Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Four

Setelah melihat penampilan Namika di panggung, Phantom memutuskan untuk pergi dan berkeliling sebentar.

Bisik-bisik tentang hantu Opera kembali terdengar saat dirinya melewati beberapa penari ballet juga kru yang tengah bertugas.
Kabar kematian Furihata Kouki, kru yang paling ramah diantara semua orang disana masih menjadi topik hangat. Kru yang meninggal dengan mengenaskan, jasad yang dilumuri darah juga daging tanpa kulit dengan rongga mulut yang terbuka lebar.

"Kasihan sekali, padahal Kouki-kun orangnya baik. Kenapa dia mengalami nasib buruk seperti itu." Gumam salah satu penari.

"Ya, kudengar Phantom lah yang melakukannya." Ujar gadis yang lain. "Karena hanya dialah, tersangka yang selama ini membunuh para artis Opera." Sambungnya kemudian.

Otsubo, dancer laki-laki yang kebetulan berada di  belakang gadis-gadis tersebut tak sengaja melihat Phantom, pria bersetelan resmi yang tiba-tiba berdiri dilorong menghalangi jalan mereka tanpa diketahui dari mana asalnya.
Seakan-akan ia langsung muncul menembus tembok.

"Huh..?"

"Ha-Hantu!" Ucap salah satu dari gadis-gadis yang tampaknya masih cukup tenang dan bisa berpikir logis.
"Kalian melihat hantu dimana-mana!"
Dan itu memang benar, selama beberapa bulan ini tak ada hal lain yang menjadi bahan pembicaraan di gedung Opera kecuali hantu dengan setelan resmi dan bertopeng itu.

Hantu yang berkeliaran di dalam gedung ini dari tingkat atas sampai tingkat yang paling bawah, bagaikan bayangan dan tak pernah berbicara dengan siapapun kecuali Namika, serta sosoknya langsung menghilang begitu terlihat.
Tanpa ada seorang pun yang tahu, bagaimana serta kemana perginya. Seperti layaknya hantu sungguhan, ia berjalan tanpa suara.
Orang-orang pada awalnya hanya tertawa dan mengolok-olok hantu yang berdandan bagai orang terhormat tersebut.

Tapi, legenda tentang hantu itu  benar adanya.
Bahkan sudah bertahun-tahun lamanya.

**

Setelah selesai menyanyi Namika di panggil oleh Kasamatsu Yukio. Sang pemilik gedung Opera, dalam hati Namika bertanya-tanya. Mengapa Kasamatsu memanggilnya?

Perasaan cemas langsung menyelimuti hatinya. Ditambah tak ada keberadaan Phantom disisinya, ia merasa kehilangan tumpuan yang selama di pegang oleh Aida Mayu. Sahabat baiknya.
Terbangun dari pingsan setelah mengikuti casting, Namika banyak kehilangan orang yang menyayanginya. Termasuk sang ibu, Namika bertanya-tanya bagaimana keadaan ibunya saat ini.

Tapi perasaan khawatir itu langsung hilang dalam sekejap saat dirinya berada disisi Phantom.
Rasa takut selalu hadir dan ada di hatinya meski sekarang Namika sudah hampir mendekati impian yang selama ini ingin ia raih! Rasa takut akan Phantom, apalagi identitas Phantom yang masih menjadi mystery baginya.
Namun jika Phantom benar-benar ingin membantunya hingga sukses. Apa yang tidak bisa ia tolak dari pemuda yang penuh mystery tersebut?

Selama sepuluh menit membuang waktunya untuk berpikir selagi menuju ruangan Kasamatsu, kini ia telah sampai didepan pintu.
Namika mengetuk pelan pintu kokoh tersebut, sebelum membukanya perlahan.

"Ah.. kau sudah datang rupanya." Ujar Kasamatsu bermonolog sendiri.
"Silahkan masuk."

Namika hanya menurut, raut datar masih tercetak jelas di wajahnya yang cantik.
Kasamatsu yang memiliki phobia akan perempuan menatapnya gugup.

"Apa kau sudah tau alasan mengapa aku memanggilmu kemari?" Tanya Kasamatsu pelan, berusaha mengatur pengendalian diri atas rasa takutnya.

"Saya tidak tau." Jawab Namika singkat, ia melirik Kasamatsu yang duduk di kursi kebesarannya.

"Suara mu sangat merdu dan indah, banyak yang menilai baik dirimu saat menyanyi menggantikan Aritsu dipanggung tadi." Ada jeda sebentar, Namika menatapnya was-was.
Sedang Kasamatsu malah tersenyum puas.

"Aku memutuskan untuk menjadikanmu sebagai penyanyi utama dalam Opera yang akan dibuka minggu depan. Ku lihat kau juga mempunyai kemampuan yang luar biasa, bahkan aku tidak melihatnya di Aritsu."

Mengukir senyuman manis, Kasamatsu mengulurkan tangan. "Selamat, kau resmi debut menjadi artis Opera."

Berita ini bukan mimpi untuknya, namun sudah bisa mengabulkan impiannya sedari dulu.

Segera Namika menyambut uluran tangan itu, tak lupa menyungging senyum pula.
"Terimakasih pak!"

"Sama-sama."

"Mohon bantuannya!"

"Mm.. ya."

Kasamatsu segera melepaskan tangannya dari Namika. Wajahnya masih menyirat semu kemerahan.

Setelah mendengar pemberitahuan debutnya dari Kasamatsu tadi, Namika segera keluar dan mencari sosok Phantom.
Dialah yang membantunya selama ia berada disini.

"Kau harus tau! Aku berhasil!" Soraknya dalam hati.

**

Aritsu masih tidak bisa berbicara, dirinya juga lelah setelah beberapa kali harus bolak-balik ke kantor polisi.
Sudah satu setengah bulan berlalu, namun tuduhan atas pembunuhan Furihata Kouki masih menyeret nama baiknya.

Padahal Aritsu saja tidak mengenal dekat Kouki, bagaimana bisa dirinya membunuh kru kesayangan tersebut?

"Ini aneh." Gumamnya dalam hati.

"Aku harus mencaritahu sesuatu." Ya, tidak ada salahnya Aritsu mencari tahu, ini juga demi mengembalikan nama baiknya!

**

Sedari tadi ternyata Phantom melihat gerak-gerik Namika saat gadis itu memasuki ruang kerja Kasamatsu.
Hanya saja, setelah mendengar pembicaraan antar kru membuat moodnya hilang seketika.
Phantom memilih duduk berdiam diri di kamar milik Namika.

Kamar yang juga menjadi ruang favoritenya. Untuk sekarang ini.

"Gadis itu.. aku melihat ambisi dimatanya. Meski dia bilang ingin meraih impiannya, tapi hati manusia tak ada yang tau. Terlebih manusia takkan pernah puas dengan apa yang sudah ia raih." Gumam Phantom.

"Ya.. teramasuk pula dirimu."

Phantom mendengus samar, dirinya tak menyangkal ejekan tersebut.

"Manusia takkan pernah puas dengan hasil jerih payahnya begitu saja, seperti dirimu yang menginginkan kekuasan juga ketenaran." Ujar suara itu lagi.
"Memilih jalan yang sesat untuk membuat karya mu dikenang dunia."

"Diam kau sialan!" Phantom mendecak kesal.
Ia memang memilih jalan yang salah, dengan nyawa serta wajahnya.

Perjanjian dengan iblis, agar karya-karyanya selalu dikenang oleh dunia memiliki harga yang harus di bayar mahal, mengorbankan dirinya menjadi setan buruk rupa.
Iblis itu bahkan tak puas hanya dengan bayaran itu saja!
Dia iri, karena semasa hidup Phantom adalah orang yang digemari oleh para gadis. Bukan hanya karena karyanya! Tapi juga karena ketampanannya.

Maka dari itu, saat Phantom datang padanya. Menginginkan perjanjian, saat itu pula ia merusak wajah tampan Phantom dengan membakar sebagian wajahnya.
Itulah kenapa sampai sekarang Phantom memakai topeng, ia tidak ingin seseorang melihat wajah buruk rupanya.
Bahkan Namika sekalipun!

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya iblis itu.

"Bukan urusanmu." Jawab Phantom ketus.

"Cih! Sudah jelekpun kau tetap sombong Akashi!" Ucap iblis itu, setelahnya dia tertawa.

Ceklek!

"BRENGSEK!!" maki Phantom kesal.

Namika yang baru saja datang mengernyit bingung. Kenapa Phantom memaki dirinya?
Padahal hari ini Namika belum membuat suatu kesalahan.

Phantom yang menyadari kedatangan Namika segera berdiri dari duduknya dan menghampiri gadis itu.
"Maaf.. bisakah kau menutup pintunya?" Ucap Phantom dengan nada pelan.

Namika yang mendengarnya reflek menutup pintu. Seperti perkataan Phantom sudah melekat padanya. Hingga tanpa sadarpun Namika menuruti kata-kata Phantom.

"Terimakasih." Ucap Phantom tulus.

Namika mengangguk singkat, kemudian ia teringat sesuatu.
"Aa.. aku resmi debut menjadi artis Opera." Ucapnya dengan senyum tipis.

Phantom yang sudah menduganya menyeringai, itu sudah jelas baginya. Karena memang Namika pantas mendapatkan itu semua. Disamping itu, Phantom merasa senang. Karena dengan ini, dirinya akan semakin dekat dengan Namika.

"Selamat Namika." Bisik Phantom lirih, Namika memundurkan wajahnya sedikit. Ia merasa Phantom terlalu dekat dengan wajahnya.

"Mm.. terimakasih." Menolehkan kepala kearah lain, setidaknya itu yang bisa Namika lakukan ketika Phantom menatapnya tajam.

"Sebenarnya dia kenapa sih?" Namika bertanya dalam hati.

Phantom mengepalkan telapak tangannya. Ia tidak suka atas sikap penolakan dari Namika.

"Tunggu saja. Akan ku buat kau menjadi milikku. Namika." Batinnya.

"Apa kau mau latihan lagi?" Tanya Phantom, berusaha senormal mungkin. Bagaimana pun dirinya tidak mau membuat Namika menjauh dari jangkauannya.

"Iya. Aku harus terus berlatih. Apa kau mau melatihku?" Namika bertanya balik. Ekspresinya mulai berubah ceria, berbeda saat Phantom berbisik padanya tadi.

"Tentu saja." Setelahnya Phantom membawa Namika ke tempat biasa mereka latihan.

**

= Kyoto =

Ran duduk dengan gelisah di ruang tamu, sudah dua bulan putrinya belum juga ditemukan.
Ia sudah berusaha mencari, bahkan Ran rela membayar mahal detektif terkenal seperti Imayoshi.

Namun pencarian yang dilakukan Imayoshi pun belum membuahkan hasil.
Bahkan satu-satunya saksi atas hilangnya Namika tak bisa menjelaskannya! Mayu sampai rela mengorbankan dirinya untuk mencari Namika!

Bahkan Mayu terus mengikuti casting di gedung Opera manapun agar bisa bertemu dengan Namika.

"Oh Tuhan.. ku mohon berikan petunjuk, dimana putriku berada." Ran menggumam lirih.
Disampingnya Mayu menenangkan ibu dari sahabatnya.

"Tante, maafin Mayu. Mayu janji, Mayu akan cari Namika sampai ketemu." Bujuk Mayu.

"Tapi kita mau mencarinya kemana lagi? Bahkan sampai sekarang polisi juga detektif belum menemukan hasil apapun." Ucap Ran putus asa.

Mayu menunduk, ia menggigit bibir bawahnya. Andai saja, saat casting berlangsung semua peserta diizinkan masuk. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini.

"Tante jangan begitu, aku yakin saat ini Namika baik-baik saja. Tante kan tau seberapa kuatnya Namika itu." Mayu memeluk Ran erat. Sedih juga melihat ibu dari sahabatnya terpuruk seperti ini.

"Yah.. sampai kapanpun! Kau harus membantu tante mencarinya!" Ujar Ran lirih.

"Iya tante, Mayu janji."

Saat Namika kejatuhan lampu, suasana di gedung Opera saat itu riuh karena kepanikan juri.
Tapi saat Mayu datang untuk memastikan apa yang terjadi, disana sepi. Bahkan juri bingung, jelas-jelas tadi ada peserta yang berdiri dipanggung.
Dan lampu itu memang pecah, yang anehnya. Sosok Namika tak ada disana.

Ini yang membuat Mayu bingung, alhasil pencarian Namika semakin sulit saja bila tak ada petunjuk satu pun.

"Apa yang harus kulakukan? Sebenarnya kau dimana Namika.." batinnya sendu.

**

Sedang di kediaman Kuroko. Seorang pemuda bersurai biru langit tengah menatap pigura photo yang berisi seorang gBeberapa kali Kuroko menghubungi telepon rumah Namika, namun sudah beberapa kali juga tidak ada yang mengangkatnya.

Perasaan Kuroko tidak enak, tak biasanya Namika bersikap seperti ini.
Kemarin Kuroko mengiriminya surat, tapi belum ada balasan juga.

"Sebenarnya ada apa. Kenapa kau menolak menghubungi ku Namika." Batin Kuroko bertanya-tanya.

Ia melirik fotonya bersama Namika, foto itu diambil saat acara pertunangan mereka.

"Sebelumnya baik-baik saja. Apa terjadi sesuatu?"

"Huh Tetsu, kenapa kau bicara sendiri?" Tanya Aomine tiba-tiba.

"Aku hanya heran, kenapa Namika tidak menjawab telepon dari ku." Jawab Kuroko jujur.

Aomine mendengus, meletakan topi di meja sebelum berkata. "Aku mendengar berita tentang penculikan."

"Aku tidak tertarik untuk mendengarnya." Ucap Kuroko pelan, matanya meneliti dokumen yang tengah dipegang olehnya.
Ia harus menyelesaikan pekerjaan sebelum hari lernikahannya tiba nanti.

"Kau akan menyesal jika tidak mendengarkanku kali ini." Balas Aomine datar.

Kuroko mendongak, melupakan sejenak dokumen tadi. "Memang berita tentang apa?"
Raut Kuroko kini penasaran, menatap Aomine dengan tatapan penuh selidik.

"Seorang wanita hilang saat mengikuti casting di gedung Opera." Ujar Aomine. Kuroko menaikan salah satu alis, bertanya lebih lanjut.

"Kudengar, tunanganmu juga hilang di hari yang sama." Sambungnya kemudian.

Tunggu!

"Kau tau dari mana kalau Namika hilang?" Tanya kuroko dengan wajah datarnya.

Aomine tersenyum, "Bukan hal sulit jika seorang polisi sepertiku mencaritahu tentang ini."

Kuroko terdiam, memang sangat aneh jika dirinya tak mendapatkan kabar apapun dari Namika. Sebulan yang lalu, saat dirinya menelpon ke rumah Namika, Ran lah yang mengangkat.
Dan ibu dari tunangannya itu tak mengatakan apapun. Ran bilang Namika baik-baik saja. Setelah itu Kuroko belum mengabari lagi, lantaran sibuk akan pekerjaan.

Tapi kenapa Ran menyembunyikan hal ini darinya!

"Tante Ran menyuruh Imayoshi untuk mencari keberadaan Namika. Tapi sampai sekarang, belum ada titik terang."

"Aku akan menelpon kakak untuk mencaritahu tentang semua pemain di gedung Opera." Ujar Kuroko mantap.

"Kau yakin Tetsu, gedung Opera di Jepang banyak." Ucap Aomine tak yakin.

"Tentu saja, aku yakin." Kuroko menatap foto itu lagi. "Apapun akan kulakukan demi Namika."

Aomine menghela nafas, ia mengetik pesan untuk mantan senpainya itu.

"Kalau begitu aku pamit, ada urusan lain." Ucap Aomine sebelum berlalu.

Kuroko hanya menatap datar kepergiannya.

**

Namika menyentuh partitur yang baru saja Phantom berikan padanya.

"Ini.. bukannya untuk dua orang?" Tanya Namika ragu.

Phantom mengangguk samar. "Apa kau keberatan?"

Namika menggeleng, sebenarnya dia tak keberatan. Hanya saja, ia risih. Semakin hari, Phantom semakin menempel padanya.

"Kita mulai sekarang.." ujar Phantom.

Namika memgatur nafas sejenak, setelahnya mengangguk. Ia sudah siap!

"One.. two.. three.."

Namika : "Kau dan aku masih disini~"

Phantom : "Di dalam gedung Opera hanya berdua~"

Namika : "Dalam tidur dia bernyanyi padaku.. Dalam mimpi dia datang~ suara itu yang memanggilku.. dan menyebutkan namaku.
Dan apakah saya bermimpi lagi..? Saat ini aku temukan Phantom of The Opera disini, didalam pikiranku...

Phantom : "Bernyanyilah sekali lagi denganku... Duet gaib kita..
Kekuatanku melindungimu.. tumbuh lebih kuat lagi~ Dan meskipun kau berpaling dariku.. untuk melirik kebelakang... phantom of the Opera ada disini.. didalam pikiranmu..

Namika tersenyum saat lagu itu berakhir, ia menatap kembali partitur terdebut. Sebelum Namika kehilangan kesadarannya!

TBC...

:v

Gomen baru update setelah setahun lamanya hehe :v

Semoga chapter ini kalian suka :*

Nijimura_Ran

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro