Two
.
.
.
.
Ketika tersadar Namika tiba-tiba sudah berada ditempat lain, tepatnya di sebuah gedung latihan Opera di Osaka. Gedung Opera Osaka yang sangat terkenal akan cerita dan misteri tersebut. Namun, anehnya. Ia malah menemukan dirinya ini berada di tempat yang hanya ditemui di tahun 1950an.
Namika sendiri merasa bingung, mengapa ia bisa berada di tempat ini. Padahal sebelumnya ia berada di Gedung Opera di Kyoto, bukan Osaka.
Lalu, tahun ini. Bukan juga tahun yang ia jalani. Jadi, ia terlempar dan melewati ruang waktu?
Ceklek!
Suara pintu terbuka membuat Namika sedikit terkejut meski hanya sebentar.
Namika menatap lekat sekaligus heran pada si pelaku yang menjadi tersangka.
Sosoknya berjalan dengan anggun layaknya para pangeran yang datang dari negeri dongeng. Kemudian langkahnya terhenti berdiri dengan angkuh tepat di depan Namika, tubuhnya yang tegap dibalut jubah hitam corak kemerahan membuatnya semakin misterius seperti kedatangannya ke kamar yang Namika tempati saat ini. Aura kelam yang sangat kentara membuat hawa di ruangan tersebut menjadi berat dan mencekam, senyum misterius serta wajahnya yang memakai topeng membuat Namika sedikit kesulitan untuk mengenali siapa dia.
Yang hanya Namika tahu adalah, sosok itu laki-laki, dan bersurai merah darah.
Sesaat tatapan keduanya terkunci, saling memaku satu sama lain hingga Namika tersadar dan membuang arah pandangnya kearah lain. Ia tampak salah tingkah ketika sosok pria didepannya ini menatapnya lekat.
Sosok itu samar-samar terkekeh pelan saat melihat tingkah Namika yang menurutnya begitu manis dimatanya.
Tatapan matanya tak lepas dari wajah Namika yang cantik, paras yang mampu menggetarkan hatinya yang telah lama hampa. Dan membeku.
Sadar dirinya sedang di tertawakan, Namika menatap sosok di depannya dengan tatapan tajam. Seakan ia bisa melukai sosok itu hanya dengan tatapan matanya saja.
"Siapa kau?" tanya Namika, matanya masih menyorot tajam, dingin dan menusuk. Namun tak bisa menakuti lawan bicaranya begitu saja.
Namika melihat sosok di depannya tersenyum lagi, kali ini tipis, jika ditilik lagi. Senyum yang ditampilkan oleh sosok itu memiliki banyak arti.
"Aku? Siapa pun aku, ku rasa kau tidak berhak untuk mengetahuinya." jawab sosok itu datar, bibirnya melukis seringgaian kecil ketika melihat kilat ketakutan di mata Namika.
"Katakan siapa kau sebenarnya!" tanya Namika sekaligus menutut, kali ini dengan suara lantang dan tegas, meski rasa takut mulai menyerang relung hatinya.
"Baiklah, jika kau memaksa. Kau bisa memanggilku Phantom." jawab sosok itu akhirnya.
Namika menatap tak mengerti pada pria didepannya ini.
"Phantom? Hantu?" gumam Namika pelan, namun masih terdengar jelas di telinga Phantom.
Pats!
Bagaikan sihir, kini mereka berada ditempat berbeda. Namika yang shock menatap phantom ngeri. Apalagi setelah terjadi kejadian yang ganjil seperti tadi. Sihirkah? Batinnya bertanya-tanya.
Sosok yang menyebut dirinya Phantom mengangguk samar, ia berjalan kearah ranjang untuk lebih mendekatkan lagi dirinya pada Namika.
Mereka saling berhadapan dengan jarak 30cm.
Namika terpaku pada manik dwiwarna milik phantom yang indah. Namun kelam disaat bersamaan.
"Aku melihatmu, saat kau bernyanyi di casting Opera The Swan." ujar Phantom tiba-tiba.
Namika tersentak pelan saat mendengar kalimat tersebut.
'Tidak mungkin! Aku masih ingat dengan jelas, tak ada sosok nya saat aku bernyanyi di panggung!" batin Namika kalut.
"Jujur, suara mu begitu indah dan merdu. Kau mampu membangunkan ku hanya dengan nyanyian itu." ujar Phantom lagi, kali ini Phantom mengukir senyum manis seribu makna.
Namika masih menatapnya heran.
"Ya, sudah kuputuskan. Aku akan mengajarimu bernyanyi dan bermain opera." putusnya sepihak. Kemudian beranjak menjauh sedikit.
"Apa? Bernyanyi? Kau serius?!" tanya Namika tak percaya, masalahnya tidak ada orang yang mau membantunya selain Mayu, kakaknya beserta orang tuanya.
Kini ada orang yang menawarkan bantuan padanya secara cuma-cuma. Dan itu membuat Namika sedikit tak nyaman. Meski ia akui merasa senang pula.
Terdengar helaan nafas dari Phantom. Ia berbalik memunggungi Namika. Namun lengkungan tipis dibibirnya tak pudar sedikitpun setelah melihat Namika mulai tertarik dengan penawarannya.
"Ya, aku berjanji. Kau akan menjadi penyanyi Opera yang sangat terkenal jika kau mau belajar padaku." ujarnya dengan nada Absolut.
"Tapi, kenapa kau sangat yakin? Bagaimana jika ucapanmu tidak akan terwujud?!" tanya Namika penasaran, ya sedari tadi ia penasaran. Mengapa Phantom ingin mengajarinya bernyanyi?
Padahal masih banyak artis opera lainnya. Juga tawaran yang sangat tiba-tiba ini, masih terasa janggal menurutnya.
"Karena aku selalu benar, dan itu mutlak."
Setelah mengatakan kalimat tersebut sosok Phantom hilang dari pandangan Namika. Membuat gadis itu termenung.
'Siapa dia sebenarnya?' batin Namika bertanya-tanya.
****
Kyoto, 1 Februari 2016
Setelah kejadian lampu yang terjatuh dari atas, para pemain serta penyanyi opera dibubarkan. Menghindari jika ada bahaya yang kapan saja bisa muncul secara tiba-tiba seperti tadi.
Sedangkan di balik panggung, kedua kru tengah berdebat sengit.
"Aku melihatnya sendiri, percayalah." ucap Furihata kekeh, berharap rekannya percaya pada ucapannya.
"Tidak mungkin hantu itu ada, itu hanya takhyul saja. Atau mungkin mitos?" ujar Fukuda sedikit ragu, tapi kemudian ia mengendikan bahunya cuek. Seolah menganggap ucapan Furihata hanya angin lalu.
"Tapi aku melihatnya sendiri dia menjatuhkan karung itu saat Kurosawa-san selesai nenyanyi." ucap Furihata kesal, wajahnya merah menahan amarah yang siap meledak kapan saja.
"Sudahlah Furihata, kau tak mempunyai bukti untuk itu." balas Fukuda sambil menghela nafas lelah.
"Aku tidak berbohong! Aku berani bersumpah." seru Furihata.
"Bukan hanya aku yang tidak percaya, siapapun takkan percaya jika tak ada bukti yang jelas." ujar Fukuda sambil tersenyum mengejek.
Furihata bungkam, kata-kata Fukuda memang benar.
'Ya, mereka takkan percaya jika tak ada bukti, jadi? Aku harus bagaimana untuk meyakinkan mereka bahwa hantu opera itu ada! Bukan hanya dongeng atau isu belaka.' batin Furihata frustasi.
Tanpa mereka sadari, Phantom memperhatikan mereka sedari tadi. Dan mendengar kata-kata mereka.
"Dia terlalu berbahaya jika dibiarkan hidup, tunggu aku di mimpi burukmu Furihata." ujar Phantom sambil menatap rendah kearah korbannya.
Kemudian sosoknya hilang di telan gelapnya lampu panggung yang sudah dimatikan.
##TBC##
Hola minna!
Maaf kalo part ini pendek!
Yo Otanjoubi Omedetou sayang, semoga panjang umur dan sehat selalu.
NamikaKurosawa5
Semoga kau suka dengan part ini.
Maaf kalau isinya semakin aneh, kritik serta saran dari kalian ku tunggu guys!
See ya?
Slam manis
Nijimura Ran
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro