Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XIX

Andrea melepaskan sabuk pengamannya dan menatap Arya yang sedang menatapnya juga. Ayahnya baru saja pergi ke Sydney untuk beberapa hari, mengurus semua pekerjaannya yang akan dipusatkan di Jakarta mulai bulan depan. Selain itu, Matteo memberikan semua akses bebas pada Andrea atas kepemilikan pria itu. Rumah yang berada di Kemang, dua buah apartemen di Menteng atas nama properti Matteo, dan lagi Matteo memerintahkan agar Andrea pindah ke tempat layak huni seperti apartemen yang dekat dengan gedung kantornya. Sayangnya Andrea menolak itu semua dan memilih menetap di indekosnya bersama Rani untuk sementara waktu.

Ia juga perlu menceritakannya pada Rani. Niat awal bekerja di Jakarta yaitu sekaligus mencari keberadaan Ayahnya. Dan entah kenapa, Andrea merasa Tuhan sangat baik dan mengutus Arya untuk memberitahu semua ini. Andrea tentu saja sadar, Arya sudah melakukan hal besar dan begitu tidak ternilai untuk dikatakan. Arya membantunya agar ia bisa bertemu dengan Ayahnya. Siapa yang tahu? Andrea selalu memakai nama Lubis di nama belakangnya. Mungkin, Arya dan instingnya yang kuat lah sehingga pertemuan Ayah dan sang anak yang sudah terpisah lama itu bisa terjadi.

"Terima kasih, Pak Arya. Saya nggak tahu harus balas Pak Arya bagaimana. Tapi, saya benar-benar ingin mengatakan terima kasih dari hati terdalam saya." kata Andrea dengan malu.

Sebenarnya, ia agak khawatir akan Haji Ibrahim yang akan memarahinya kali ini. Mobil Arya terparkir di depan pagar rumah Haji Ibrahim, bisa-bisa ia kena damprat.

"Tidak usah berlebihan, aku hanya menolong." balas Arya dengan sesimpel mungkin.

Andrea bahkan tidak menyadari Arya yang sudah merubah gaya bicara mereka. Tapi Andrea, tetap kembali pada Saya dan Bapak kembali.

"Saya harus bagaimana, Pak? Bapak ingin apa? Apa yang harus saya lakukan untuk Bapak?" tanya Andrea antusias.

Arya menatap Andrea dengan serius kali ini. "Masak untuk aku setiap hari, apa kamu bisa?"

Mata Andrea mengerjap dengan cepat. "Hng—bagaimana, Pak?"

"Aku ingin kamu memasak untukku," balas Arya sekali lagi.

Andrea mengangguk dan tersenyum kaku. "Oh, hanya itu saja.. Syukur lah." kata Andrea dengan lega, namun tetap saja ada hal yang Andrea harapkan dari Arya.

"Ya, kamu bisa turun dan aku akan pulang."

"Oh, iya.. Saya hampir lupa, terima kasih Pak. Maaf kalau saya merepotkan Bapak dari kemarin."

"Tidak masalah."

Andrea turun dari mobil Arya dan melihat kepergian pria itu. Ada yang aneh pada Arya, tidak biasanya Arya seperti itu padanya. Entah kenapa Andrea lebih merasa Arya lebih kalem? Ya, sepertinya begitu.

Intinya, satu hal yang harus ia lakukan adalah menceritakan segalanya pada Rani dan yang terakhir.. Ia harus menghadapi Ibunya.

Ah.. Ibunya semoga tidak memarahinya lebih besar seperti yang sudah-sudah.

"Andrea!" teriak Kaia dari lobby.

Andrea menoleh dan tersenyum. "Hi, Kaia."

"Lo kemarin kemana sih, An?" tanya Kaia penasaran.

Andrea mengulum bibirnya ragu sebelum menceritakannya. "Hng, itu aku.. Ketemu sama Ayahku."

"Oh, ya? Lo udah ketemu sama Bokap lo? Syukur lah.." kata Kaia dengan senang.

Andrea mengangguk lagi. "Iya, Kai.. Rasanya aneh, Ayahku sudah tua."

Kaia kini tertawa dan memukul bahu Andrea dengan gemas. "Lo nya aja udah tua sih, An. Aneh banget. Dan urusan Nyokap lo? Gimana?" tanya Kaia penasaran.

Andrea memang pernah menceritakan masalah hidupnya pada Kaia. Dan wanita itu sangat terharu ketika mendengarnya, Kaia hanya memiliki masalah toleransi di dalam keluarganya yang berubah. Dan lagi, Kaia adalah wanita dewasa yang sudah bisa berdiri di kaki sendiri tanpa perlu orangtuanya.

"Ibuku.. Belum tahu, aku belum siap buat dimarahin Ibu, Kai."

"Lo takut ya, An?"

"Ih ya jelas lah, Kai." kata Andrea sambil menekan tombol lift. "Urusannya kalau Ibu tuh ribet banget, aku takut kalau Ibuku marah."

Kaia mengangguk saja. "Eh, by the way.. Malam ini gue ada party lho, An. Gue pengen ajak lo sekali-kali lah, lo mau nggak?"

"Party?" tanya Andrea.

"Iya, mau nggak? Lo ikut ke apartemen gue aja. Lagian, lo sama gue satu ukuran, An. Lo bisa pakai baju gue."

Party? Bahkan Andrea tidak bisa membayangkan party apa yang Kaia maksud.

"Uhm.."

Andrea terlihat berpikir, tapi Kaia sekali lagi meyakinkan Andrea dan memegang tangan gadis itu. "Ya An? Sekali aja... Gue mau kenalin lo sama teman-teman gue, dan lagi, kapan lagi sih, An? Kerjaan kita bikin mumet, lo bisa keluarin uneg-uneg lo di party nanti."

Andrea mengernyitkan keningnya. "Pasti.. Judulnya mabuk gitu, kan?"

"Nggak selalu," jawab Kaia menenangkan. "Hangout lebih tepatnya, dan lagi lo bisa buang rasa stress lo."

Andrea memikirkan kata-kata Kaia. Dan ia ingat, Arya yang memintanya agar tak memasak untuknya. "Tapi aku..."

"Sekali ini aja, An! Plis!" pinta Kaia.

Andrea menimbang-nimbang. Lagi pula, Arya tidak memintanya hari ini. Harusnya ia repot-repot memasakkan Arya seperti biasanya?

Ia datang ke rumah pria itu, memasak dan berbicara bersama dengan Michael. Sudah beberapa hari ini, Andrea hanya melakukan tugas semata-mata membayar hutang budi pada Arya yang telah mempertemukan pada Arya.

"Okay," kata Andrea menyerah.

Kaia tersenyum senang. "Okay, nanti jam 5 gue tunggu di loby ya, An. Dunia harus tahu eksistensi lo sekarang!"

Andrea hanya menghela napasnya saja. "Terserah deh."

Ia pergi menuju ruang meeting dan melihat Produsernya Hamid yang tengah mengerjakan sesuatu.

"Pak," sapa Andrea kaku.

Hamid hanya menoleh sebentar dan berkata. "Kita dapat tugas, Andrea."

"Oh, ya? Tugas baru ya, Pak?"

"Hm, kita harus meliput peluncuran pesawat pertama yang di produksi oleh negara kita."

Andrea tersanjung mendengarnya. "Indonesia, Pak? Serius? Pasti Boeing?"

Hamid mengangguk. "Iya, coba kamu cari semua artikel tentang pesawat Boeing, Adam Prananta bekerjasama dengan Amerika. Boeing kali ini lebih memantapkan desain baru."

Andrea mengangguk. "Siap, Pak. Apa Adam Prananta akan menjadi bintang tamu kita di minggu ini?"

Hamid kini melepaskan kacamatanya. "Apa kamu yakin bisa mengundang Adam Prananta minggu ini? Mungkin jadwal dia akan penuh karena sekaligus mengadakan peluncuran pertama pesawat komersialnya yang akan diluncurkan."

"Ah, iya.. Pak."

"Tapi saya tetap mau hasil akhir tetap bagus. Peluncuran pesawat ini diwakili dari divisi kita, Andrea. Dan saya sebagai produser yang akan bertanggung jawab atas liputan ini. Apa kamu bisa saya percaya?"

Andrea mengangguk kembali. "Bisa, Pak."

"Saya percaya pada kamu, silakan siapkan script hari ini. Kamu belum kirim script baru sama saya, Andrea. Jangan lupa, live empat jam lagi!"

"Sudah beres, Pak! Saya sudah mengerjakannya tadi malam sekaligus di bantu oleh Gigi."

"Tumben kamu meminta bantuan pada Gigi?" tanya Hamid heran. "Setahu saya, selama ini kamu selalu bekerja sendirian."

Andrea menyengir dan kali ini menatap Hamid. "Mbak Gigi baik banget, kebetulan saya juga lagi ada urusan lain."

Hamid hanya mengangguk, di dalam hati Andrea berkata. Dari awal, Hamid adalah orang yang paling tegas dalam berkata dan bertindak, pria itu selalu menguji kesabaran dan ketahanan Andrea. Bahkan tak jarang Hamid meremehkan kinerjanya sebagai kreatif.

Menjadi kreatif di Menajam Langit dan bekerja bersama Hamid membuat Andrea paham. Pria itu hanya ingin kesempurnaan dalam pekerjaannya, selama ini Andrea selalu berusaha maksimal. Dari properti, script, bahan gimmick yang terkadang di minta tiba-tiba oleh bintang tamu, ataupun beberapa komplain bintang tamu pada produser.

Namun, Andrea tetaplah Andrea. Ia selalu melakukan hal yang maksimal untuk Menajam Langit. Semua juga berkat disiplin yang Hamid terapkan, kadang-kadang pria itu membuatnya takut, tapi kali ini Andrea benar-benar paham dengan sifat Hamid yang perfeksionis.

"Pak, saya mau jemput dulu bintang tamu." kata Andrea pada Hamid.

Ia pergi menuju ruang meeting dimana bintang tamu hari ini sudah menunggu. Ia membukanya di sana dan melihat artis cilik yang baru saja menyelesaikan gelar master degree di Oxford, Alexa Noer Harari. Tapi sayangnya, di sana tidak hanya ada Alexa, tetapi Arya yang tengah berbincang-bincang bersama bintang tamu yang akan diberikan arahan olehnya.

"Hi, Mbak Alexa." sapa Andrea kaku.

Alexa Noer Harari tersenyum heran dan menatap Andrea. "Oh, hi apa kamu kreatif Menajam Langit?"

Andrea mengangguk, lalu ia melihat Arya yang tengah menatapnya juga. Tapi, tangan pria itu yang tengah merangkul bahu Alexa membuat Andrea merasa..

"Iya Mbak, saya kreatif dari Menajam Langit. Sebelum mau jemput Mbak, sekalian saya mau briefing di sini saja. Mbak nggak apa-apa, kan?"

Alexa tersenyum. "Okay, di sini aja deh, sekalian saya juga masih mau ngobrol sama teman saya." tunjuknya pada Arya disebelahnya.

Andrea hanya mengangguk. "Jadi, nanti di segmen pertama host akan memanggil Mbak, nanti Mbak datang dari pintu utama dengan membawa beberapa properti yang sudah kami siapkan, Mbak."

"Oh, properti apa?"

"Karena tema hari ini, kita mengambil education with travelling sesuai dengan pengalaman Mbak, jadi kita akan memberikan Mbak toga berikut dengan ransel dan koper mini yang sudah kami siapkan."

Alexa terlihat mengangguk. "Hm, okay juga.. Kayaknya bakal unik."

"Jangan salah," timpal Arya dengan ramah. "Kreatif Menajam Langit memang sudah terkenal keren sih, Lex."

Alexa tersenyum malu. "And you the CEO of FGM, aku salut padamu." kata Alexa.

Arya mengangkat alisnya. "Thanks,"

Andrea merasa kesal dan mengepalkan bolpoin yang ada di tangannya. "Bisa kita lanjutkan?"

"Of course,"

"Selanjutnya nanti kami akan membahas masa pendidikan Mbak dan pengalaman masa kecil. Mbak Alexa besar di New Zealand, bukan?"

"Ya, oh.. Kamu ternyata sudah meneliti tentang saya, ya?" kata Alexa tersanjung.

Andrea mengangguk. "Iya, Mbak. Nah, di sana nanti Mbak akan menceritakan pengalaman pribadi Mbak selama belajar di New Zealand sendirian."

"Okay, I'm accept it. Live-nya berapa lama lagi?" tanya Alexa sambil melirik jam tangannya.

"Dua jam lagi, Mbak. Saya hanya perlu kasih briefing sekarang kalau Mbak masih mau mengobrol dengan Pak Arya silakan." kata Andrea.

Arya mengangguk setuju. "Thanks atas pengertiannya, Andrea. Kebetulan saya juga sedang rindu dengan Alexa."

"Arya.. Please deh." kata Alexa malu-malu.

Andrea berdeham canggung dan berdiri. "Baik, kalau begitu saya tinggal dulu ya."

"Oh, Andrea!" cegah Arya.

"Iya Pak?"

"Dimana makan siang untuk saya?" tagih Arya.

Andrea tercengang dan menatap pria itu. "Tapi.. Saya.. Nggak bawa—"

"Ya sudah lupakan saja," potong Arya. "Saya akan makan siang di garden bersama Alexa."

Alexa menatap Arya dengan berbinar. "Serius, Arya? Oh my Godness, I wish I could saw that, everyone say garden FGM TV so awesome!"

Arya dengan sengaja mencubit pipi Alexa di depan Andrea. "Maka dari itu, c'mon kita bisa pilih makan siang yang kamu mau dan habiskan waktu luang di garden."

Andrea hanya bisa memaksakan senyumannya, ia memutarkan tubuhnya dan tak terasa kakinya tersangkut kaki meja yang ada di hadapannya dan..

Bruk!

Andrea jatuh tepat di depan pintu ruang meeting, ia meringis begitu merasakan dadanya yang terhantam dengan kerasnya lantai, dan lagi kacamatanya yang lepas dan tak sengaja terkena sikunya dan sialnya terdengar suara patah.

"Andrea!" teriak Arya kini.

Andrea berusaha bangkit dan mencari kacamata yang sudah patah terkena sikunya itu. "Aduh, kacamata saya!" kata Andrea dengan heboh.

Alexa maupun Arya membantu Andrea bangun dari lantai. "Astaga.. Pasti tadi itu sakit." kata Alexa dengan prihatin.

Andrea meringis sambil mengumpat. Jangan ditanya!

"You okay?" tanya Arya yang kini sudah membantunya berdiri.

Andrea mengerjapkan matanya lambat dan mengangguk. "Ya, saya.. Saya keluar dulu, permisi."

Arya melepaskan tangannya dari bahu Andrea dan menatap pecahan kacamata Andrea yang tersebar di atas lantai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro