5
"Hyeongnim," Yi Seok menegur setelah dirasa perjalanan mereka cukup hening.
Yi Tan yang sebelumnya memandang sekitar lantas berganti memandang Yi Seok. "Ada apa?"
"Hyeongnim tahu di mana kita sekarang?"
"Aku tidak tahu, tempat ini masih sangat asing bagiku."
Yi Seok balik memandang Yi Tan dan berkata, "Baekdusan, kita berada di kaki gunung Baekdu."
"Di sini?" Yi Tan kembali memandang sekeliling.
Yi Seok kembali memandang lurus ke depan. "Orang-orang mengatakan bahwa di sini ada yang namanya Bukit Rubah."
Yi Tan kembali memandang. "Bukit Rubah? Tempat seperti apa itu?"
"Konon katanya ada siluman Rubah ekor sembilan yang tinggal di sana."
"Gumiho?"
Yi Seok sekilas memandang dan mengangguk. "Ada yang mengatakan bahwa Gumiho adalah sahabat Roh Gunung." Yi Seok kemudian tertawa ringan. "Itu terdengar seperti sebuah dongeng anak-anak."
Kembali mengarahkan pandangannya ke depan, Yi Seok melihat seorang pemuda dengan penampilan yang berbeda berjalan ke arah mereka. Tak seperti orang Joseon pada umumnya yang tak membiarkan ujung rambut mereka menyentuh bahu. Pemuda yang dilihat oleh Yi Seok saat ini justru membiarkan rambut panjangnya melewati bahu. Alih-alih seperti orang Joseon, pemuda itu lebih mirip dengan orang-orang dari dinasti Qing. Dan siapa lagi pemuda di Joseon yang memiliki penampilan seperti itu jika bukan Shin Chang Kyun—si Gumiho kesayangan Roh Gunung.
Tak terlalu peduli dengan keberadaan Chang Kyun. Yi Seok kembali berbincang dengan Yi Tan yang masih tampak asing dengan tempat itu.
"Hyeongnim harus berhati-hati saat melintas di daerah ini." Ekor mata Yi Seok mengikuti pergerakan Chang Kyun yang lewat tepat di sampingnya.
"Ada apa?" Yi Tan kembali memandang.
Yi Seok balik memandang dan tersenyum. "Aku dengar siluman Rubah sangat pandai meniru seseorang. Siapa yang tahu jika orang yang baru saja lewat adalah Gumiho yang sedang menyamar."
Yi Tan segera menoleh ke belakang. Menemukan sosok Chang Kyun yang berjalan menjauh. Dahi Yi Tan mengernyit, merasa sedikit aneh dengan penampilan Chang Kyun.
Yi Tan bergumam, "dia tidak terlihat seperti orang Joseon."
"Dia orang Joseon," celetuk Yi Seok, menarik perhatian Yi Tan.
Dan ketika kedua Pangeran itu tak lagi melihat ke arahnya, Chang Kyun menghentikan langkahnya. Sedari tadi telinganya sudah gatal karena menjadi gunjingan dia pemuda asing itu.
"Bagaimana kau bisa tahu jika dia orang Joseon?"
"Aku sempat melihat wajahnya. Dia orang Joseon, tapi entah kenapa dia berpenampilan seperti orang dari dinasti Qing. Dia juga membawa buku, mungkin saja dia baru saja belajar di luar negeri."
"Itu mungkin saja. Tapi ... tentang Bukit Rubah yang kau katakan sebelumnya."
Yi Seok sekilas memandang. "Apa yang ingin Hyeongnim tanyakan?"
"Di mana tempat itu?"
Yi Seok tertawa ringan. "Kenapa Hyeongnim menanyakan hal itu? Hyeongnim ingin berburu Gumiho?"
"Tidak, bukan begitu. Aku hanya merasa sedikit penasaran."
Yi Seok menunjuk jalan setapak yang cukup terjal mengarah ke atas. "Di sana. Jika Hyeongnim mengikuti jalan itu, Hyeongnim akan sampai di sebuah kuil. Setelah itu aku tidak tahu jalannya. Aku dengar para penduduk di desa sebelumnya membangun sebuah gazebo atas permintaan dari Roh Gunung di tempat itu."
Pandangan Yi Tan memperhatikan jalan setapak yang dikatakan oleh Yi Seok sebelumnya. Karena ini kali pertama baginya keluar Hanyang, dia memiliki rasa penasaran terhadap setiap hal baru yang ia lihat.
\\THE PRECIOUS KING AND THE NINE TAILED//
Chang Kyun perlahan berbalik, memandang kedua pemuda asing yang masih membicarakan dirinya. Dan seketika telinga Chang Kyun berpindah ke atas kepala. Bukan telinga manusia, melainkan telinga hewannya. Sepasang telinga Rubah dengan bulu putih yang halus, sangat kontras dengan warna rambutnya yang kini berwarna hitam legam.
Sepasang telinga itu bergerak-gerak ketika kedua tamu tak diundang masih membicarakan tentangnya. Dan tatapan dingin itu memperlihatkan sedikit kekesalan ketika mendengar ucapan Yi Seok yang tengah bercanda dengan Yi Tan tentang berburu Gumiho.
Namun kekesalan dalam sorot mata Chang Kyun segera menghilang ketika seseorang tiba-tiba memukul sepasang telinga Rubahnya dari belakang.
"Sejak kapan manusia memiliki telinga di atas kepala?" ucap Young Jae sembari memukul kedua telinga Rubah Chang Kyun dengan gemas. "Harus berapa kali aku katakan, jangan tunjukkan ekor atau telinga Rubahmu saat kau turun bukit. Kau ingin penduduk memburumu? Dasar anak nakal."
Chang Kyun berbalik sembari memegang kedua telinga Rubahnya yang kemudian menghilang, berganti dengan telinga manusia yang kembali ke tempat semula. Tak bisa bersikap dingin di hadapan sang Roh Gunung yang sudah seperti ayah baginya, Chang Kyun justru tampak seperti anak anjing yang tersesat di tengah hutan.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tegur Young Jae. Seperti biasa, bernada ketus.
Chang Kyun tak menjawab, namun juga tak menghindari tatapan menyelidik Young Jae.
Pandangan Young Jae menemukan buku di tangan Chang Kyun. Menggunakan seruling miliknya, Young Jae menunjuk buku di tangan Chang Kyun.
"Apa itu yang ada di tanganmu? Kenapa kau membawa buku? Apa yang akan kau lakukan dengan itu?"
"Aku sedang belajar," jawab Chang Kyun kemudian.
Young Jae menatap penuh selidik. "Setelah tujuh ratus tahun berlalu, baru kali ini aku mendengar bahwa kau ingin belajar. Apa yang sedang kau pelajari?"
"Ini adalah rahasia."
Young Jae memandang dengan tatapan menghakimi. Si Roh Gunung menggerutu, "sejak kapan kau bermain rahasia denganku?"
"Hyeongnim tidak seharusnya berada di sini. Pohon itu bisa menangis jika Hyeongnim pergi terlalu lama."
Chang Kyun hendak melewati Young Jae, namun saat itu si Roh Gunung menggunakan serulingnya untuk menahan bahu Chang Kyun.
"Kau ingin pergi ke tempat yang jauh?"
Chang Kyun menggeleng.
"Ikat rambutmu dan pakailah gat untuk menutupi kepalamu jika kau ingin meninggalkan tempat ini. Kau sudah lupa berpenampilan seperti orang Joseon?"
Chang Kyun menghembuskan napas berat dan dalam sekejap mata mengubah penampilannya menjadi seperti yang dikatakan oleh Young Jae. Tak ada sehelai rambut pun yang menyentuh bahu, penampilan sang Rubah kali ini benar-benar seperti bangsawan Joseon pada umumnya.
"Aku boleh pergi sekarang?"
"Pergilah, jangan melupakan jalan pulang. Satu lagi ... jangan pergi ke Hanyang. Kau mengerti?"
Chang Kyun mengangguk sekali dan lantas mengambil langkah. Tampak terburu-buru, tak ingin jika si Roh Gunung kembali berubah pikiran.
Tatapan sinis Young Jae berubah menjadi teduh ketika ia memandang punggung Chang Kyun.
Si Roh Gunung kemudian berucap, "jika kau pergi ke Hanyang, kau mungkin akan terluka. Maka dari itu dengarkan apa yang aku katakan."
Young Jae mengalihkan pandangannya ke ujung jalan yang sebelumnya dilewati oleh kedua Pangeran yang kini tak lagi terlihat.
"Ternyata bukan. Tapi kenapa—"
"Tuan ..."
Perhatian Young Jae teralihkan oleh sosok Eun Kwang yang berlari ke arahnya dari arah samping.
"Tidak ketemu, aku tidak bisa menemukan Tuan Muda ..." ujar Eun Kwang dengan panik ketika sampai di hadapan Young Jae.
"Aku sudah mencarinya ke seluruh tempat, tapi Tuan Muda tidak ada."
Young Jae mengangkat serulingnya dan menunjuk jalan setapak menuju kuil. Membimbing pandangan Eun Kwang untuk menemukan tempat yang ia maksud.
Young Jae berkata, "lain kali ikuti saja jalan itu. Gumiho lebih suka melewati jalan itu. Kenapa kau justru mencari ke tempat yang tidak mungkin untuk dilewati?"
"Tuan Muda sering berlari di atas pemukiman penduduk. Melompati tebing adalah jalan paling cepat untuk meninggalkan tempat ini."
"Kau pikir anak itu binat*ng?"
"Eh?" Eun Kwang terlihat bingung.
Young Jae juga sedikit terkejut dengan ucapannya sendiri dan segera memperbaiki ucapannya. "Benar juga. Kalian, kan, memang binatang."
"Bukan. Kenapa Tuan mengatakan hal kasar seperti itu?"
"Kau memiliki empat kaki, bagaimana bisa kau disebut sebagai manusia?"
"Tidak," seru Eun Kwang tak terima. "Aku memiliki dua kaki dan dua tangan. Ini ... bukankah Tuan juga melihatnya sendiri?"
"Tidak, aku tidak melihatnya. Bagiku kau masih memiliki empat kaki." Young Jae kemudian berjalan meninggalkan Eun Kwang.
Eun Kwang yang tak terima lantas mengikuti Young Jae. "Tega sekali Tuan mengatakan hal kasar itu padaku."
Young Jae menyahut dengan acuh. "Tutup mulutmu dan pergilah berburu."
"Aku akan berburu hewan ternak penduduk."
"Apa?" Langkah Young Jae seketika terhenti. Tatapan tajam itu lantas langsung mengarah pada Eun Kwang. "Katakan sekali lagi."
Eun Kwang tersenyum lebar dan menggeleng. "Apa yang harus aku katakan, Tuan?"
"Yang barusan, coba kau katakan lagi."
"Aku tidak mengatakan apapun." Eun Kwang berdalih.
"Coba katakan sekali lagi dan akan aku potong ekormu," ancam Young Jae sembari menodongkan seruling di tangannya ke arah Eun Kwang.
"Sebelum itu ..." Eun Kwang tiba-tiba menghilang.
"Dia sudah tua tapi tetap menyebalkan," gerutu sang Roh Gunung sebelum bergegas kembali ke singgasananya karena akan terlalu berbahaya jika dia pergi terlalu lama.
\\THE PRECIOUS KING AND THE NINE TAILED//
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro