Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

X

Andrea tidak mau berbicara, setidaknya ia tahu diri untuk apa protes pun? Arya adalah Bosnya di tempat kerja, selama ini Andrea tidak pernah benar-benar menerima. Ibaratkan, dia terlalu banyak mengomel dan takut di cap karyawan tidak tahu diri.

Tapi di cium?

Bagaimana bisa ada orang yang lancang seperti itu?

Iya, Andrea tahu ia minim pengalaman. Mendapatkan hal mengejutkan seperti itu tentunya membuatnya risih dan bingung harus bersikap bagaimana.

Tapi tolong...

Kali ini..

"Pak," kata Andrea memberanikan diri setelah mobil keluar dari pelataran hotel Ritz Carlton.

"Ada apa?"

Andrea kini menatap sang Bos dengan tatapan mengancam. "Kenapa Bapak seenaknya mencium saya seperti tadi?"

Pria itu hanya diam untuk beberapa saat, lalu tersenyum dan berkata. "Ah, itu cuman permulaan saja."

"Maksud Bapak?"

"Saya dan kamu, kalau saya tidak seperti itu, Mama saya akan menjodohkan dengan wanita yang tidak sukai." jawab Arya enteng.

"Tapi Pak, tadi itu saya!" cerocos Andrea berusaha membuat Arya mengerti.

"Memang kenapa kalau itu kamu?" balas Arya dengan cepat. "Bukannya saya sudah bilang kalau saya tertarik sama kamu?"

Andrea mengernyitkan hidungnya, berusaha tenang di jalanan lenggang dan malam ini. "Pokoknya saya menyerah jadi sekretaris Bapak. Bapak cari saja yang lain."

"Heh! Kamu ini memang karyawan paling kurang ajar, ya? Saya lihat kamu lugu, ternyata kamu banyak protes juga!"

"Jadi Bapak memandang saya seperti itu?!" balas Andrea tak mau kalah. Ada apa sebenarnya dengan Arya Atmodjo?

"Andrea, saya mengerti kalau kamu marah. Tapi sekali saja, saya minta rasa kooperatif kamu pada saya."

"Untuk apa?"

"Ya untuk apa lagi? Menyelamatkan saya." balas Arya dengan nada menyebalkan.

Andrea ingin menjambak rambut hitam Arya dan menggundulinya sekarang juga. "Saya keberatan,"

"Andrea─"

"Pak, tolong lah.. Yang wajar-wajar saja. Tadi Bapak memperkenalkan saya sebagai kekasih Bapak di depan Mbak Indira apa lagi di depan orangtua Bapak. Sebenarnya Bapak ini sedang punya masalah apa? Bapak bisa cerita sama saya, tapi jangan menempatkan saya di posisi sulit seperti ini, Pak!"

Arya terkekeh pelan mendengarnya. "Kamu ini memang nggak tahu atau memang pura-pura bodoh, Andrea?"

Andrea membulatkan matanya. "Bapak mengatai saya bodoh?"

"Literally, ya. Sejak kemarin sudah saya katakan kalau saya tertarik sama kamu."

Tiba-tiba mobil Arya berhenti, Andrea melihat pekarangan indekosnya, itu artinya sejak tadi ia berdebat dengan Arya tidak menyadari waktu di jalan.

"Terserah Bapak. Saya hanya akan mengundurkan diri kalau begitu." ujar Andrea yang sudah membuka sabuk pengaman.

Arya menahan lengan Andrea dan kini menatap Andrea dengan serius. "Andrea, maafkan saya."

"Saya maafkan,"

"Tidak," bantah Arya. "Maksud saya, kamu boleh marah, tapi tolong.. Saya mengatakan hal jujur ketika saya tertarik sama kamu."

Andrea makin tak paham. "Tertarik apa sih, Pak? Saya makin nggak mudeng sama ucapan Bapak."

Arya menahan kekesalannya, ia tidak menyangka menghadapi Andrea ternyata lebih sulit dari apa yang ia pikirkan. "Saya tertarik sama kamu dalam artian pria menyukai wanita. Sampai sini kamu paham?"

Andrea mengerjapkan matanya lambat. Ia menatap Arya penuh antisipasi. "Bapak tidak mabuk, kan?"

"Tentu saja tidak," jawab Arya spontan, lalu setelahnya pria itu membulatkan matanya. "Apa kamu bilang Andrea? Kamu menganggap saya mabuk? Saya menyatakan perasaan saya dan kamu menganggap saya mabuk?!"

Andrea meringis, sepertinya ia sudah salah bicara. "Selamat malam, Pak. Terima kasih sudah mengantar saya." kata Andrea yang hendak membuka pintu mobil.

Tapi Arya menarik tubuhnya kembali dan menarik kepala Andrea dan mencium kening Andrea. "Besok pagi jam delapan di rumah saya. Saya tunggu."

Andrea mematung, ia menyentuh keningnya yang baru saja dicium oleh Arya. "Pak! Jangan sering-sering mencium saya dong!" protes Andrea.

Arya tak menjawab dan hanya tersenyum. "Turun sana."

Kurang ajar sekali.. Andrea harusnya melakukan proteksi diri jika sudah di dekat Arya Atmodjo yang gila itu.

Andrea tidak akan banyak bercerita kali ini, apa lagi soal Arya pada Kaia ataupun Rani sahabatnya. Jika mereka berdua tahu, maka akan berbahaya. Terutama Kaia, teman sekantornya. Memikirkan sikap kurang ajar Arya memang membuat Andrea emosi. Pasalnya, sejak kapan Andrea pernah di cium kening, dan pipi oleh seorang pria? Tidak pernah! Sebelumnya tidak pernah ada yang pernah menyentuh wajahnya seperti itu.

Okay, Andrea akan berusaha mengerti memang cara gaul dan sosialisasi Andrea dan Arya memang berbeda. Pria itu memanfaatkannya sejak semalam, memang itu kenyataannya. Dimana ia mengaku bahwa Andrea adalah kekasihnya, belum lagi mengada-ngada hubungan yang bahkan tidak pernah terjalin sebelumnya.

Andrea hanya berharap, Arya tidak memiliki mulut besar. Jika hal ini terjadi atau berita gosip miring tentang dirinya dan Arya menyebar, maka itu tidak jauh pasti dari Arya sendiri. Ya, siapa lagi yang tahu?

Andrea bahkan pagi ini sudah mengutuk dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia menuruti permintaan pria itu. Jauh-jauh dari Kemang, Andrea datang ke kediaman Arya di Kemayoran.

"Hai Andrea!" sapa Michael pria yang kemarin.

Andrea sedikit tersenyum dan takjub melihat betapa produktifnya pria itu. "Hai, Michael."

"Awak mau ketemu Arya lagi?" tanya Michael.

Andrea mengangguk. "Apa Pak Arya ada?"

"Ada, tapi sepertinya dia belum bangun."

Ah, kurang ajar. Dia sudah datang sepagi ini dan pria itu belum bangun?

"Michael, tolong bangunkan Pak Arya kalau begitu. Rasanya, aku sudah berjuang bangun pagi hanya untuk datang ke sini."

Michael malah mentertawakan Andrea. "I know what you feel, come in." ajak Michael agar Andrea masuk ke dalam rumah Arya. "Sambil aku bangunkan dia, awak duduk lah dulu."

"Baik," jawab Andrea dengan patuh.

Andrea memerhatikan setiap sisi rumah Arya yang sangat besar. Berkali-kali lipat besarnya daripada rumahnya sendiri. Pria bujang, hidup sendirian di rumah mewah, apa tidak merana? Pikir Andrea.

Kebanyakan, biasanya pria-pria tidak mau pulang ke rumah dan lebih memilih tinggal di apartemen. Arya Atmodjo memang memiliki gangguan sepertinya.

"Senang melihatmu pagi ini, Andrea." sahut seseorang yang baru saja turun.

Andrea menyipitkan matanya ketika melihat siapa yang baru saja turun. Pria itu masih memakai bathrobe terlihat segar dan rambutnya yang hitam terlihat basah. Arya baru saja selesai mandi ketika Michael mengetuk pintu kamarnya.

Pria itu berjalan santai ke arah Andrea, tidak peduli apa di dalam bathrobe itu Arya memakai celana atau tidak, ia hanya ingin menegaskan sesuatu hal pada Arya.

"Apa lagi jadwal hari ini?" tanya Andrea pada Arya.

Arya duduk di hadapannya, dengan bathrobe yang hanya panjang selutut Andrea bisa melihat kaki Arya yang dipenuhi oleh bulu. "Memasak untukku." kata Arya dengan percaya diri.

Andrea membulatkan matanya. "Apa?!"

"Apa aku salah?" tanya Arya masa bodoh.

Andrea mendengus. "Dibandingkan menjadi sekretaris, saya terlihat seperti ART."

Arya tersenyum dan bangkit dari sofa. "Well, if you thought like that, cooking for me." perintahnya.

Andrea tak lagi bisa menerima hal seperti ini. "Di dalam kontrak dijelaskan kalau saya sekretaris Anda, Pak. Bukan tukang memasak!"

Arya mengangguk paham. "Ya, kamu memang bekerja denganku, pukul 10 kita berangkat, Andrea. Simpan protesanmu itu dan segera memasak,"

Lalu Arya meninggalkannya, Michael ternganga di tempatnya, Arya memang sudah tidak waras dengan segala rencananya.

"Rasanya aku ingin mengutuk!" gerutu Andrea.

Michael tersenyum. "Kutuk saja, Andrea. Awak tahu, doa orang yang teraniaya selalu di dengar oleh Tuhan."

Andrea menghela napas dan pergi menuju dapur. Michael yang mengerti bahwa ini masih tempat asing bagi Andrea berusaha membantu gadis itu. Menyiapkan peralatan yang Andrea butuhkan, dan menunjukkan isi kulkas.

Andrea bisa melihat dua potong kepala gurame, daging sapi beku, dan sayuran lainnya.

"For your information, Arya sangat menyukai kepala ikan. Di masak apapun, dia pasti akan memakannya." kata Michael memberitahu.

Andrea mengangkat alisnya. "Oh, ya? Lalu aku harus memasaknya?"

"Ya, bahan yang ada di depanmu saja." kata Michael berusaha menenangkan Andrea.

Andrea mengangguk paham. "Rumah sebesar ini tidak ada ART? Tidak masuk akal."

"Dulu ada, tapi sekarang sudah tidak bekerja lagi." jawab Michael.

"Kenapa?"

"Arya tidak suka rumahnya disentuh oleh orang lain."

Andrea semakin heran saja. "Lah, saya kan orang lain."

"Mungkin kau berbeda menurutnya, Andrea." balas Michael.

Andrea melihat bumbu yang ada di depannya, instingnya bergerak membuat gulai kepala ikan gurame itu. Ada kunyit, bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai merah keriting, cabai rawit, jahe dan lengkuas. Lalu ia memblender semua bahan menjadi satu. Michael yang memerhatikan Andrea yang tengah memasak melihatnya dengan takjub.

"Dapurnya sangat bagus." puji Andrea.

"Iya, kau suka, kan?" tanya Micahel. "Arya memang selalu detail untuk segala kepemilikannya."

"Hmm, aku bercita-cita untuk memiliki dapur sebesar ini." jawab Andrea.

"Bekerja keras lah,"

Andrea terkekeh pelan, ia menumis semua bumbu tadi menambahkan satu batang sereh dan daun jeruk ke dalamnya dan santan cair.

"Oh, you look so great!" puji Michael lagi.

Andrea tersenyum. "Thanks, tapi ini masakan sederhana. Aku hanya bingung, bagaimana memasak kepala ikan."

"Then, kau mau memasak apa lagi?" tanya Michael penasaran.

Andrea menunjuk satu box yang berisi bayam yang sudah mulai layu. "Ini sudah mau layu, sayang kalau nggak di masak."

Michael manggut-manggut saja. "I see, senang rasanya melihat orang memasak. Kau pandai sekali sepertinya."

"Hanya masakan rumah," kata Andrea.

Ia menumis bayam itu dengan bumbu sederhana, bedanya Andre menambahkan sedikit kencur yang ia geprek saja untuk aroma tumis bayam itu. Dengan kuah yang sengaja di perbanyak, Andrea hanya berharap masakannya cocok, atau mungkin tidak cocok? Agar Arya tidak menyuruhnya untuk memasak kembali.

Andrea menyajikan semua makanan yang ia masak tadi di meja makan area dapur. Berisikan empat kursi dan memutar, pemandangan dapur Arya langsung dihadapkan pada taman dan kolam renang.

"Sudah selesai?" tanya Arya dengan penampilan yang terlihat manusiawi.

Pria itu memakai kaus polo putih tanpa kerah dengan ripped jeans yang menampilkan kesan berani.

Andrea tak mau menjawabnya, tapi pria itu sudah mengambil kursi dan mengisi piringnya.

"Wah," celetuk Arya takjub melihat masakan Andrea. "Michael, ayo kita sarapan." ajaknya pada Michael.

Andrea—yang memasaknya tidak ditawari sama sekali. "C'mon, Andrea! Kau pun harus makan." ajak Michael.

Andrea menggeleng, ia sudah sarapan dengan telur dadar sebelum pergi ke sini. "It's okay, aku sudah sarapan."

Arya tersenyum dan menikmati gulai kepala ikan yang Andrea buat dan tumis bayam yang agak asing di lidahnya. "Kamu menambahkan bahan apa di tumis bayamnya, Andrea?" tanya Arya penasaran.

"Kencur, Pak." jawabnya malas.

Arya mengangkat alisnya sambil mengangguk.  "Masakanmu enak," pujinya.

Andre yakin itu bukan pujian, ia tak mau percaya diri berlebihan. "Lalu setelah ini apa?"  tanya Andrea.

Arya berdeham dan menatap Michael yang tengah mengunyah. "Mic, don't you think, gue dan Andrea sangat cocok?"

Michael tersedak oleh makanannya, sementara Andrea sudah membulatkan matanya. "Hmm, ya.. Kalian look nice together."

"Mana ada?!" balas Andrea cepat.

"Lihat dia, Mic..." keluh Arya pada Michael. "Bukankah dia harusnya senang? Gue tertarik padanya, tapi dia selalu menyangkal."

"Awak memang gila. Lakukan pendekatan dulu lah!" balas Michael gemas.

"Apa kamu ingin?" tanya Arya kini pada Andrea.

Andrea mengerutkan keningnya tak mengerti. "Apa yang Bapak maksud?"

"Jadi kekasih saya, Andrea." balas Arya dengan mantap tanpa aba-aba.

Andrea membuka mulutnya, sedangkan Michael lagi-lagi tersedak oleh makanannya. Andrea paham ini situasi apa. Tapi, ketika dua orang dewasa tidak saling kenal, bagaimana bisa menjadi sebuah pasangan?

Andrea yakin, ia harus menjauhi Arya secepatnya. Tidak bisa di tunda lagi!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro