Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XI

Senin pagi. Andrea tidak ingat jam berapa ia tertidur semalam, ia merencanakan jadwal yang cukup padat untuk hari Senin hingga Jumat. Para tim Menajam Langit belum datang, studio terlihat sepi. Andrea memutuskan untuk melihat Kaia di kubikelnya, ia perlu cerita nyentrik dan aneh dari Kaia.

Andrea tersenyum pada semua orang yang menatapnya. Para operator tengah menyiapkan segala persiapan jadwal.

"Kai," kata Andrea pada wanita itu.

Kaia memutarkan kursinya dan tersenyum pada Andrea, terdapat garis hitam yang melingkar di bawah mata Kaia. "Kai? Mata kamu kenapa?" tanya Andrea khawatir.

Kaia mengibaskan tangannya. "Nggak usah khawatir, ini cuman gara-gara gue party dua malam nggak berhenti." katanya dengan enteng.

Andrea menghela napasnya, lalu ia melihat Kaia yang tengah menyiapkan skripsi. "Belum briefing, Kai?"

"Belum, Ndre. Belum pada datang tuh yang lain."

"Hmm, sama sih."

"Eh, gimana kerja sama Pak Arya?" tanya Kaia penasaran.

Andrea menghela napasnya kembali. "Hancur."

"Ndre? Serius dong.." rengek Kaia.

Andrea menatap Kaia dengan frustasi. "Aku serius, hancur banget. Berasa dijadikan pembantu sama dia. Aku bukan sekretaris, lebih jadi bahan untuk dimanfaatkan aja."

"Dimanfaatkan? Apanya?"

Oh, sial... Kaia pasti akan bertanya dengan detail. "Ya pokoknya gitu deh! Malas bahas." jawab Andrea.

Kaia hanya bisa manyun lalu kembali mengetik, suasana pagi di kantor cukup menyenangkan tidak terlalu bising dan orang-orang tampak membawa aura kebaikan.

Andrea membayangkan, andaikan dia bisa bekerja dengan tenang, mungkin ia sekarang akan menikmati waktunya dalam bekerja. Tidak peduli di kejar target rundown, karena ia menyukainya. Ibunya tidak pernah memberi kabar pada Andrea, begitupun dengan Andrea. Ia tak mau kalau Ibunya sampai membahas segala pekerjaan yang terlalu banyak menuntut seperti ini, ia bisa-bisa di paksa untuk pulang.

"Sudah sarapan?" tanya seorang pria yang baru saja mendekati Andrea dan Kaia.

Andrea menoleh dengan wajah terkejut, sementara Kaia membalasnya dengan cepat. "Sudah Pak, Bapak bagaimana?" tanya Kaia balik.

Bagus ada di depa Andrea dengan senyuman yang mencerahkan dunia Andrea. Pria itu seolah-olah bisa menjadi matahari saat ini. "Saya sudah, boleh saya ajak Andrea? Ini waktunya briefing."

"Oh silakan, Pak. Duh, Andrea memang main kabur aja." kata Kaia dengan menyebalkan.

Andrea berdiri dan menatap Bagus tidak enak karena ia baru saja di susuli. "Maaf Pak, saya kira semua orang belum datang, jadi saya menemui Kaia dulu."

Bagus terkekeh pelan dan mengusap puncak kepala Andrea. "Nggak apa-apa."

Andrea menegang di tempatnya, ia merasakan seluruh tubuhnya seakan di sengat oleh listrik dengan aliran besar. Bagus mempengaruhinya, ia bahkan sampai tak bisa bergerak dan bernapas.

Kenapa Bagus bersikap manis? Dan kenapa juga Bagus terlihat sangat lembut ketika berbicara padanya?

Timbul pertanyaan baru yang membuat hati Andrea menghangat. Ia menyukai Bagus, menatap Bagus dari belakang, hanya dengan menatap bahu pria itu. Bagaimana Bagus ketika berbicara, bagaimana gestur tubuhnya yang terlihat santai. Semua yang ada pada Bagus seolah meminta untuk di perhatikan.

Andrea tersenyum, bekerja lebih giat ketika Bagus ada di sisinya. Ketika kedua mata mereka saling bertubrukan, Bagus lah yang tersenyum lebih dulu pada Andrea.

"Jadi, untuk bintang tamu minggu ini siapa saja yang akan didatangkan?" tanya Floor Director, Karmila.

"Untuk bintang tamu sendiri, saya sudah hubungi beberapa managemen. Yang pertama, ada Nita Ayu Saputra, mantan dubes Indonesia di Swiss. Yang kedua, tadinya saya sempat merasa nggak percaya diri mau mengundang Bapak Ken Maxwell calon presiden Indonesia. Tapi beliau mengiyakan ketika saya mengontak asisten pribadinya Jatnika Rahayu."  kata Andrea.

Hamid mengangkat alisnya tidak percaya. "Oh ya? Kamu mengundang Ken Maxwell, Andrea? Kenapa nggak sekalian kamu undang Fateh Baranan Agusto yang akan menjadi lawannya di pemilihan presiden kali ini?" tanya Hamid pada Andrea.

Andrea tersenyum menanggapinya. "Kalau saya mengundang keduanya, itu akan menjadi debat antara calon presiden, Pak Hamid. Saya tidak mau mengambil resiko, karena program lain pun sudah merencanakan hal tersebut."

"We're Menajam Langit, dan kita berbeda." timpa Hamid mencoba memancing Andrea. "Kenapa tidak kamu lakukan? Hitung-hitung, nama Menajam Langit akan semakin tersohor, Andrea. Ingat! Program Menajam Langit akan masuk best category nomination this year, dan itu pencapaian yang harus di kejar." kata Hamid dengan optimis.

Bagus memperhatikan bagaimana Andrea menjawab Hamid—Produser Menajam Langit dengan tenang.

"We can do the different things, Pak. Sekali lagi, ancaman untuk menjatuhkan Menajam Langit begitu banyak. Ketika rating melonjak, perusahaan televisi lain merasa ingin mengikuti gaya kita dalam menghasilkan suatu program yang menarik." jelas Andrea.

Semua orang menatap Andrea, basecamp tempat meeting seakan-akan menjadi saksi betapa cerdasnya tim kreatif mereka. "Saya tetap akan memperhatikan setiap aspek tanpa mengubah suatu hal yang sudah di tetapkan. Melihat dari bagaimana sikap masyarakat terhadap program ini, kita benar-benar sudah diterima."

Hamid mengangguk mengerti. "Of course, tapi menciptakan suatu terobosan hal baru bukan hal yang buruk, bukan? Kita bukan menjiplak kegiatan atau program orang lain. Katakan lah, ini segmen spesial untuk para warga Indonesia agar mengenal lebih dekat para calon presiden Indonesia."

Bagus sebagai Production Assistant terus memerhatikan perdebatan antara Andrea dan Hamid. Penanggung jawab program Menajam Langit, Prapandu Tjandra malah bersikap tenang-tenang saja. Jika benar dua calon presiden itu dipertemukan di acara Menajam Langit, maka ini adalah minggu paling berat untuk semua staf.

"Menajam Langit adalah talk show yang berbobot," kata Bagus kali ini. Ia menatap Andrea yang masih terlihat ragu untuk mempertemukan Ken Maxwell dan Fateh Baranan Agusto, cukup sulit memang tapi ini akan menjadi tantangan tersendiri untuk Andrea. "I guess, that's a good idea."

Andrea mengernyitkan keningnya bingung. Jadi Bagus setuju dengan saran Hamid? Ah, lagi-lagi Andrea merasa terjebak di suatu hal yang sama. Ia tidak akan bisa menolak jika permintaan itu sudah menyangkut Bagus.

"Nah, betul kan?" timpal Hamid semangat. "Ini akan menjadi program paling yang di nanti-nanti oleh pemirsa, Andrea."

Andrea menarik napasnya. "Okay, saya menerima saran dari kalian semua. Terima kasih sudah memberi masukan." jawab Andrea dengan tenang.

Semua orang terlihat bersemangat kali ini atas jawaban Andrea. "Tapi saya tetap akan membuat acara Menajam Langit terlihat santai, tidak ada unsur politik di dalamnya, tetap mengandalkan kedamaian. Tujuan kita mengundang Ken Maxwell dan Fateh Baranan adalah untuk membuka mata masyarakat,"

"Setuju," timpal Bagus kali ini.

Penanggung jawab program Menajam Langit, Prapandu pun terlihat mengangguk setuju. Hamid tersenyum, baru kali ini ia melihat betapa luar biasanya Andrea.

Ya, Andrea adalah satu-satunya tim kreatif yang tidak bisa Hamid percaya. Maka dari itu, ia perlu menguji Andrea kali ini. Melihat sehebat mana optimis gadis itu.

Suasana kantin FGM ramai seperti biasa, Andrea tidak sendirian, kali ini ia bersama Kaia yang tengah manyun karena baru saja terjadi percekcokan. Kaia berdebat dengan Kristie, tim kreatif dari program Halo Entertainment itu meminta agar proses meeting program Kaia di percepat. Semua orang sudah memiliki jadwalnya masing-masing untuk meeting di ruangan.

Namun, sayangnya ketidak rukunan para staf di FGM membuat masalah kadang berbelit-belit.

"Gue sumpahin si Kristie di sambet angin di tengah jalan!" omel Kaia yang baru saja menerima nampan berisi nasi goreng panas itu.

"Sabar, Kai.. Orang kayak Kristie kalau di ladenin makin nyebelin."

Kaia menggebrak meja kantin yang membuat semua orang di sana melihat mereka berdua. "Nggak bisa gitu! Dia memang musuh bebuyutan gue! Setelah dia jadian sama Zac, dia makin gencar aja bikin gue kesal!"

Andrea tersenyum pada semua orang di kantin, mengusahakan agar semua orang mengerti kondisi yang sedang Kaia alami meskipun rasanya tidak mungkin.

"Kai, kamu tahu sih.. Itu memang niat utama perundung. Tukang rundung itu jelas pengen lihat kita kesal, marah, nangis bahkan sampai lawan dia. Tapi, kamu tahu kan peribahasa kalau diam itu emas?"

Kaia menggelengkan kepalanya tak percaya menatap Andrea. "Gue nggak paham lagi, gue lagi kesal begini lo malah ngomongin peribahasa. Silent is gold, but violence beradab, Ndre."

Andrea tersenyum dan kini meminum jus jeruknya. "Tenang, everything gonna be okay, lain kali kayaknya memang kalau mau rebutan tempat buat meeting sama Kristie, kamu harus lebih sigap cari jadwal yang nggak bareng sama dia."

Kaia masih tidak bisa menahan emosinya. "Yang bikin gue kesal adalah, dia harus banget bikin gue malu di depan Zac Pradipta!"

"Mantan kamu itu?" tanya Andrea.

"Iya!"

Kedua mata Kaia kini melihat ke arah utara dimana Zac dan Kristie yang baru saja datang memasuki kantin. "Lihat! Yang kita bicarakan baru saja datang!" cetus Kaia menunjuk dua pasangan itu.

Andrea menoleh ke belakang, ia melihat Kristie dan Zac yang tengah berjalan ke arah mereka. Setahu Andrea, Zac berselingkuh dengan Kristie dan hal itu yang membuat gempar kantor FGM.

"Gue yakin dia mau ambil tempat duduk dekat kita." gumam Kaia sekali lagi.

Dan benar, Kaia tepat sasaran. Andrea hanya bisa mengulas senyum dan berkata. "Sudah, jangan di pedulikan. You're a elegant woman, Kai."

Kaia mengibaskan rambutnya dengan jumawa dan membalas. "I know!"

Andrea fokus pada makan siangnya ini, ia harus siap-siap jika barangkali akan di panggil oleh CEO gila bernama Arya Atmodjo itu. Sudah rutin, keputusan sudah ditetapkan bahwa Andrea akan menjalani dua shift pertama yaitu bekerja sebagai kreatif, dan shift kedua menjadi sekretaris Arya Atmodjo.

Padahal, jika di pikir-pikir ia tak berguna amat menjadi sekretaris Arya, lihat saja siang ini, Arya menangani semua jadwalnya dengan Hanung. Berarti, ini hanya akal-akalan Arya saja, bukan?

"Ndre, gue malam ini nginep di kosan lo, ya? Gue malas balik ke rumah." kata Kaia sambil mengikat rambutnya.

Andrea mengangguk. "Boleh, kayaknya aku juga pulang malam, Kai. Nanti aku kasih kuncinya sama kamu, deh."

"Okay deh, eh by the way gue belum kenalan lho sama teman lo itu, siapa? Rani?"

"Iya, dia memang jarang di kosan sekarang. Kalau pulang selalu larut malam, jarang ketemu sama aku."

"Kalau sama saya kamu harus bertemu, Andrea." kata seseorang yang baru saja datang.

Andrea membulatkan matanya melihat Arya Atmodjo yang berdiri menjulang di belakangnya. "Pak Arya?"

Arya menggeleng. "Bukan, saya hantu."

Niat bercanda untuk Andrea, yang tertawa malah Kaia. "Ya ampun, saya nggak tahu kalau Pak Arya punya selera humor begini."

Arya berdeham dan menatap Andrea datar. "Hm, sayangnya teman kamu ini tidak memiliki selera humor." tunjuknya pada Andrea.

"Kok jadi saya?" tanya Andrea tidak terima.

Arya kini tersenyum sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, tidak peduli semua mata memandang mereka saat ini. "Hari ini saya ada pertemuan, kamu harus ikut."

"Kemana?" tanya Andrea.

Arya berdecak dan menatap Andrea tajam. "Kamu nggak lihat jadwal saya?!"

Andrea langsung menyengir. "Maaf Pak, saya lupa.. Lagi pula, seharian ini saya sibuk banget."

"Alasan,"

"Bapak kan bisa pergi dengan Pak Hanung." balas Andrea.

Arya dengan wajah kalemnya tetap menggeleng. "Saya inginnya pergi dengan kamu, pukul empat sore sudah di ruangan saya dan kamu harus mengganti pakaian kamu sedikit lebih formal." kata Arya.

Andrea hendak membantah, ia tak membawa pakaian ganti apapun. Tapi Arya sudah pergi keluar dari kantin, sementara sahabatnya tengah mentertawakan penderitaannya.

"Kai? Kamu ketawain aku?" tanya Andrea dengan kesal.

Kaia memegang perutnya dan menunjuk Andrea. "Wajah lo itu sulit di kontrol ya, Ndre? Sebel banget kayaknya lo sama Pak Arya."

"Memang!" jawab Andrea sambil melepaskan kacamatanya dan membersihkannya.

"Terima tantangan saja ya, Ndre.. Pak Arya ganteng juga, ya barangkali Pak Arya jodoh lo. Siapa yang tahu?" ujar Kaia sambil mengerling padanya.

Andrea bergidik ngeri. "Kayaknya aku harus berdoa sungguh-sungguh buat dapat yang lebih waras aja deh, Kai. Mana ada karyawan di kantor yang bekerja dibawahnya terus merangkap jadi sekretaris dia? Dia memang kayaknya gila karena kebanyakan uang."

Kaia tertawa lagi, Andrea menyipitkan kedua matanya, lihat saja! Arya memang sepertinya suka membuatnya dalam kesulitan seperti ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro