Ekstra |2|
Arya is going to be a daddy!
Kayaknya topik itu cukup hangat dan panas di keluarga Atmodjo. Sampai-sampai, keluarga Harris sekalipun ikut merayakan penantian cucu kedua dari Atmodjo. Turunan Arya dianggap berbeda oleh Harris, karena ya, Teresa termasuk aset milik Harris bukan Atmodjo. Maka dari itu, Fazan Harris beserta sang Ayah Harrington Harris merasa lega kala mendengarkan penerus Atmodjo.
Teresa pernah sampai di titik dimana anak kecil itu menjadi bahan rebutan. Fazan sebagai ayah jelas tidak rela, terutama Teresa adalah perempuan. Dan jika sampai Arya tidak menikah, Fazan yakin keluarga Atmodjo hanya akan mengandalkan penerus dari dia dan Indira.
Tapi sayangnya, setelah melihat bagaimana Arya menderita karena kehamilan pertama Andrea membuat pihak keluarga Atmodjo ikut merasa prihatin. Kalau soal Matteo, oh jelas dia manusia pertama yang akan menghadiahi kata puas untuk Arya.
Hubungan mereka bukan lagi sekedar─Arya adalah anak temannya bagi Matteo, bukan lagi. Melainkan, kasih sayang yang Matteo tunjukan pun jauh lebih tersirat sebagai, son in law hate and love. Pokoknya seperti itu. Apa pun yang Arya lakukan, Matteo akan mengomentarinya, lalu apa yang Arya dapatkan Matteo akan terasa sinis, apa lagi ketika Andrea lebih memihak Arya daripada dirinya.
Arya selalu meledek Matteo balik, ya begini Ayah yang kurang kasih sayang dari anaknya makanya Matteo cari perhatian banget kalau urusannya Andrea.
Dan seperti saat ini, USG sudah dilakukan tadi siang dan Arya bersama Andrea sengaja datang ke rumah Pradipta dan Arana yang berada di Sentul. Tentu saja, Indira dan suami tidak pernah absen.
"Gimana Andrea? Badannya enakan?" tanya Arana pada menantunya.
"Enakan, Ma.. Cuman ya gitu, kalau malem pegel kaki doang."
"Doang!" cibir Arya.
Doang-nya bagi si bocah itu sama dengan, mengusir Papanya. Semenjak Andrea hamil, kamar mereka di sulap menjadi kamar dengan dua ranjang terpisah. Bagaimana Arya tidak stres? Yang biasanya kelonan, kini dia kelon diri sendiri tanpa Andrea.
Andrea akan banyak mengeluh panas lah, sempit lah, pegal lah, dan berakhir lah.. Dari sisi kemanusiaan Andrea sebagai istrinya memutuskan─pisah ranjang aja dulu deh.. Dan Arya berhasil di buat gila karena hal itu.
"Apa sih kamu, Ya? Sensi banget!" balas Andrea tak mau kalah.
Dan satu lagi, sejak kapan Andrea jadi perempuan pemarah? Sumpah, Arya jadi was was kalau kelakuan anaknya nanti mempengaruhi sikap Andrea. Apa mungkin sudah?
"Di lihat-lihat, Andrea kok makin galak sama Arya?" tegur Zoya sang Ibu pada putrinya itu.
Andrea mengelus perutnya yang sedikit buncit dan menggeleng penuh percaya diri. "Mana ada aku galak sama dia? Jangan aneh-aneh deh, Bu.."
"Kamu nggak nyadar, orang lain yang sadar memperhatikan kamu, Ndre. Jangan begitu, nggak baik." nasihatnya lagi.
"Nggak apa-apa!" bantah seseorang yang baru saja datang membawa satu botol champagne. Siapa lagi kalau bukan Matteo? "Bagusnya memang begitu, nggak ada yang salah dari sikap Natte."
Fazan tertawa mendengarnya, melihat bagaimana kesalnya Arya yang tidak berdaya karena perubahan sikap Andrea.
"Tolong ya, di sini aku nggak mengeluh tentang Andrea─"
"Serius kamu nggak ngeluh?" sahut Andrea memotong ucapan Arya. "Setahu aku, kamu bilang aku jadi resek, nyebelin, dikit-dikit marah dan jadi suka berteriak."
"Tapi itu fakta!" balas Arya tak mau kalah.
Andrea hanya mengangguk dan membulatkan bibirnya. "Oh, ya ngerti sih.. Lagian, memang bawaannya juga kalau aku lihat kamu kesel tuh."
Tahu apa? Semua orang yang ada di ruangan itu tertawa. Pradipta sekalipun, sang Papa mentertawakan Arya, Arana ikut tertawa juga.
"God, look your face!" sembur Fazan yang mengingatkan wajah manyun Arya. "Gue bahkan ngerasain yang lebih parah dari lo!"
"Lah iya!" sembur Pradipta kini setuju atas pernyataan menantunya. "Indira tuh puasa bicara lho, Ya."
"Ya memungkinkan sih, kelakuan Fazan dulu kayak setan." balas Arya menatap Fazan dengan sengirannya. "Indira harusnya nggak nikah sama manusia ini!" katanya sembari menunjuk Fazan dengan garpu.
Fazan mengangkat bahunya acuh. "Bodo, adik lo aja sekarang cinta sama gue."
"MASA IYA?!" timpal Indira tak setuju.
Fazan mengernyitkan dahinya dan berkata. "Jangan aneh-aneh kamu ya, Ndi."
"Lah, memang harusnya aku nggak nikah sama kamu, Fazan. Si Arya benar! Kapan hari tuh, yang aku mau jadiin suami bukan kamu,"
"Kok bisa Indira nggak mau menikah sama Fazan?" tanya Andrea yang mulai penasaran.
"Nggak mau lah, Ndre." jawab Indira lagi. "Ini orang punya social butterfly yang bagus, dia bukan cowok yang bisa diajak berteman─pada saat itu, dan aku berpikir oh aku harus beware sama cowok modelan kayak Fazan. Soalnya, Arya dan antek-anteknya dari dulu tuh memang nggak benar, mereka semua kafir."
Andrea tertawa mendengarnya. Lalu Arya mendengus kesal, jangan ditanya wajah Fazan yang terlihat musam karena mendengarkan pengakuan jujur kalau ternyata sebenarnya Indira tidak mau menikah dengannya.
"Bodo amat sih," kata Fazan mempertebal muka. "Yang penting aku udah nyolot buat nikah sama kamu, lagian Indira.." tegur Fazan pada istrinya. "Mau menolak sejauh mana pun kamu itu statusnya tetap Ibu Teresa, dan karena Teresa anak aku, alasan kamu buat menikah sama orang lain jelas nggak memungkinkan."
"Memang!" sambar Indira kesal. "Kamu main licik, Arya juga main licik."
"LAH KOK JADI BAWA-BAWA GUE?!" bantah Arya tak terima.
"Ya.. Jangan lupa ya, lo sama Marshall tuh taruhan─"
Dan Fazan langsung membekap mulut Indira. Arya hampir saja jantungan kalau Fazan tidak bergerak cepat.
"... Taruhan?" cetus Andrea dengan penasaran.
"Yang, ke kamar yuk? Udah mau jam sembilan." pungkas Arya menggandeng tangan Andrea.
Andrea mengerutkan keningnya, namun untuk saat ini ia mengangguk atas ajakan suaminya karena memang, ya.. Apa lagi kalau bukan punggungnya yang merindukan ranjang.
*
Karena satu lain hal, Matteo dan Zoya kembali pulang ke Menteng. Fazan dan Indira tetap bertahan di rumah Sentul, begitu pun dengan Andrea dan Arya. Alasan klasik, Pradipta tidak mau anak-anaknya pulang.
Dan berakhir lah Andrea di kamar Arya. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Andrea menginap di rumah besar Atmodjo. Hanya saja, menatap sebuah foto dalam balutan pigura besar, dimana Arya mengenakan toga sebagai mahasiswa Stanford jelas membuat Andrea merasa.. Iri?
Kenapa dia tidak berusaha sabar? Jika dia tidak bertemu dengan Arya, mungkin Andrea akan berusaha mencari beasiswa S2, bukan? Usianya masih muda, Zoya pernah bilang bahwa Ibunya itu mampu menyekolahkan Andrea hingga Profesor.
Tapi ya, takdir tetaplah takdir. Dia tidak menyesali apa yang sudah Andrea pilih kok, apa lagi sekarang dia akan mempunyai anak, bersama Arya. Terkadang, hidup tuh terdengar lucu, di sisi lain dia pernah membenci Arya sebesar itu hingga tidak pernah menyadari bahwa Arya ternyata membawa satu dari beberapa kejutan yang Tuhan simpan untuknya.
Ternyata, jika kuncinya ada pada Arya, seharusnya dia sejak dulu mencari Arya agar bisa bertemu dengan orang-orang yang membuatnya bahagia kini.
"Hei," sapa Arya yang baru saja masuk ke dalam kamarnya membawa segelas susu ibu hamil itu. "Melamun terus.." tegurnya.
"Aku nggak ngelamun."
"Terus, kalau nggak ngelamun kamu ngapain, Sayang?"
"Lihatin foto kamu," jawab Andrea jujur dan menerima segelas susu hangat itu.
"Ada apa sama foto aku?"
"Kamu ganteng,"
Arya tersedak oleh air liurnya sendiri sekarang. Wajahnya memerah, kedua telinganya pun ikut memerah. Jujur, Andrea tuh bukan tipe perempuan yang akan memuji pasangannya secara terang-terangan. Dari sekian lamanya hubungan Arya dan Andrea, Arya hanya pernah mendengar pujian dari Andrea ketika Arya membawanya ke rumah Sentul untuk pertama kali. Semenjak itu hingga sekarang, Arya belum pernah mendengarkan Andrea yang kagum padanya atau Andrea yang menyukai wajahnya.
Jujur, hal itu berhasil membuat Arya dilanda rasa kesal. Jangan-jangan, di sini hanya dia saja yang jatuh cinta pada Andrea. Tapi ya pemikiran itu tetap segera di hapus setelahnya oleh Arya, melihat bagaimana effort Andrea menjadi istrinya saja sudah membuat Arya jatuh cinta lagi dan lagi.
Jadi, pengaruh yang lebih magis terhadap Arya itu sebenarnya Andrea.
"Kamu baru nyadar aku ganteng?" balas Arya jahil.
Andrea menghabiskan susunya sekali tandas. Selain menyebalkan, anak yang ada di dalam perut Andrea pun punya julukan baru, sikat segala sampai habis! Sudah seperti tag line iklan deterjen pembersih pakaian.
"Jangan besar kepala deh," balas Andrea dengan sinis. "Yang aku puji kan foto kamu, Ya."
Baru aja gue diterbangin udah dijatohin gitu aja? Benar-benar Andrea.
"Ya wajar dong, boleh aku sombong karena memang pada kenyataannya suami kamu ini ganteng?" balas Arya mempertebal rasa malunya.
"Iya deh, semau kamu. Semerdeka kamu aja!" kata Andrea kini yang sudah naik ke atas ranjang.
Arya melengos melihatnya, Andrea benar-benar menyebalkan. "Kamu tahu nggak, Ndre?"
"Apaan?"
"Gaya bicara kamu tuh kayak orang yang ngajak berantem."
"Oh, ya?" balas Andrea songong.
Wah, Arya benar-benar tidak speechless akan jadi apa anaknya nanti? "Jangan gitu dong, Ndre.."
"Apa sih? Aku kenapa memang?!" tanya Andrea yang tersulut emosi.
"Ya jangan ketus-ketus sama aku!"
"Manja banget deh, Ya."
"Suka nggak sadar diri, kamu lebih manja sama aku—"
"Ya udah sini," perintah Andrea menepuk sisi ranjang yang kosong. "Jangan drama dong, Ya.. Malu sama Papa sama Mama kalau kedengaran."
"Papa sama Mama lebih memaklumi sikap kamu yang unpredictable ini, Ndre."
Arya merebahkan tubuhnya di sisi ranjang yang kosong itu, sisi kanan yang selalu menjadi spot paling tepat, sementara Andrea lebih suka sisi kiri ranjang.
"Banyak komentar mulu..." gumam Andrea yang mendekatkan dirinya kepada Arya.
Arya cukup tersentak sebenarnya, Andrea dengan tiba-tiba menempelkan tubuhnya sendiri kepada Arya. Sudah sekitar satu bulan setengah, Arya tidur sendirian. Satu kamar, namun tetap beda ranjang. Dan kini, karena mereka sedang berada di Sentul, tidak ada ranjang pisah mereka dan Andrea baik-baik saja menempel padanya?
"Kamu.. Nggak salah, nih?" tanya Arya sembari menahan napasnya.
"Nggak salah apa?" tanya Andrea bingung.
"Peluk-peluk aku, Ndre.."
"Oh..."
Simpel banget memang responnya itu. "Cuman oh?"
"Ya terus apa, Ya? Aku kangen.." rengek Andrea merebahkan kepalanya di atas dada Arya.
Arya mengulum senyuman senangnya dan membalas pelukan itu. "Since the last time, we sleep together," gumam Arya mencium puncak kepala Andrea.
Andrea mengangguk. "Iya, aku ngerti.. Makanya, tadi Indira tanya sama aku, Ya."
"Tanya apa?"
"Indira tanya, Ndre.. Arya puasa, ya?"
Arya terbatuk lagi, sialan Indira bisa-bisanya menanyakan hal internal pada Andrea.
"... Terus, kamu jawab apa?"
"Aku jawab, iya udah lama nggak. Aku malu, Ya. Tapi kata Indira bilang, nggak usah takut, udah konsul sama Dokter, kan? Terus aku bilang iya, eh ternyata aku jadi kepikiran sejak tadi siang."
"Kepikiran apa?"
"Kenapa kamu nggak pernah minta, Ya?"
Ini serius, Arya harus bersyukur atau menangis kalau begini?
"Ndre.. Aku tahu kamu—well, ini masih trimester awal, dan aku tahu kalau berhubungan waktu trimester awal nggak cukup baik buat si bocah."
"Mm-hm, tapi kan, Ya.. I was stupid ya, Ya? Masa hal begitu aja aku nggak ngerti dan biarin kamu—"
"Wait, kenapa sih, Ndre?" tanya Arya bingung. "Indira ngomong apa lagi sama kamu?"
"Nggak ada.." balas Andrea. "Just tell me, Ya.. Kalau kamu needy banget, aku bisa berusaha."
"Hei, it's okay.. I am fine, okay? Don't worry about me."
Andrea lantas bangkit dari dada Arya dan menatap suaminya. "Apa karena aku sekarang gendut, Ya?"
"Hah?"
"Aku.." tunjuk Andrea pada dirinya sendiri. "Karena aku gendut, kamu jadi nggak mau kan sama aku—"
"Oke stop there..." potong Arya. Ini urusannya bisa jadi panjang kalau dia meladeni Andrea yang berpikir kemana-mana. "I really want you, okay? Tapi demi keselamatan kamu dan si teman, aku bisa tahan."
"Dengan main solo?" tebak Andrea dengan kurang ajarnya.
Wajah Arya memerah sempurna namun mengangguk. "Ya, dengan main solo."
"Ya udah aku bantu,"
"HAH?!"
"Apa sih, Ya?! Hah, hah terus!"
"Ya habis.. Kamu.." Arya menutup bibirnya sendiri dan terkejut ketika tangan kanan Andrea mendarat di tempat yang tidak semestinya. "Sayang!"
"Apa?!" tanya Andrea kesal. "Mau aku bantu, nggak?"
"INI KONYOL!" balas Arya menahan napasnya. Gila, dia tidak pernah segila ini, kenapa Andrea yang tengah mengandung anaknya sangat terlihat menyeramkan sekaligus.. Seksi?
"Mau nggak?" tanya Andrea yang masih memainkan miliknya dengan tidak beraturan.
"Ndre.." napas Arya terengah-engah, kedua tangannya mengerat begitu saja di lengan Andrea, urat-urat lengannya menonjol dan perasaan yang tidak karuan sekaligus menyenangkan membuat Arya lengah karena sikap Andrea. "Jangan siksa aku, please.." bahkan Arya sudah memohon pada istrinya.
"Aku nggak siksa kamu, tapi kok ya.. Kamu," Andrea berusaha mempertahankan konsentrasinya ketika dia merasakan milik Arya semakin membesar digenggaman tangannya.
Arya tak banyak bicara, dia melepaskan tangan Andrea dari miliknya dan mencium istrinya dengan cepat. Semakin dalam ciuman itu maka semakin dalam dan kuat juga remasan tangan Andrea pada rambut belakang Arya yang terasa meringankan bagi pria itu.
"Kamu diajarin siapa kayak gitu?" tanya Arya dengan terengah-engah setelah melepaskan ciumannya.
"Dari Kaia," jawabnya jujur.
Arya mengusap pelipis Andrea secara perlahan, penuh kasih sayang. Wajah Andrea yang begitu dekat dengannya membuat Arya bisa melihat bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahang Andrea. Karena ia tidak bisa menahannya, Arya menciumnya dan bahkan melumatnya dalam sekali tarikan membuat Andrea meringis.
"Kaia bilang, hand job can help a man—argh! Ya! Sakit!" bentak Andrea kala Arya menggigit rahangnya.
"Don't over react! Kamu malah bikin aku tambah pengen." balas Arya dengan suara dalamnya.
"JUST DO IT!" perintah Andrea kini.
"Nggak─"
"Pelan-pelan aja, Ya!"
"Nggak─"
"Ya udah, mau puasa sampai sembilan bulan nanti?"
"Ya jangan dong!" bantah Arya tak setuju.
"Ya makanya!" balas Andrea ngegas, Andrea menarik tengkuk Arya dan menciumnya. "Kiss me, please."
Arya benar-benar tersiksa. Ini jelmaan yang mana lagi, pikirnya?
"Kamu yakin?" tanya Arya kepada Andrea.
"Yakin banget."
"Okay,"
Arya dengan sigap membuka kausnya sendiri dan membiarkan tubuh atasnya yang telanjang itu menindihi tubuh Andrea dengan jarak yang masih dipertahankan untuk perut istrinya.
"Jangan bilang stop sebelum aku pinta, okay?"
Andrea kini mengangguk dengan kedua matanya yang membulat polos.
"Good, welcome, Sayang."
Dan setelahnya, Andrea yakin dia yang sudah salah memancing Arya yang sudah pisah ranjang dengannya selama satu bulan lebih ini. Dia menyesal telah membangunkan singa yang sedang tertidur.
***
New Stories!
Sama seperti lagu Tulus, "sibuk merakit bumerang untuk menyerangmu." itu yang Antonova Katarina lakukan kepada mantan gebetan cinta monyetnya saat dulu. Jangan salah sangka, perasaan itu sudah tidak ada kok. Hanya saja, kenapa semuanya setelah dewasa semakin rumit? Perasaan itu seperti bumerang yang bisa menyerang kapan saja.
Jangan lupa mampir!
─Bandung, 5 Oktober 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro