I
Andrea Jeanatte Lubis menundukkan dan membungkukkan tubuhnya berkali-kali pada Tim HRD Perusahaan televisi swasta terbesar di Indonesia yaitu FGM. Sejak kecil, Andrea sudah memimpikan bekerja di perusahaan besar tepatnya di Ibu kota Jakarta. Sejak kecil hingga usia lima tahun, Andrea menetap di Medan. Namun ketika Sang Ayah dan Ibu bercerai dan Andrea hak asuhnya jatuh pada sang Ibu, membuat Andrea harus pisah bersama Ayahnya dan memilih tinggal bersama Ibunya di Bandung.
Ibunya sudah mewanti-wanti agar Andrea tidak sembarang memilih pekerjaan. Terlebih, Ibunya adalah penuntut sejati agar Andrea tidak merubah apa yang sudah ada pada dirinya.
Ia adalah gadis berusia 22 tahun yang ketinggalan zaman. Sejak SMA, Andrea selalu diejek bahwa ia adalah gadis norak, kampung yang tidak tahu fashion. Pakaiannya tidak jauh dari rok panjang hingga mata kaki, atau celana bahan kain yang tentu saja tidak berukuran kecil. Baju panjang, kemeja polos, dan sweater kebesaran adalah kebanggaannya. Semenjak kuliah, Andrea memberanikan diri memakai jeans meski awalnya mendapatkan protes dari sang Ibu karena celana jeans terlalu memperlihatkan lekukan kakinya.
Tapi ternyata Andrea menyukainya. Lupakan celana jeans ketat dan sobek, itu jelas tidak akan ada di lemarinya. Wajah Andrea memang tidak tergolong buruk, ia memiliki kulit yang halus dan kencang, serta warna kulit putih langsat membuat Andrea harus bersyukur karena ia tak terlihat jelek. Ya, setidaknya itu yang ia miliki.
Rambutnya tidak pernah di potong pendek, salah sedikit sang Ibu akan memarahinya lagi. Menurut Ibunya, perempuan harus memiliki rambut panjang dan selalu di ikat agar terlihat rapi. Selama ini, Andrea adalah anak yang baik dan selalu menuruti apa kata Ibunya. Dan keluar dari rumah adalah keputusan terbesar selama ia hidup 22 tahun.
Ibunya adalah seorang banker, menjadi manager di salah satu bank Asia membuatnya cukup sibuk, meskipun begitu Ibunya tetap fokus di tempat cabang yang berada di Bandung.
Ibunya tidak setuju Andrea pergi keluar rumah. Sebagai anak satu-satunya, dan tidak pernah dekat dengan sosok seorang Ayah, membuat Andrea membentuk pertahanan untuk dirinya sendiri. Terkadang, Ibunya tidak akan percaya jika Andrea memiliki mental baja.
Sang Ibu akan tetap meremehkannya, lalu mengatakan kata-kata yang tidak masuk akal, seperti lelaki hanya mencintai fisikmu saja, Andrea. Untuk apa kamu berubah menjadi cantik hanya untuk mereka? Kecantikan hanya boleh dinikmati oleh sendiri. Ya, kiranya seperti itu, Ibunya seolah sudah anti dengan mahkluk berjenis laki-laki.
Padahal, yang Andrea lihat, Ibunya jauh lebih luar biasa. Penampilan Ibunya sangat cantik, memiliki turunan dari kaukasoid[1] tidak menurunkan derajat kecantikannya, dan hal itu menular pada Andrea.
Andrea mendapatkan mata besar, bulu mata panjang, dan hidung yang bangir. Hasil dari turunan kaukasoid besar dari sang Ibu.
Hingga kini, sebenarnya Andrea shock sebelumnya tidak ada yang pernah atau peduli pada penampilannya.
"Aloha! Guys kita briefing sebentar yok!" awalnya kata Production Assistant—Bagus. Pria itu menyeretnya dan menemukannya di depan ruang HRD, ketika Kepala HRD mengatakan kalau Andrea adalah calon pekerja baru, Bagus langsung menariknya ke ruangan briefing.
Andrea melihat semua orang yang sangat.. Oke, bagaimana menjelaskannya? Keren? Ya, sangat keren. Sementara Andrea hanya memakai celana bahan hitam, kemeja putih dan tak lupa kacamata hitam besarnya yang tampak menjadi tontonan bagi semua orang.
"Nah, thanks sudah mendengarkan gue." kata Bagus dengan senyumannya, Andrea berdiri kikuk di sebelah Bagus. "Kita kedatangan orang baru untuk menjadi Tim Kreatif. Tim HRD bilang, dia yang bakal bertanggung jawab memegang rundown acara baru kalian."
Semua orang kini menatap Andrea, dan Bagus mengisyaratkan agar Andrea memperkenalkan dirinya.
"Oh, perkenalkan.. Na-nama saya Andrea Jeanatte Lubis, saya biasa di panggil Andrea. Salam kenal teman-teman." kata Andrea pada semua orang yang berkumpul.
Heran, seketika hening. Andrea mendapatkan gugup yang berlebihan, namun Bagus tiba-tiba bertepuk tangan seolah menghangatkan suasana yang tadinya kelam.
"Welcome for Andrea, dia ini fresh graduate lho," kata Bagus sekali lagi.
Wanita berambut pendek sebahu dengan mata yang bundar layaknya boneka menepuk bahu Andrea. "Hei, gue Kaia dari divisi kreatif yang akan menjadi rekan lo."
Andrea tersenyum kaku dan mengangguk. "Terima kasih, Kaia."
Kaia mengangguk, setelahnya suasana kembali hening. Pria bertubuh besar dengan raut wajah yang sudah terlihat menua itu melangkah mendekati mereka.
"Dia Produser, namanya Pak Hamid." bisik Kaia pada Andrea.
Andrea sekali lagi mengangguk, tersenyum senang karena Kaia ternyata membantunya.
"Jadi, dimana fresh graduate yang nilai IPK sempurna itu? Gosip banget Tim HRD." celetuk Hamid dengan gaya menyindir.
Para pekerja di stasiun televisi ini memang tidak memakai seragam atau kemeja. Namun, ciri khas mereka memakai kain yang diikatkan di lengan atas yang menunjukkan posisi kerja mereka.
Kain tebal dengan huruf kapital, di sana Andrea bisa melihat kata PRODUSER begitu besar di lengan kekar Hamid.
"Ini, Pak!" tunjuk Bagus pada Andrea.
Andrea menganggukkan kepalanya dan berusaha menyapa Hamid. "Pak saya—"
"Serius, Gus? HRD nggak mikir dua kali ternyata?" tanya Hamid mencemooh melihat penampilan Andrea.
Beberapa karyawan lain tertawa, hanya Bagus dan Kaia yang tidak tertawa. Namun setelahnya, Bagus berkata. "Pak, this is Andrea. Dia akan masuk ke dalam bagian acara baru, Menajam Langit bersama Tim lainnya. Gue harap, kalian bisa berbaur dan mengajak Andrea untuk belajar lebih banyak lagi."
Hamid hanya mengangguk malas. Lalu, wanita berkemeja hitam, rambut sebahu datang dengan langkah percaya diri. Semua orang menatapnya, dan wanita itu memang sangat cantik.
Andrea melihat kain yang menggulung di lengan atas itu yang menandakan bahwa wanita itu memiliki posisi sebagai Floor Director, ya pantas melihatnya saja membuat Andrea iri. Kapan ia bisa berpakaian dan percaya diri seperti wanita di depannya.
Name tag yang dipakai wanita itu terlihat jelas sehingga Andrea bisa membacanya. Karmila Manova. Namanya cantik, dan orangnya pun cantik.
"Take rundown buat besok?" tunjuknya pada Andrea.
Kaia disebelahnya menghela napas. "Mil, Andrea baru saja datang. Kita bisa rapat dan membicarakan sama-sama."
Namun Karmila terlihat sinis dan mengangguk. "Okay, deh."
Lalu Produser bernama Hamid itu menunjuk Andrea lagi. "Lo tahu kan? Berpenampilan menarik sebagai Tim Kreatif itu wajib?"
Andrea mengangguk, ia menatap Hamid dengan takut. "Jawab, bukan hanya mengangguk." kata Hamid dengan tegas.
"I-iya, Pak." jawab Andrea gugup.
Hamid mengangguk dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Kalau kerja hari ini langsung, nggak keberatan?" tanya Hamid lagi.
"Iya, Pak.. Boleh, saya siap."
Hamid kini menatap Kaia dan berkata. "Ubah dia, dan bawa dia kerja hari ini, Kai."
Kaia mengangguk cepat. "Baik, Pak."
Dan di sini lah Andrea berada bersama Kaia. Toilet kantor yang besar itu di kunci dan di monopoli oleh Kaia. Wanita itu tampak gemas melihat wajah Andrea yang sangat polos tanpa polesan apapun di wajahnya.
Kaia pikir, Andrea sangat unik. Tim HRD pasti tidak main-main ketika menerima Andrea yang berpenampilan unik ini. Andrea seolah baru saja keluar dari dunia yang berbeda.
"Hm, lo nggak pernah dandan?" tanya Kaia pada Andrea.
Andrea menggeleng. "Nggak pernah, Mbak. Saya nggak bisa—"
"Stop! Sejak kapan juga gue jadi Mbak lo, Andrea? Panggil gue Kaia. Ya, gue tahu gue lebih tua dari lo, tapi lo bisa kan, jangan manggil gue senorak itu?"
"Maaf, Kaia." cicit Andrea.
Kaia mengangguk memaafkan Andrea, wanita itu membuka pouch make up miliknya. "Lo harus belajar dandan deh mulai sekarang, memang nggak terlalu wajib. Tapi, lipstik, blush on, maskara itu standar kok, Andrea."
Kini Kaia melepaskan kacamata hitam Andrea dan membuat gadis itu mengerjapkan matanya dengan cepat. "Lo minus berapa?" tanya Kaia.
"Dua,"
"Astaga.. Itu kecil, lo bisa pakai soflens?"
Lagi-lagi Andrea menggeleng. "Nggak,"
"Astaga.. Lo memang mahkluk unik ya, An!"
Kaia kini membubuhkan bedak yang tidak Andrea ketahui apa mereknya. Ia hanya berharap, bedak ini tidak akan membuatnya berjerawat.
"This, lo bisa pilih lipstik mana yang mau lo pakai." kata Kaia memberikan pouch-nya. "Kulit lo putih, jadi pantas pakai warna apa aja. Gue sukanya lip-matte, lo bisa pilih sendiri mana yang lo suka."
Andrea memberanikan diri memilih salah satu lipstik matte dengan warna nude. "Itu gue beli di Sephora. Lo kayaknya memang harus berteman sama gue ya, An."
Andrea mengangguk dan tersenyum. "Iya, Kai. Kamu cantik banget," pujinya pada Kaia.
Kaia membulatkan matanya. "Jadi, lo mau berteman sama gue karena gue cantik?"
"Bu..bukan gitu, tapi ya memang kamu cantik dan pintar merias diri, nggak kayak aku."
"Makanya lo harus belajar, kan? Lo tinggal dimana?" tanya Kaia lagi.
Andrea memakai lip-matte nude itu dan ia melihat bagian dirinya yang terasa berbeda. "Aku tinggal di kosan, dekat kok dari sini."
"Hm, okay gampang. Kalau memang lo mau belajar, kabar-kabar gue aja."
"Iya, Kaia."
"Lo harus biasakan diri ya, An. Memang kerja di sini, penampilan penting. Dan gue rasa, lo memang harus merubah gaya lo. Apa lagi, kalau lo nanti dapat syal, lo harus berpakaian keren biar nggak diledekin sama anak-anak lain."
Andrea mengangguk, ia merasa senang menemukan Kaia sebagai teman barunya. "Makasih ya, Kaia. Kamu baik banget."
Kaia heran, bahasa yang Andrea keluarkan tergolong seperti anak kecil dan ya.. Sangat polos. "Lo polos banget ya, An. Hati-hati ya, Jakarta itu keras." ujar Kaia menasehati Andrea.
Andrea mengangkat alisnya tak mengerti. "Ah, gampang deh.. Lo memang harus banyak belajar dari gue, An! Ayok deh, kita bakal ada rapat buat program baru, dan lo siap-siap ditunjuk jadi Tim Kreatif baru."
Andrea menelan ludahnya, mendengarnya saja sudah membuatnya semangat. Meskipun begitu, Andrea tahu ini tidak akan mudah.
Semangat Andrea!
[1] Ras kaukasoid adalah fenotipe umum dari sebagian besar penghuni Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan, dan juga India Utara.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro