tubuh lemah bersimbah darah itu. Dan saat itu sang iblis berhenti tertawa. Alexander merasakan napas pendek yang berada di dalam rengkuhannya itu. Perlahan Alexander merasakan pergerakan tangan lemah Juan yang menyentuh salah satu bahunya dari depan.
"Hentikan ... aku mohon," lirih Alexander. Kedua matanya terpejam, mendorong lebih banyak air mata yang keluar. Pada akhirnya ia kembali tunduk terhadap kekejaman sang iblis.
"Pastor ..." suara lirih itu mengambil kesadaran Alexander.
Kedua mata Alexander kembali terbuka. Ia melonggarkan pelukannya dan memandang memandang wajah Juan. Kala itu Alexander menemukan sesuatu yang berbeda dalam mata Juan. Dia menyadarinya, yang kini berada di hadapannya adalah Juan yang sesungguhnya. Tapi keadaan pemuda itu kembali membuat Alexander menangis tanpa suara. Satu tangannya mengusap wajah kotor Juan dengan lembut.
"Maafkan aku, Juan. Maafkan aku ..." ujar Alexander dengan suara yang parau.
"Ada yang ingin aku katakan," Juan berujar dengan suara yang semakin terdengar melemah.
Alexander tak lagi bisa menanggapi ketika ia kembali menangis. Namun ia masih bisa mendengar suara pemuda itu dengan jelas.
Juan kembali berbicara dengan napas pendek yang menyertai ucapannya serta air mata yang lolos dari sudut matanya dengan sangat mudah. "Aku ... orang yang membunuh ibuku ... adalah aku."
Mendengar hal itu, tangis Alexander semakin menjadi. Dia kembali merengkuh tubuh lemah Juan dan bahunya bergetar hebat ketika suara tangis itu tak bisa ia redam lagi.
"Tidak ... kau tidak melakukannya. Bukan kau yang melakukannya, itu bukan dirimu ... maafkan aku," racau Alexander.
Tubuh Juan sedikit tersentak, setelahnya Alexander merasakan sesuatu yang hangat membasahi dadanya dan sudah bisa dipastikan bahwa itu adalah darah yang baru saja keluar dari mulutnya. Alexander mendongak, tak lagi memiliki daya untuk menyelamatkan pemuda malang yang kini berada dalam rengkuhan.
"Apa yang harus aku lakukan. Aku mohon ... katakan padaku," batin Alexander ketika air mata itu tak kunjung mengering.
"Kau tahu apa yang aku inginkan, Alexander. Mari kita pergi bersama ..." sang iblis kembali berbisik melalui udara.
Alexander kembali memandang Juan yang sudah tak sadarkan diri. "Ini bukan salahmu, ingatlah itu baik-baik, Juan ..."
Alexander kembali merengkuh tubuh pemuda itu. Dia kemudian menjatuhkan punggungnya lebih dulu ke dalam kolam dan perlahan air kolam mulai menenggelamkan tubuhnya serta tubuh Juan yang masih berada dalam rengkuhannya. Akan tetapi, kolam yang mulanya dangkal kini justru terasa sangat dalam seakan tengah menarik tubuh Alexander lebih dalam dan menenggalamkannya.
"Kembalilah padaku ... Sonneillon ..." gumam Alexander sebelumnya ia menyaksikan tubuhnya dan tubuh Juan tenggelam di dalam kegelapan yang kemudian merenggut kesadaran. Namun sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, sebuah kenangan menghantam ingatan Alexander.
Seakan penderitaan dan penyiksaan selama ini belum lah cukup, semua ingatan Alexander yang sempat menghilang telah kembali, termasuk ingatannya dengan wanita bernama Anastasha. Sekali lagi, Alexander menghancurkan jiwanya sendiri.
"Ayo pergi, Alexander ..." sang iblis berbisik dalam kegelapan yang menjebak jiwa Alexander.
Suara dentuman keras terdengar beberapa kali dari pintu masuk sebelum suara derap langkah kaki yang terdengar begitu terburu-buru. Arthur, orang pertama yang memasuki ruangan itu terperangah dengan apa yang ia saksikan di dalam ruangan itu.
"Pastor Alexander?" gumam Arthur yang segera berusaha menemukan keberadaan Alexander.
Dari belakang Uskup Gabriel dan Pastor Peter menyusul. Tapi sayangnya mereka datang di waktu yang salah. Mereka terlambat.
"Pastor Alexander!" pekik Arthur begitu melihat Alexander yang terbaring di dalam kolam yang bahkan tang bisa menenggelamkan tubuhnya yang masih merengkuh Juan.
Arthur berlari ke tempat Alexander, disusul oleh kedua tetua di belakangnya.
"Pastor Alexander ..." suara Arthur tiba-tiba terdengar parau. Ia mengangkat tubuh Juan dan langsung menyerahkannya pada Pastor Peter yang baru saja datang. Sedangkan ia langsung mengangkat bagian atas tubuh Alexander hingga terangkat dari dalam air.
"Bagaimana ini?" panik Arthur yang tak sadar telah menangis. "Pastor Alexander ... bagaimana ini? Apa yang harus kami lakukan? Pastor Alexander!"
Malam berdarah yang menyakitkan bagi Juan dan Alexander telah berakhir. Kala itu tanda salib yang dibuat oleh Alexander pada pergelangan tangannya yang masih terendam oleh air tampak bersinar selama beberapa detik.
Malam itu benar-benar berakhir. Tapi kemanakah sang iblis pergi?
Note Penulis : Cerita ini sudah tamat di aplikasi Innovel. Kalian bisa membaca versi lengkapnya di sana.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro