XIII
Arya Atmodjo adalah pria berusia 29 tahun yang tidak pernah mau mengenal wanita baru yang selalu Mamanya tawarkan padanya. Terakhir kali Arya memiliki perasaan pada perempuan adalah saat ketika ia menginjakkan kakinya di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu bernama Tarasya yang sialnya malah menjadi saudara tirinya.
Papanya, Pradipta Ratmono Atmodjo pernah bercerai dengan Mamanya, Arana Anggrita hanya karena masalah yang terjadi di antara kedua klan keluarga. Arana Anggrita sang Mama menikah dengan Raden Lesmana Hengkara Praranggana ayah dari Tarasya sahabatnya.
Hidup memang lucu, terkadang Arya menganggap kehidupannya hanya sebagai perantara sebagai alat judi dalam kehidupan kedua orangtuanya. Terdapat dua klan yang berbeda, klan utara dan selatan.
Klan utara di dominasi oleh keluarga Praranggana, Atmodjo dan Harris. Sementara klan selatan yang di dominasi oleh keluarga Trenoka, Felipe dan Danudjaksa. Well, gadis yang ia sukai, Tarasya memiliki darah Praranggana dan menikah dengan salah satu Danudjaksa.
Tidak heran, permainan drama orangtua para klan membuat kehidupan anak-anaknya terusik. Mamanya, Arana begitu membenci saudari kembarnya Aryani Indira Lastana Atmodjo yang tidak pernah di anggap sebagai anak perempuannya. Papanya pun menjauhi Indira dan membuat anak perempuannya jauh dari rumah.
Setelah semakin dewasa Arya mengerti. Kehidupan anak-anak para klan utara hanya menjadi bahan judi para orangtua saja. Contohnya, korban terbesar ditanggung oleh saudarinya, Indira.
Indira berhasil kabur menjauh dan tidak mau memakai nama Atmodjo kembali. Adiknya itu sudah memilih agar hidup sendiri ketika Papanya dan keluarga Harris merencanakan hal gila yang membuat Indira pun semakin gila. Banyaknya hal kelam yang dimainkan, tidak ada satu pun manusia berwajah asli di lingkungannya.
Ia memutuskan hidup sendiri, membawa Indira bersamanya dan membangun FGM ketika ia keluar dari rumah. Atmodjo Group adalah tanggungannya, dengan fasilitas segala yang Papanya berikan, Arya lebih memilih keluar demi kesehatan mentalnya sendiri.
Setelah Arya keluar dari rumah, Mamanya Arana dan Papanya rujuk kembali. Lesmana, Ayah dari Tarasya menikahi Mamanya hanya karena permintaan Papanya saat itu. Atmodjo tengah di incar oleh kolega lain yang berasal dari luar, memainkan peran saling menjatuhkan di dalam kasta yang mereka buat sendiri. Setelah kejadian dimana Indira pergi dan mengalami kejadian naas hanya untuk menyelamatkan salah satu pewaris Harris, klan pun akhirnya di hapus.
Sampai sekarang, Arya masih belum bisa percaya sepenuhnya. Ketika Mamanya mengatakan wanita-wanita dari kalangan terbaik yang pantas untuk di jadikan istrinya. Tapi tidak dengan apa yang Arya lihat. What Arya sees is not love, orangtuanya masih dan hanya akan terus memperdulikan darah dan klan yang tidak boleh hilang. Padahal, karena pemikiran klan tersebut lah hidup mereka selalu berada di ambang kehancuran.
Lalu di suatu hari, ketika ia datang ke kantor dimana suasana berubah. FGM memang memiliki ciri khasnya sendiri dalam mengurus setiap staf, Arya tahu itu. Para staf lebih akan fokus dan hectic dalam pekerjaan, dan tidak memperdulikan lingkungan sekitar.
Selama enam tahun ini, FGM berhasil berdiri sendiri. Memiliki rumah produksi, naungan agensi untuk para talent dan Arya membangunnya sendirian selama enam tahun ke belakang.
Tentu saja ia tidak sendirian, ada sahabatnya Fazan Harris, lagi-lagi putra satu-satunya dari Harris yang membantunya. Fazan menikahi saudari kembarnya, Indira. Ya siapa yang tahu? Adiknya ternyata aman-aman saja hidup bersama seorang Harris.
"Ya! Arya!" teriak Indira yang baru saja Arya pikirkan.
Arya memutarkan bola matanya malas dan melihat saudari kembarnya itu yang baru saja memasuki kamarnya. Untungnya ia baru saja selesai berpakaian, Indira memang selalu kebiasaan, masih tidak memiliki sopan santun dan tidak peduli ia tengah berpakaian atau tidak.
"Apa lagi?! Hi Baby!" teriaknya berubah menjadi kegirangan begitu Indira membuka pintu kamarnya dan ada Teresa keponakannya yang berusia lima tahun itu.
Arya menghampiri Teresa dan menggendongnya, tak peduli kemejanya yang akan kusut atau simpul dasinya yang akan hancur, ia mencium pipi Teresa yang sangat harum baginya.
"Kamu sombong banget, Baby.. Masa Om di tinggal ke Jepang?" kata Arya dengan nada suara yang berubah menjadi manja.
Teresa tertawa di gendongan Arya dan memeluk leher Arya. "Sudah di simpan oleh-olehnya Oom, di bawah!"
"Oh, ya?" tanya Arya antusias. "Kamu belikan Oom oleh-oleh?"
Teresa mengangguk. "Hmm, kata Mbu," tunjuknya pada Indira. "Kalau Oom nggak di kasih oleh-oleh nanti nangis."
Arya terkekeh pelan sebelum kembali mengecup kening Teresa. "Good, kita pergi dinner malam ini, okay?"
Teresa mengangguk. "Okay,"
Indira menghela napasnya, ia datang hanya untuk menyampaikan pesan dari Mamanya yang mengatakan Arya harus berkencan malam ini dengan salah satu pemenang finalis Putri Indonesia Nathalia.
"Mama sudah siapkan kamu seseorang, Ya. Malam ini Tere nggak bisa ikut dinner sama kamu." kata Indira pada Arya.
Arya melayangkan protesnya. "Kenapa?!"
"Nathalia Zittman, Putri Indonesia yang baru saja menang kemarin, dia yang akan kamu temui malam ini. Kata Mama." tekan Indira di akhir kalimat.
Arya hanya mengangguk saja. "Kalau begitu, Tere tetap ikut denganku."
Mata Indira membulat seketika. "Dan kamu menjadikan Tere sebagai tumbal kamu, Ya? Di acara kencan nanti? Gila!"
"Mbu, Tere mau temenin Oom." kata Teresa yang kini sudah duduk di atas ranjang Arya.
"No, Sayang. Kita dinner saja sama Papa, ya?" tanyanya pada Teresa.
Teresa menggeleng dengan wajah cemberut. "Mau sama Oom pokoknya."
Arya yang tengah memakai jasnya tersenyum miring pada Indira. "I win," ujarnya seakan meledek.
Sementara ia sudah berlutut lagi di depan Teresa dan berkata. "Nanti malam Oom jemput kamu ya, Baby.."
Teresa mengangguk dengan lucu. "Hm, Tere tunggu, nanti Tere pakai dress warna baby blue ya, Mbu?" pintanya pada Indira.
Indira hanya bisa mengangguk. "Okay, ayok kita makan dulu tadi bekalmu sudah di bawah, Sayang nanti keburu dingin."
Teresa turun dari kasur dan berjalan menuju Indira. "Kamu mau diam di sini?"
"Iya, aku malas di rumah."
Arya mengangguk. "Ya sudah, aku pergi ke kantor dulu dan ingat jangan sampai Teresa masuk ke ruang kerjaku, Indira!"
"Okay, bawel banget! Cepetan kerja dan cari calon istri!"
Arya berdecih mendengarnya dan ia segera pergi menuju kantor.
...
...
"Pak," kata Hanung sambil membuka pintu mobilnya.
Arya mengangguk dan berusaha tersenyum pada setiap karyawan yang menyapanya. "Pak sudah ditunggu sejak tadi oleh Pak Matteo Lubis di ruangan Bapak."
Arya menatap Hanung bingung. "Om Matteo?"
"Iya, Pak."
"Om Matteo sejak kapan ada di Indonesia? Apa pihak keluarga Mama saya tahu, Hanung?"
"Tahu, Pak. Pak Matteo baru saja kembali ke Indonesia kemarin."
Matteo Lubis adalah sahabat dekat Mamanya sejak kecil, Matteo Lubis sudah ia anggap sebagai Pamannya sendiri, Arana adalah bukti dari semua perjalanan hidup Matteo Lubis dengan istrinya. Pamannya itu memang tidak pernah berada di Indonesia, selalu memamerkan kegiatannya setiap berkeliling dunia, membagikan foto yacht yang Pamannya punya.
Arya membuka ruang kerjanya, ia melihat Matteo Lubis—Pamannya yang tengah berdiri sambil memandangi kota Jakarta dari jendela kaca kantornya.
"Om," sapa Arya.
Matteo dengan wajah bersahabat tersenyum pada keponakannya. "Halo Arya!" ujarnya sambil merentangkan tangannya.
Arya menerima pelukan hangat dari Matteo dan menatap pria yang sudah berusia 49 tahun itu terlihat tetap keren, dan lihat betapa tidak berpengaruhnya uban dan bulu halus pria itu yang berwarna putih itu.
"Kulit Om ya, sedikit gelap." ujar Arya sambil menelisik wajah dan tubuh Matteo yang kekar.
"Om, menghabiskan waktu selama satu bulan berlayar di lautan, Arya. Jangan tanya betapa panasnya matahari. Kau harus ikut lain kali,"
"Lain kali, yeah." jawab Arya menyebalkan, jangan tanya kapan ia ada waktu.
Matteo Lubis menatap nama Arya yang terpampang di meja kerja milik keponakannya itu. Arya Badhrika P Atmodjo dan gelar CEO-nya yang terpampang begitu besar.
Matteo adalah manusia yang paling mendukung Arya untuk berdikari ketika keluar dari rumah. Sempat terjadi percekcokan diantara dua keluarga, Atmodjo dan Lubis. Matteo sendiri tidak pernah berhubungan dengan keluarganya yang ada di Medan setelah lamanya bercerai dengan istrinya.
"Om nggak mau menikah lagi apa? Memang tidak bosan hidup sendirian?" tanya Arya penasaran.
Arya menuangkan whiskey untuk Matteo. Pria itu hanya terkekeh pelan menanggapinya. "Kamu tahu kalau Om selalu dikelilingi oleh wanita-wanita."
"Ck, itu beda!" hardik Arya.
Matteo menerima whiskey dan meneguknya dengan pelan-pelan. "Om sudah menjalani hidup Om sebagai hukuman, Arya. Kamu pikir Om bisa menikmati semua wanita-wanita itu? Jelas memang tidak. Mereka semua berbeda."
"Oh jelas," balas Arya. "Apa Om tidak merindukan mantan istri dan anak Om?"
Mata Matteo menajam pada ponakannya. "Tantemu itu masih tetap menjadi istri Om, Arya. Tolong kamu camkan itu!" ujarnya sambil melayangkan tunjuknya pada Arya.
Arya membulatkan matanya. "Oops, sori Om bukan maksudku menyinggung dengan kata-kata yang salah. Tapi aku memang bingung bagaimana mendeskripsikannya."
"Om tidak menandatangani surat gugatan perceraian yang dia kasih pada Om,"
"Dia pergi membawa anak Om, dan menghilang entah kemana. Aneh, Om harusnya tidak meremehkan bagaimana pintarnya Tante kamu itu, Arya. Dia benar-benar pintar sampai membuat Om pusing selama bertahun-tahun."
Arya tertawa dan kini ikut khawatir akan kondisi anak dari Matteo. "Kira-kira berapa umur anak Om sekarang? Dia sudah besar, kan? Aku ingat, Natte dulu masih kecil dan aku tidak begitu menyukainya karena dia manja."
Matteo menendang kaki Arya dengan kesal. "Natte manja saat kecil, dia tidak semanja itu sekarang, pastinya. Tapi, entahlah. Dimana pum dia berada, Om tahu Ibunya mendidik dia dengan baik."
"Ayo lah, Om.. Sejak kapan Om terlihat jadi pria hopeless seperti ini?"
"Om sudah melakukan kesalahan besar. Kamu pikir Om tidak malu? Om malu!"
Lah, lihatlah manusia gengsi satu ini. Arya sampai tak bisa mengerti dengan jalan pikir Matteo Lubis. "Pantas Mama sudah angkat tangan jika urusannya itu sudah menyangkut Om dan mantan istri Om itu."
"Dia masih istri Om, Arya!" geram Matteo kesal.
Arya tertawa lagi, senangnya mengerjai Matteo yang tampak marah setiap ia menyebut istri Pamannya itu dengan sebutan mantan istri.
"Coba cari media sosial Natte, Om. Tidak mungkin bagi manusia zaman sekarang tidak memiliki media sosial, pasti dia punya."
"Tidak, Arya. Kamu tidak tahu Natte. Natte memang di didik keras oleh Ibunya, bahkan Om nggak yakin dia punya ponsel."
Arya berdecak kagum. "Wah, itu namanya tidak wajar, Om."
Matteo tersenyum. "Sebenarnya, Om rindu dia."
"Dia yang mana?" goda Arya.
"Istri Om lah! Kamu ini!"
"Ck, kalau gitu cari lah Om.. Apa Om akan terus tetap diam seperti ini?"
Matteo menyipitkan matanya. "Kamu membantu pun tidak, tapi banyak sekali memerintah. Jika hal itu mudah, Om pasti sudah bersatu dengan istri Om sendiri. Ini sekaligus pelajaran untuk kamu, Arya. Bagaimanapun istri kamu, percayai lah dia. Tinggal bersatu dengan orangtua setelah menikah memang akan berdampak pada masalah rumah tangga yang lain."
Arya berdecak dengan gemas. "Aku nggak akan sebodoh itu untuk menyatukan istriku dengan Mama. Apa lagi Mama dengan otak dramanya yang tidak bisa aku toleransi lagi."
Matteo tertawa puas mendengarnya. "Para klan sudah hancur, Arya. Jika Mamamu mendengar ini, Om yakin kamu akan dijewer olehnya."
"Ya, dan lagi-lagi aku harus mengikuti kencan buta yang dia sediakan."
Mata Matteo membulat. "Wah itu kabar baik, bagaimana? Pasti cantik."
Arya mengangkat bahunya acuh. "Untuk kali ini, Mama mengatakan kalau dia finalis dari Putri Kecantikan bernama Nathalia. I don't even care sebenarnya."
Matteo mengangguk paham. "Tara-Tara temanmu itu sudah menikah dengan putra konglomerat Danudjaksa. Cinta pertama memang tidak selalu berhasil."
"Termasuk Om dan istri Om itu, kan?"
"Hei! Aku dan dia masih bersatu!" balas Matteo.
Lagi-lagi Matteo terpancing karena godaan Arya. Arya hanya tertawa melihatnya, ia senang jika sudah membuat Matteo menjadi bahan bully-an dia.
"I see, aku akan berusaha bantu Om juga."
Matteo tampak mengerlingkan matanya. "Itu yang ingin Om dengar sejak tadi, Arya."
"Cih, bisa-bisanya pria tua ini." ledek Arya.
"Aku tua tapi aku dikelilingi oleh wanita cantik. Sedangkan kamu? Tolong Arya, berhenti mendebatiku."
Arya tertawa kembali, Matteo memang mood boster untuknya. Berbeda dengan Papanya yang akan sangat menyebalkan dan memaksanya agar mengambil alih Atmodjo, sedangkan Arya tidak akan pernah melepaskan FGM hanya untuk kembali pada Atmodjo Group. Tidak untuk saat ini. Ia hanya perlu berpikir ulang untuk setiap hal yang akan ia balas pada kedua orangtuanya. Termasuk penderitaan yang Indira rasakan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro