Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XV

Party keberhasilan Marshall. Pria itu berhasil memenangkan pertandingan MotoGP yang diselenggarakan di sirkuit Qatar. Ia memenangkan posisi pertama. Marshall, Fazan, Arya dan Indira, tak tertinggal Tarasya dan suaminya Benedict yang ikut merayakan kemenangan Marshall.

Sejak SMA, Marshall memang menggeluti dunia balap motor, tak menyangka ia membawa nama Indonesia menjadi mendunia, kini pria itu menjadi pembalap pertama dari Indonesia yang berhasil mencuri hati wanita-wanita di dunia dengan visual Asianya yang khas.

"Congrats," kata Arya pada Marshall.

Marshall tersenyum dengan wanita yang ada di sisinya, Arya hanya bisa tersenyum melihat wanita Marshall yang sudah ganti lagi.

"Thanks Bro. Datang sendiri? Jadi, hubungan lo beneran end sama Nathalia itu?" tanya Marshall dengan kurang ajarnya.

Arya hanya bisa mendengus, tidak mau menjawab ia malah mendapatkan pelukan dari sahabatnya Tarasya.

"Arya!" teriak Tarasya dipelukannya.

Arya menerimanya dengan hangat, mengusap kepala gadis itu. Rasa sukanya berubah menjadi rasa sayang seperti kepada Indira. Tarasya bahagia dengan Benedict dan itu sudah cukup baginya, perasaan yang ia rasakan hanya rasa suka saat remaja pada umumnya dan merasa saki hati ketika kenyataan berubah dimana Tarasya menjadi saudara tirinya.

"Hai, apa kabar lo?" tanya Arya kali ini. Arya bisa melihat bulatan kecil pada perut Tarasya kali ini.

"Baik," jawab Tarasya dengan senyumannya. "Ponakan lo nggak rewel kok," lanjutnya lagi sambil mengelus perutnya.

Arya mengangguk. "Good, dia harus baik sama Ibunya atau gue bakal didik dia biar jadi anak yang baik."

"Sayangnya dia anak gue, jadi gue yang bakal didik dia buat baik sama Ibunya." kata Benedict yang baru saja datang dan mencium pipi Tarasya.

Arya memutarkan bola matanya dengan malas. "Lo resek deh, Dok!" kata Tarasya pada suaminya. "Lepas, gue nggak mau dekat-dekat sama lo, mual bawaannya, Ben!"

Arya ingin tertawa saja, Tarasya langsung memeluknya lagi. "Jadi, lo nggak mual kalau dekat sama gue?" tanya Arya.

Tarasya menggeleng. "Nggak, ini yang gue mau dari kemarin, Arya.. Bau badan lo, bukan Benedict."

Marshall dan wanitanya tertawa. "Ngidamnya Ibu hamil memang ada-ada aja. Yang sabar ya, Ben." kata Marshall pada Benedict.

Benedict hanya mengangkat bahunya acuh. "Gue punya waktu seumur hidup buat peluk Tarasya. Tara cuman butuh malam ini untuk menghirup tubuh si Arya ini!" ujar Benedict sambil menunjuk wajah Arya dengan kesal.

Indira saudara kembarnya baru saja memukul bahunya. "Cepetan cari istri makanya, terus kamu bikin Arya Junior!"

"Kalau mau bikin anak ya gampang, masalahnya cari induk yang berkualitas itu susah." balas Arya.

Tarasya yang berada di pelukannya terkejut. "Lo kira induk ayam apa, Ar? Cari wanita yang sederhana deh, Arya.. Biar bisa mengimbangi dan mengubah gaya hidup lo yang hedonisme itu."

"Arya hedon sih wajar," timpal Fazan dengan menyebalkan. "Dia kaya, Tara. Lo ini bicara kayak begitu seakan-akan teman lo ini miskin dan harus sadar diri akan sifat hedonnya."

"Well, cewek sederhana mau cari dimana, sih?" kata Tarasya. "Bukan lebih sederhana, tapi perempuan juga punya pikiran yang rasional. Dari prospeknya Arya, harusnya dia nggak susah buat nyari jodoh."

Semuanya tertawa mendengarkan ucapan Tarasya. "Tar, gue kan masih 29." kata Arya pada sahabatnya.

"Iya gue tahu. Gue 29 on the way punya anak dua aja gara-gara si Ben yang telat cabut!" cerocos Tarasya.

Marshall mengernyitkan keningnya. "Oh, jorok lo Tara!" protesnya.

Tarasya dengan sikap tidak tahu malunya hanya tertawa, ia melepaskan pelukannya yang erat pada Arya dan berpindah pada Ben. "Asalkan Ben yang tanggung semua rasa ngidam dan mualnya, gue oke-oke aja."

"Oh, jadi selama ini Ben yang mood swings?" tanya Indira.

Tarasya mengangguk. "Iya, Ndi.. Dia yang bete, dia yang mual-mual dan dia yang ngidam. Kayaknya, anak yang kedua ini memang niat balas dendam sama Bapaknya yang udah bikin hamil emaknya dalam waktu dekat."

Semua orang tertawa, cerita Tarasya memang sangat unik untuk di dengar.

"Eh lo semua bakal kaget kalau tahu ada cewek yang masih pakai rok semata kaki di zaman sekarang." ujar Marshall tiba-tiba.

"Maksud lo?" tanya Fazan.

"Demi Tuhan, Zan.. Karyawan si Arya, kita ketemu kemarin itu di restoran waktu makan. Ingat nggak, Ndi?" tanya Marshall pada Indira.

Indira menganguk. "Ya, gue tahu!"

"Shit.. Gayanya era 80-an banget, tapi lebih kek culun dan ya.. ART banget. Plis, di zaman sekarang, mana ada sih cewek yang nggak up to date soal fashion?"

Indira mendengus geli, sejak SMA sifat Marshall memang tidak pernah berubah dalam menilai perempuan. "Marshall, setiap orang memiliki seleranya masing-masing. Lo ini kenapa, sih?"

"Tapi dia itu aneh.." ujar Marshall sambil terlihat berpikir.

"Siapa, sih?" tanya Tarasya penasaran.

"Kreatif di program Menajam Langit kalau nggak salah." jawab Indira. "Benar kan, Arya?"

Arya mengangguk dan mengingat nama gadis yang ia antarkan pulang itu. "Ya,"

"Siapa namanya?" tanya Tarasya.

"Andrea," jawab Arya.

"Ah, Andrea.. Namanya keren, tapi gayanya nggak sesuai sama namanya." timpal Marshal menyebalkan.

"Nah, kenapa nggak lo pacarin aja dia, Arya?" kata Tarasya dengan seenaknya.

Indira tertawa kencang mendengarkan ucapan Tarasya yang seenaknya saja. "Lo ini ya, Tara.. Mana mungkin sih Arya mau sama, ya sori.. Gue tahu standar buaya satu ini tinggi banget kalau soal cewek." ujar Indira sambil menunjuk saudara kembarnya.

Fazan mengangguk. "Sudah lah, jangan urusin si Arya terus. Mau nikah ya syukur, nggak pun ya udah." timpalnya.

Indira menyikut suaminya. "Arya itu kakak aku, Fazan! Kalau dia nggak menikah, Papa pun otomatis maksa-maksa aku buat jodohin Arya sama cewek!"

"Kenapa keluarga kalian sangat terobsesi pada pernikahan cepat?" tanya Benedict kali ini.

Arya mengangkat bahunya acuh. "Sebenarnya, Mama gue yang heboh."

"Ya udah sih, Arya. Bawa aja cewek itu, si Andrea!" ujar Marshall memberikan saran gila. "Ya lo main-main dulu aja lah,"

"Lo pikir gue berpotensi untuk menjadi pemain di sini?" jawab Arya.

"Iya," kata Marshall sambil meminum beer-nya. "Bedakan antara menjadi pemain dan bermain, Arya. You know that, merubah seorang kodok yang dikutuk menjadi putri yang sangat cantik. Gue pikir.. Lo bisa."

Indira dan Tarasya menggeleng tidak setuju. "Itu namanya sama aja main-main. Daripada lo kayak gitu, langsung aja cari cewek yang lo idam-idamkan dan seriusin dia." ujar Tarasya.

Indira mengangguk membenarkan. "Benar apa kata Tara, Arya. Lo nggak boleh—"

"Just have fun, Ndi." potong Marshall. "Kapan lagi?"

Fazan tertawa, sedangkan Benedict hanya menggelengkan kepalanya. "Taruhan aja deh, Arya nggak bakal bisa dapetin cewek itu."

"Menurut lo begitu?" tanya Arya dengan sinis pada Benedict.

"Ya, lo nggak mungkin bakal mendapatkan cewek itu. Kecuali, jika niat lo sudah baik, lo pasti akan menemukan cewek yang lo inginkan."

Marshall mengibaskan tangannya di hadapan wajah Benedict. "Basi lo! Just have fun, gue bilang. Ya kalau Arya cocok tinggal lanjut aja!"

Arya mengangguk dan menatap Marshall. "Deal, gue terima tantangan lo, Shall."

Marshall tersenyum senang. "Gue tunggu permainan lo, Arya. Kalau lo berhasil, gue akan menyerahkan suatu hal yang lo inginkan."

"Kalian.." geram Indira, sampai kapan Arya dan Marshall akan berubah? "Andrea gadis baik-baik, plis kita bukan lagi anak SMA yang harus taruhan, kan!"

Fazan mengangguk. "Lo lagi, Marshall. Jangan-jangan ini ide lo buat mancing gadis itu juga?"

"Hei!" hardik Marshall tidak terima. "Gue nggak mungkin jatuh cinta sama gadis aneh kayak karyawan si Arya itu!"

"Gue juga." balas Arya cepat.

Indira melihat wajah saudara kembarnya dengan tajam. "Kamu mendeklarasikan kalau kamu nggak akan jatuh cinta sama Andrea? Well, we'll see."

Arya mengangkat bahunya acuh. "Sudah gue yakinkan. Apa kata Marshall benar juga, just have fun. Gue hanya ingin menikmati hidup gue. Satu mainan baru, nggak masalah."

Marshall tertawa, sementara Tarasya sudah malas mendengarkannya. Satu-satunya orang yang berpikir keras adalah Indira.

Ya, Indira dengan segala spekulasinya.

Arya memerhatikan setiap tindakan Andrea. Gadis culun yang dipikirkan oleh Marshall, gadis aneh dan gadis yang-ya, belum pernah Arya pikirkan sama sekali. Gadis itu unik, dengan wajahnya yang selalu datar dan mata sinisnya yang selalu menatap Arya.

Penasaran sekaligus menjadi tantangan bagi dirinya sendiri. Perasaan memang tidak bisa dihadirkan begitu saja, sama dengan rasa cinta yang tidak bisa ia rencanakan.

Ada hal yang berbeda setiap Arya menatap gadis itu. Andrea lebih banyak menatap Bagus, Production Assistant yang bekerja dengannya, gadis itu cerdas dan selalu sigap dalam pekerjaannya.

Sesuai apa yang Marshall katakan, gadis seperti Andrea memang tidak akan bisa didekati dengan cara yang biasa. Maka dari itu, Arya selalu mengambil tindakan spontanitas pada gadis itu.

Andrea memang benar-benar luar biasa, di malam ia mengantarkan Andrea ke indekosnya, gadis itu hanya bisa diam dan tidak pernah banyak berbicara. Kemudian harinya, ia tidak sengaja bertemu saat makan siang, ia menawarkan pekerjaan pada gadis itu.

Dan lihat, gadis itu menyetujui langsung ketika Bagus yang menyetujui sarannya.

Kini, Arya tengah berada di salah satu cafe, memerhatikan Andrea yang tengah bercengkrama dengan temannya yang pernah ia antar. Arya masih mengingatnya.

Ia memakai kacamata hitam dan topi hitam, sengaja agar tidak terlihat oleh siapapun. Setidaknya, ia perlu menyelidiki sesuatu.

Nama gadis itu memiliki nama Lubis di belakangnya. Andrea Jeanatte Lubis? Apa mungkin putri dari Om Matteo Lubis?

Jika benar, ia tidak bisa mempermainkan gadis itu seenaknya atau mungkin Matteo Lubis akan membantainya.

"Gimana?" tanya Marshall diseberang telepon.

Arya hanya berdeham, membetulkan posisi duduknya dan berkata. "Gue nggak bakal lanjut."

"Why? Lo takut?"

"Bukan, Marshall. Dia anak Matteo Lubis,"

"Are you serious? Matteo Lubis duda yang terkenal selalu bermain dengan banyak wanita?"

Arya tidak mau menanggapinya. "Gue batalin taruhan kita, sori, Shall.."

"Oke, gue terima pembatalan taruhan ini. Tadinya."

Arya tersenyum, ia mematikan sambungan telepon dengan Marshall. Ia masih memerhatikan Andrea, jika di lihat-lihat, Andrea memang terlihat seperti Matteo Lubis. Wajah gadis itu memang wajah kaukasian yang kental, kulit putih dan rambut yang berwarna cokelat terang.

"Kamu Natte?" gumam Arya tak percaya. Ia tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya.

"Ah, Om Matteo.. Selama ini, anakmu ternyata berada di dekatku." ujar Arya sambil tersenyum miring.

Apa yang akan terjadi jika Matteo mengetahui putrinya bekerja padanya? Andrea Jeanatte Lubis, gadis yang harusnya ia permainkan untuk sesaat dan menikmati kehidupan konyol untuk saat ini.

Urusan menikah, dan daftar keinginan untuk berkeluarga belum Arya inginkan. Marshall menentukan segala hal bahwa ia harus bisa mendapatkan Andrea. Arya perang dengan dirinya sendiri, apakah ia bisa memainkan segalanya ketika ia tahu fakta yang sudah terungkap di depannya?

Artinya, taruhan dengan Marshall tidak berarti apa-apa lagi. Kali ini, Arya berusaha menaruhkan dirinya sendiri. Ya, dirinya dan jiwanya. Jika ia normal, Arya hanya akan melihat Andrea sebagai gadis biasa yang tidak memiliki keistimewaan, dan Arya yakin, Andrea akan memuja dirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro