Ekstra |1|
Mana nih tim yang menunggu ekstra part? Hehe..
Sebelumnya, terima kasih banyak atas antusias kalian membaca cerita Arya dan Andrea! Awalnya, jujur.. Ini cerita paling-paling mendadak dan menulis secara kebut yang pernah aku buat.
Sebelumnya, for your information aku bukan orang yang bisa menyelesaikan cerita begitu cepat, Arya dan Andrea lah satu-satunya cerita yang berhasil selesai di antara puluhan cerita yang aku buat.
Tapi setelah melihat semangatnya kalian membaca ceritaku.. Honestly, aku senang pakai banget!
Jangan khawatir, cerita Arya dan Andrea tidak akan berhenti sampai di sini kok. Masih tetap akan berlanjut hingga series-series selanjutnya.
Tolong tetap dukung cerita aku ya! Terima kasih!
Dan ini, adalah newlyweds Arya dan Andrea sebelum mengandung Renuka. Biar kalian tahu, betapa reseknya Andrea ketika hamil😂
Andrea merasa akhir-akhir ini badannya tidak enak, pegal, dan berat. Bahkan untuk berjalan di sekitar rumah sekalipun. Ini tidak seperti biasanya, meskipun rasa-rasa seperti ini pernah Andrea rasakan ketika dia sedang mengalami menstruasi. Tapi sakit yang kali ini terasa tajam, dan tingkat nyerinya meningkat setiap intensitas waktu.
Memegang perutnya sendiri yang terasa kebas dan kekar, anehnya padahal dia tidak pernah melakukan olahraga perut. Seperti ada isi, namun Andrea tak bisa mendeskripsikannya. Perut bawahnya terasa kencang, bahkan ketika dia jalan ataupun berlari kecil terasa aneh.
Andrea memang sudah tidak bekerja, dia stay di rumah meskipun tetap menjalani bisnis bakery hasil join bersama Kaia. Kaia bilang, dia harus sering-sering cek, tapi ya namanya Andrea tetap kadang-kadang untuk sesuatu hal yang penting dia malah tidak banyak tanya.
Akhirnya, siapa yang Andrea mintai tanya? Indira, saudara kembar Arya.
Andrea sengaja mengundangnya karena memang ia berniat untuk memberikan cookies kastangel kesukaan Teresa keponakan Arya, tak butuh waktu lama, Indira datang bersama Teresa ke rumahnya.
"Halo Tante Dea!" si ceriwis keturunan Fazan dengan figur wajah yang luar biasa itu baru saja menyapa Andrea.
"Halo, Sayang!" Andrea memeluk Teresa dengan erat dan mencium puncak kepala gadis kecil itu. "Baru pulang sekolah?"
"Iya! Aku di jemput sama Mbu!"
Lantas Andrea melirik pada Indira yang tengah tersenyum heran padanya. "Ndre, kamu lagi isi?" tanya Indira tanpa tendeng aling-aling.
"Gimana, Indi?" tanya Andrea yang tak paham.
Jangan tanya kemana kaburnya Teresa, jelas dia sudah diambil alih oleh ART yang bekerja di rumah Andrea, Bi Arum.
"Ini lho, maksud aku isi." tunjuk Indira pada perut Andrea.
Kening Andrea masih berkerut berusaha memahami apa maksud Indira. "Bentar, ini juga sebenarnya aku mau tanya." sela Andrea.
"Kenapa?"
"Perutku keras banget," kata Andrea layaknya anak kecil yang melakukan laporan.
Indira mengerutkan keningnya bingung. "Serius, Ndre?"
"Iya.."
"Coba sini aku pegang,"
Indira menyentuh permukaan perut Andrea dan dalam sekali hentakan Indira menjauhkan telapak tangannya. "Are you pregnant?" tanya Indira dengan ekspresif.
Si polos Andrea tetap menggeleng dengan wajah mengharukan-lebih tepatnya merengek seperti anak kecil yang baru saja ketahuan membohong. "Nggak tahu.."
"Hah? Terakhir haid kapan?" tanya Indira lagi.
Sontak Andrea membulatkan matanya terkejut menyadari kebodohannya. "Udah dua bulan ini aku nggak-"
"YA AMPUN! SI ARYA BAKALAN JADI AYAH KALAU GINI CARANYA, NDRE!" teriak Indira heboh.
Teresa yang datang bersama Bi Arum hanya bisa mendengus melihat bagaimana sang Ibu baru saja berteriak.
"Mbu kenapa teriak-teriak?" tanya Teresa.
Indira masih menutup mulutnya dan lalu menggendong Teresa. "Kamu pegang ini, Nak." Indira meraih tangan kanan Teresa dan meletakkannya di atas perut Andrea yang keras dan berisi. "Tante kamu lagi bawa adek, bentar lagi kamu punya sepupu!"
"Beneran, Mbu?!" tanya Teresa antusias.
"Kok bisa, sih?" sahut Andrea menyentuh perutnya sendiri tidak percaya.
"Hah?" Indira kikuk melihat respon Andrea yang sangat tak wajar. "Ya bisa lah, Ndre.. Kamu kan punya suami, ya hamil sama suami kamu!"
"Ya tapi kan?-"
"Udah, udah.." ujar Indira mengerti kebingungan Andrea. "Aku aja yang handle okay?"
Andrea mengangguk, tak lama kemudian Indira menelepon dokter pribadinya dan melakukan janji agar memeriksa Andrea. Berangkatlah, dua wanita itu. Jelas bersama Teresa yang menjadi saksi di antara kehebohan sang Ibu dan Tantenya.
Well, setelah di USG kandungan Andrea memang sudah lumayan berjalan cukup besar. Indira miris dengan ketidaktahuan Andrea, dan lagi Arya saudaranya yang tidak bisa membedakan istrinya yang sedang hamil.
Tiga belas jalan empat belas minggu. Indira mengabarkan Arana terlebih dahulu pastinya, dan respon Mamanya lagi-lagi terlalu lebay.
Tapi.. Yang membuat Indira heran itu ya, respon Andrea. Andrea terlihat tidak senang, bahkan ketika diberitahu oleh dokter kandungan bahwa dia hamil pun respon Andrea hanya biasa-biasa saja. Tidak ada rasa girang, penasaran, atau mungkin excited?
"Ndre.." panggil Indira ketika Indira menyetir menuju rumah Andrea.
"Iya?"
"Any problem? Ada yang sakit? Tell me, kalau ibu hamil tuh mood-nya memang nggak bisa ditebak, kadang-kadang up and down, but it's okay, sih.. Selagi nggak mengganggu kehamilan, aku lihat dari tadi kamu kayak yang bingung."
"Memang." jawab Andrea jujur.
"Kenapa, Ndre? Sharing yuk, aku juga pernah kok di posisi kamu waktu hamil Teresa."
"Aku cuman-" Andrea menarik napasnya. "Cuman nggak expect bakal hamil secepat ini, setahu aku Arya selalu pakai pengaman karena kita udah commit buat kasih space buat waktu berdua dulu."
"Mm-hm, lalu?"
"Kalau begini, aku jadi mikir.. Usia pernikahan aku sama Arya baru jalan enam bulan, kan? Kalau Arya nggak suka karena aku hamil-"
"Apa Arya bilang kalau dia nggak mau punya anak dulu, Ndre?" potong Indira cepat.
"Nggak juga, sih. Cuman ya dia bilang pengen punya waktu berdua dulu."
"I see, kamu sama Arya berhubungan, Ndre. Dan masalah kamu hamil sekarang ini, aku rasa kamu nggak cukup capable buat takut sama dia. Toh, kalian juga melakukannya bersama-sama, kan? Ibaratnya gini, Ndre.. Kamu nggak akan hamil kalau nggak ada Arya."
Jelas, pikir Indira. Biang keroknya kan laki-laki!
"Gitu, ya?"
Indira mengangguk. "Iya, Ndre. Mau aku bantu jelasin sama Arya? Kalau pun dia marah sama kamu karena kamu hamil, lah ini kan anak dia!"
Andrea meringis, benar juga pikirnya. Hanya saja, sejak tadi dia berusaha mengingat kapan Arya melakukannya tanpa pengaman?
"... Aku bakal coba ngomong sama Arya kok, Ndi.. Tenang aja." ringis Andrea tak enak, seharian ini dia sudah merepotkan Indira.
Indira mengangguk. "Okay, Ndre.. Kabar-kabar aja kalau mau tanya sesuatu, ya?"
"Mm-hm, thanks for the ride.. Good night, Sayang." kata Andrea pamit pada Teresa yang duduk di kursi belakang mobil.
Teresa melambaikan tangannya pada Andrea. "Bye bye, Tante!"
*
Andrea masih tetap memikirkan kehamilannya, di sini bukan dia yang akan jadi orang tua tapi Arya juga! Dan jika Arya tidak suka... Maka, ah-kenapa Andrea harus dilanda rasa kebingungan sendiri seperti ini, sih?! Kan yang buat hamil dirinya itu Arya, bukan dia hamil sendiri!
"Yang!" panggil Arya dari arah kamar mandi.
"... Iya?!"
"Aku lupa bawa handuk!"
Kebiasaan, cibir Andrea. Andrea bangkit dari ranjang dan mengambil handuk untuk suaminya itu. Tangan Arya berada di ambang pintu kamar mandi, dan ketika Andrea memberikan handuk, Arya malah menarik tangannya masuk ke dalam kamar mandi.
"Arya!" teriak Andrea terkejut.
Pria itu hanya meringis tanpa dosa, memamerkan senyumannya yang menawan dan aroma sabun yang menguar membuat Andrea merasa... Sebentar, sejak kapan Andrea menyukai rasa aroma sabun Arya sebegini rupanya?
"... Wangi banget," gumam Andrea tanpa sadar.
Arya melingkarkan handuk yang Andrea bawa tadi di sekitar pinggangnya. "Heh? Kirain kamu mau ngomel karena aku seret ke sini, tahunya malah salah fokus sama wangi sabun?"
"Ya gimana lagi," balas Andrea memutarkan bola matanya. "Kamu kok pulang malam, sih?!"
"Tadi meeting di luar, kebiasaan anak-anak sekalian mau makan di luar katanya."
"Oh.." balas Andrea seadanya.
"Kenapa? Bete?"
"Iya."
"Lho, kok bete?"
"Nggak di ajak soalnya!"
"Lah? Aku lihat kamu keluar sama Indira tadi? Indira bikin story WhatsApp sama kamu di RS. Siapa yang sakit?"
AKU HAMIL! Rasanya Andrea ingin berteriak sekarang.
"Oh.. Itu, anu-"
"Cukur dong, Yang.." pinta Arya.
Andrea malah mengalihkan pikirannya mengambil shaving cream untuk Arya. Arya mengangkat tubuh Andrea ke atas wastafel dan pria itu berdiri di antara kedua kaki Andrea yang sengaja Arya buka lebar-lebar.
Andrea mulai mengoleskan shaving cream itu dengan hati-hati, meskipun otaknya terus berjalan.
"Ya.." panggil Andrea.
"Mm? Kenapa?" sahut pria yang sedang menikmati service istrinya itu.
"... Aku, aku nggak tahu sih, takutnya kamu nggak suka dengar ini, tapi-aku."
"Wait," Arya membuka matanya tiba-tiba dan menatap Andrea dengan bingung. "Ada apa sama kamu?"
"Hah?"
"Aku tanya, ada apa?" jelas Arya sekali lagi.
Kok Andrea rasa Arya terlalu... Tegas? Apa Arya memang sedang dalam mood tidak baik?
"Aku.. Ah, bentar deh! Aku beresin dulu shaving kamu." kilah Andrea membersihkan sisa shaving cream yang ada pada rahang Arya.
"Okay.." desah Arya mengungkung tubuh Andrea dengan kedua tangannya yang berada di sisi tubuh Andrea. "Ada apa?"
Andrea menggigit bibirnya, well terlihat kalut di saat yang tidak tepat juga akan memperburuk suasana.
"Jadi, tadi aku sama Indira ke RS."
"Mm-hm, terus?" tanya Arya dengan sabar.
"Aku tuh akhir-akhir ini bingung, Ya.. Perut aku keras banget, terus kalau tiap aku gerak berlebih pasti kayak ada isinya dan-tadi aku cek sama Indira,"
"Kamu sakit?!" sembur Arya heboh.
"Nggak, nggak.. Dengerin dulu..."
Arya menghela napasnya kembali. "Okay, kenapa? Jangan bikin aku geregetan!"
"Aku hamil!" teriak Andrea frustrasi, suaranya sudah mengisi seluruh kamar mandi dan membuat Arya memejamkan matanya.
Andrea menarik napasnya, meraih wajah Arya dan merangkumnya dengan kedua tangan Andrea yang kecil. "Aku hamil! Dan kamu yang hamilin aku...."
Tahu setelahnya apa? Andrea menangis.
Manusia di depan Andrea masih berusaha mengontrol shock, Arya menatap perut Andrea yang masih terlihat datar baginya.
"Aku hamil, kamu pasti nggak seneng, kan?" tanya Andrea yang sudah terisak.
"Hah? Gimana bisa aku nggak seneng, Ndre?" tanya balik Arya.
Ditanya seperti itu, jelas Andrea makin menjadi saja tangisannya. Lantas Andrea turun dari marmer wastafel itu dan pergi keluar kamar mandi.
"Yang!" teriak Arya yang baru saja menyadari kebodohannya. "Kamu hamil?"
"Tahu ah!"
"Ndre, kamu marah?!" tanya Arya bingung.
Andrea menarik napasnya, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Matteo pada detik itu juga.
"Halo Ayah?!"
"Lho, kok telepon Ayah kamu sih, Ndre?" tanya Arya lagi sembari berkacak pinggang.
"Natte?" tanya Matteo dari seberang sana. "Wait, did you crying? Kenapa? Arya kenapa sama kamu?!"
Andrea malah berujung terisak sampai tak bisa bicara. "Ayah.. Aku hamil, tapi Arya kayaknya nggak seneng.."
"Ndre! Kata siapa aku nggak senang? Astaga, I was shock, Sayang..." bela Arya pada Andrea.
Andrea menggeleng dengan kukuh. "Yah, aku dihamilin Arya tapi Arya-"
"Berengsek Arya!" teriak Matteo dari seberang sana.
"Ayah! Udah ya, sebentar aku perlu bicara sama Andrea."
Arya merebut ponsel Andrea dari tangan istrinya itu dan mematikan sambungan telepon Matteo. Membuang ponsel Andrea ke sembarang arah dan membuat istrinya itu berhenti menangis.
"KENAPA KAMU LEMPAR HANDPHONE AKU, ARYA!" teriak Andrea heboh.
Sumpah, baru kali ini Arya mendengar teriakan Andrea. Terhitung dua kali sejak tadi di kamar mandi, dan Andrea sudah berteriak lagi padanya.
"Come here..." pinta Arya.
Namun Andrea menggeleng dan mundur dua langkah menjauhi Arya.
"Hei, aku minta kamu ke sini lho, Ndre.."
"Nggak mau.."
"Lho, kok gitu?"
"Kamu nggak seneng, kan?"
"Kata siapa?"
"Kata aku!" teriak Andrea lagi. "Buktinya, sekarang kamu malah kayak gitu, bertingkah kayak Bos lagi. Kamu kan bukan Bos aku lagi."
"Oh.. Geez." Arya memejamkan matanya mendengarkan pernyataan absurd Andrea. "Aku senang! Saking senangnya aku, aku bingung harus memberikan respon seperti apa! Oh Tuhan.. You're so unbelievable."
"Kamu marah?" tanya Andrea lagi.
"Of course no, Sayang.. Aku mau pegang perut kamu, sini.." pinta Arya lagi.
"NGGAK!" teriak Andrea kembali. Andrea bahkan memeluk perutnya secara impulsif. "Kamu pasti nggak suka."
"Ya Tuhan.." erang Arya frustrasi. Arya bahkan belum memakai bajunya dan dia memutuskan untuk menghampiri Andrea.
"STOP!"
"Berhenti teriak, Andrea.."
"Nggak mau.."
"Ya Tuhan, aku mau peluk lho ini, Sayang!" rengek Arya frustrasi.
Andrea menggeleng, terus saja menggeleng pikir Arya. Arya yakin, anaknya ini #TIMANDREA bukan #TIMARYA lihat saja bagaimana anehnya sikap Andrea dan-oh pantas saja selama beberapa minggu ke belakang Andrea terlalu banyak mengutarakan kata BETE daripada sayang kepadanya.
"Ndre.. Kamu hamil anak aku, kan?" tanya Arya baik-baik.
Andrea mengangguk dan menghapus air matanya sendiri yang turun. "Terus kalau itu anak aku, kenapa kamu nggak mau aku kenalan sama anak aku?"
"Kamu mau kenalan?" tawar Andrea.
Arya mengangguk. "Iya."
"Ya udah, sebentar aja." jawab Andrea yang mulai luluh.
Arya duduk di ujung ranjang dan berusaha menggapai tangan Andrea. Andrea mendekatinya dan untuk sesaat tangisan itu akhirnya berhenti.
Menyingkap long dress sleep wear satin Andrea, Arya melihat perut Andrea yang memang sedikit membulat tak seperti biasanya. Arya mengulum senyumannya dan menahan tawa, jadi.. Gara-gara bocah yang ada di dalam perut Andrea ini, Arya berhasil terkena siksaan mental selama berbulan-bulan atas sikap Andrea yang labil itu?
Astaga..
"Udah belum?!" tanya Andrea tak sabaran.
"Bentar lho, aku belum pegang!"
"Ya cepetan!"
Arya menarik napasnya lagi dan menahan tawa. Ia meletakkan tangan kanannya dan mengusap pelan perut Andrea. "Hei, new friend, kamu sudah bersarang di perut Mama kamu selama berminggu-minggu ini, iya?"
"Iya.." jawab Andrea. "Kata dokter jalan empat belas minggu."
Arya mengangguk paham. "Mm-hm, bisa di mengerti."
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa." jawab Arya berbohong. Ya kali dia mau cari mati dengan menjawab kamu nyebelin banget Ndre! Tamat sudah riwayatnya.
"Hei," panggil Arya lagi mengajak berbicara janin yang ada di dalam perut Andrea. "Papa sayang sama kamu nih, gimana? Kita belum ketemu padahal."
Dan sialnya, Andrea tak bisa menahan senyumannya sekarang.
"Sehat-sehat ya, Sayang.. Jangan bikin Mama bete terus sama Papa, bahaya, nanti bakal ada perang dunia ketiga. Mama kamu dari tadi udah teriak terus sama Papa."
"KAPAN?!" tanya Andrea tak menyadari suaranya yang sudah sebesar toa itu.
Arya mengangkat wajahnya dan menatap Andrea tak percaya. Tapi kalau di pikir-pikir lagi, Arya jadi bisa melihat perubahannya. Sekarang, perut Andrea ada di hadapannya, bulu-bulu halus melintang dari perut bawah Andrea dan Arya mengusapnya secara perlahan.
"Kamu jadi banyak bulu, Yang." ujar Arya memerhatikan kulit istrinya.
Bahkan, untuk sesaat Arya sadar rambut Andrea terlihat hitam, menebal dan ber-volume. Bulu tangan Andrea cukup memanjang dan terakhir yang Arya lihat leher belakang Andrea mulai ditumbuhi bulu-bulu halus.
Honestly, Arya suka. Apa lagi, ketika melihat bulu mata dan alis istrinya yang menebal dan kumis tipis Andrea. Apa ini hormon ibu hamil? Mungkin Arya perlu bertanya pada Mamanya.
"MAKSUD KAMU AKU KAYAK MONYET?!" sambar Andrea penuh emosi.
Arya memejamkan matanya, baru saja dia mengagumi istrinya malah Andrea sedang berburuk sangka padanya?!
"Kata siapa-ah... You're really fucking gorgeous, Sayang! Jangan over thinking mulu deh.."
"Ya habis, kamu ngatain aku banyak bulu!"
"Ya memang! Kamu memang, ah udah ya.. Capek nih, dari tadi kamu teriak-teriak terus."
"Ya udah, sana pakai baju." usir Andrea menurunkan pakaiannya sendiri.
Arya mengangguk, sebelum pergi melangkah menuju walk-in closet Arya mencium kening Andrea cukup lama.
"Thank you.. I love you, Andrea.. Thanks for carrying my child, I am trully happy for this moment."
Andrea tersenyum sambil menatap Arya. "Jadi, kamu senang?"
"Iya, Sayang." jawab Arya dengan sabar.
Andrea mengangguk dan mengulum bibirnya. "Oke, kalau begitu-"
"MANA SUAMI BERENGSEK KAMU ITU, NATTE?!"
Suara teriakan Matteo berhasil menyita perhatian pasangan suami istri itu. Matteo membuka kamar Arya dan Andrea dengan tergesa-gesa dan penuh nafsu.
"Yah!" cegah Andrea.
Namun belum sampai dia menahan sang Ayah, Matteo sudah berhasil menonjok rahang Arya dan membuat Arya meringis.
"Kamu menghamili anakku?!" teriak Matteo.
Zoya menyusul di belakangnya dengan wajah tak karuan. "Matteo!"
"Hold on, bajingan ini nggak mau terima anaknya sendiri?"
"Nggak Ayah!" kedua tangan Andrea kini menahan tubuh Ayahnya. "Aku sama Arya udah-"
"Wah gila nih... Bukannya kasih selamat Ayah malah nonjok?!" balas Arya kesal.
"Ya!" balas Matteo tak mau kalah. "Natte tadi menangis karena kamu, bukan?"
"Ayah," tegur Arya kesal, ini pertama kalinya ia diserang oleh Matteo. "Kalau Ayah lupa, Andrea istri aku!"
"Ayah juga tahu!" balas Matteo ngegas.
"Ya terus apa masalahnya?! Aku suaminya, kalau pun dia hamil, suaminya jelas yang menghamilinya. Dan satu lagi, aku sangat bahagia dan berhenti bersikap konyol Matteo Lubis!"
"Wah.." Matteo berdecak melihat kelakuan menantunya ini. "Arya Atmodjo, I am watching you! Ayo Natte, pulang sama Ayah!"
Zoya menggeleng kesal dan menahan lengan suaminya. "Kamu malu-maluin! Aku pulang!" ancam Zoya.
"Jangan dulu dong, kamu nggak lihat anak kita hamil?!"
"Udah tahu Andrea hamil, kamu mau jadi kakek ya berhenti dong sikap konyol kamu ini, masa Arya kamu tonjok gitu aja?!" omel Zoya pada suaminya.
Arya mengangguk setuju, namun dia tak banyak bereaksi karena nyatanya Andrea tengah mengkhawatirkannya kini.
"Ya gimana.. Dia hamilin anak aku!"
"Matteo!"
"Oke.. Sori," desah Matteo frustrasi. "Ya udah, kita balik. Natte, are you okay?" tanya Matteo pada putrinya.
"Aku baik-baik aja, Ayah."
"Ayah harus tahu kalau Andrea memang agak resek setelah hamil." jelas Arya.
"APA?!" teriak Andrea kini yang membuat ketiga orang itu terkejut karena teriakan Andrea. "KAMU BILANG AKU RESEK?!"
"Hng-nggak kok, Sayang, aku cuman-"
Dan pada saat itu juga, Matteo menyeringai sembari melambaikan tangannya dengan wajah penuh kepuasan meledek Arya.
Arya tahu, setelah ini ia akan menghadapi ribuan jelmaan Andrea yang lebih resek daripada ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro