TPD - 5. Alone
Happy Reading!!
Gatha panik. Peluh bercucuran di pelipisnya. Mutianya, sahabatnya, dibawa si kampret mafia. Gatha mencoba menelfon polisi, namun ia memukul kepalanya, ia tidak tau nomor polisi disini.
Tanpa berganti pakaian, Gatha segera berlari keluar. Bagaimanapun caranya Gatha harus menemukan Mutia.
"Hah.. hah.." Gatha terus berjalan ke arah manapun yang menjadi kata hatinya. Berlari dan terus saja berlari.
Gatha menangis. Gatha ingin perpisahannya dengan Mutia bukan seperti ini. Ia terus saja berlari tanpa alas kaki bahkan kakinya sampai lecet.
"Mutia!" Teriak Gatha dijalan seperti orang gila. Berharap Mutia akan menyauti walaupun itu tidak mungkin.
Sampai dimana batas lelah Gatha, Ia terduduk dijalan dengan kepala tertunduk.
Gatha memeluk dirinya sendiri setelah minggir dari jalan menuju trotoar.
"Kenapa kau tega Mut? Apakah aku bukan teman yang baik bagimu?" Gatha terisak.
Reda. Tangisan Gatha reda. Yang ada hanya suara kendaraan yang berlalu lalang dan angin yang berhembus kencang. Gatha hanya memakai jaket tipis.
"Tunggu, dimana ini?" Tanya Gatha pada dirinya sendiri. Ia lupa! Ia tidak tau arah jalan pulang.
Gatha membuka ponselnya. Ia ingin menelfon temannya.
"Yoga, Frea, Fina, " Gatha memukul kepalanya sendiri untuk kesekian kali. Ia tidak sedang di Indonesia!
"Bagaimana ini?" Panik Gatha yang mulai berjalan lagi, berbalik arah. Semoga saja ia masih ingat jalan pulang.
Beberapa lampu lalu lintas sudah Gatha lewati dan sekarang ia masih bingung, kenapa tidak berujung?
Ini sudah larut malam. Jam satu pagi dan belum juga ketemu. Gatha pasrah, duduk dipinggir jalan lagi dan tertidur ditemani dinginnya trotoar.
**
"Morning, Mut." Gatha terkaget saat menemui jalan raya yang sangat berisik.
Ia baru ingat sekarang, ia harus pulang ke Indonesia. Mutia menyukai mafia tersebut, jadi apapun yang terjadi Mutia mungkin aman.
Gatha memanggil taksi yang kosong. Setelah masuk, Gatha melamun.
"Maaf, nona. Kita akan kemana?" Tanya supir taksi yang bingung karena tidak tau kemana Gatha akan pergi.
"Oh, tunggu." Gatha mencari alamat yang sudah ia catat yang sayangnya tidak ia bawa.
"Pak, pokoknya ke apartemen besar. Lupa saya namanya apa." Gatha sekarang sungguh ingin menangis. Hari yang sial.
"Saya antarkan ke beberapa apartemen yang mungkin saja tempat tinggal nona." Gatha mengangguk saja.
Supir taksi tersebut berputar, setiap apartemen ia tanyakan namun jawaban Gatha selalu bukan.
Sudah hampir siang dan mereka masih berputar.
"Maaf nona, tarifnya kian naik, apakah anda bisa memastikan untuk membayar?" Gatha melirik angka yang terpampang dengan tampang shock.
"Pak saya turun!!" Pekik Gatha yang panik. Ia mencari uang dikantong dan dibayarkan, namun kurang.
"Ini kurang *87.5 rubel, Mam." Kata supir taksi tersebut dengan tampang tidak menyenangkan.
"Ambil saja Pak, nggakpapa." Gatha segera berlari sebelum diamuk masa.
Gatha berlari mengikuti kata hatinya. Berlari tanpa alas kaki, lagi. Kakinya yang kemarin lecet mungkin sekarang semakin berdarah.
Sampai Gatha bisa bernafas lega, saat melihat taman yang sama seperti kemarin. Gatha berlari langsung ke supermarket, membeli roti. Sungguh, ia kelaparan.
"Yaampun, akhirnya." Gatha tersenyum sambil menangis. Ia tidak akan mengulangi hal konyol seperti ini. Tidur dipinggir jalan sungguh dingin.
Gatha masuk ke apartemen dengan sumringah. Ia mendudukkan dirinya dikasur. Gatha makan sambil menangis. Bersyukur masih bisa pulang. Tiba-tiba ia merindukan mamanya.
"Ma, aku pulang ya." Kata Gatha diselingi tawa. Menertawai dirinya sendiri yang bodoh.
Gatha mengambil ponselnya, mencari nama mamanya dan memencet tombol hijau.
"Halo, Ma."
"Halo Gatha! Gimana disana? Senang?"
"Seneng banget Ma, hiks.."
"Loh Gatha kenapa kok nangis ini, kenapa? Bilang sama Mama nduk."
"Nggak ada apa-apa Ma, Gatha cuma kangen Mama aja."
"Yaudah, gih pulang, bawa oleh-oleh yang banyak. Cup cup anak Mama."
"Gatha sampai di Indonesia, lusa Ma. Udah dulu ya."
"Iya jaga diri Gat, Mama tunggu."
"Iya Ma."
Tut.
Gatha tertawa sumbang. Rasanya melelahkan tanpa seseorang disampingnya. Sepi yang pernah ia rasakan kembali lagi. Padahal ia sangat menghindari ini.
"Mut. Dimana kau? Berani kau ninggalin aku disini?!" Gatha tersenyum getir.
"Aku pulang Mut, cari aku dirumah aja, jangan disini." Gatha membersihkan semuanya. Semua barang-barangnya dan Mutia. Biarkan dia membawa semuanya.
Saat membersihkan lemari, Gatha menemukan perhiasan kesayangan Mutia. Sepertinya Gatha akan membutuhkannya.
Mungkin hanya sebatas ini liburannya. Liburan yang seharusnya berakhir bahagia, jadi seperti ini.
Gatha juga menemukan ponsel Mutia yang tergeletak didepan televisi dengan notif darinya hampir seratus panggilan.
"Kau melupakannya Mut."
Setelah semua selesai ia packing. Gatha membawa fotonya dan Mutia kedalam dekapan. Tidur dengan nyenyak. Biarkan semalam ini, malam terakhirnya disini menjadi lebih nyaman.
Gatha terbangun dan melihat jam yang menunjukkan pukul sebelas pagi. Gatha menghembuskan nafasnya lelah. Ia sudah mengecek uang yang ada didompetnya dan sungguh kurang untuk pergi ke bandara.
Gatha mengambil perhiasan Mutia, membawanya ke toko perhiasan besar.
"Permisi, saya mau jual ini." Gatha menyodorkan kotak yang berisi perhiasan komplit punya Mutia dan tanda pembelian yang Gatha temukan didalamnya.
"Ah, yes, ini asli?" Tanya pegawai tersebut sambil mengambil salah satu perhiasan untuk dicek.
"Kenapa nanya kalau mau dipastiin sendiri." Gerutu Gatha. Moodnya jauh dari kata baik.
"Yes miss?"
"No."
Setelah mengecek satu persatu perhiasan tersebut yang lumayan lama karena perhiasan Mutia ternyata lumayan banyak.
"Semua, 218,763.96 rubel Miss." Gatha yang tidak begitu tau karena banyak sekali angkanya.
"Kalau dirupiahkan berapa ?" Tanya Gatha.
"Lima puluh juta, Miss." Gatha ingin tenggelam di rawa-rawa. Mutia menyimpan ini sendiri? Wah wah.
"Karena ini ukiran yang jarang ada di Russia." Tambah pegawai tersebut membuat Gatha mengangguk.
"Antingnya tidak jadi saya jual." Kata Gatha dan berakhir dengan Gatha membawa uang empat puluh juta.
"Wahh, aku kaya." Gatha tertawa bangga setelah menjual barang milik temannya.
"Maafkan aku Mut, aku ingin membelikan teman kita oleh-oleh." Pikir Gatha, Mutia pasti akan senang saat temannya juga senang.
Dengan wajah songong, Gatha belanja di mall besar yang ada disana. Membeli barang yang ingin ia beli tanpa rasa ragu. Dan uangnya keluar terus menerus. Jangan meniru bocah ini karena Gatha sangat min jika soal mengelola uang.
"Saya beli ini, ini, ini." Semuanya Gatha beli.
Kakinya yang masih sakit sedikit ia paksa untuk berjalan. Mungkin setelah ini ia akan lega.
Penerbangannya pukul tiga sore nanti. Gatha sudah menyiapkan dua koper besar untuk dibawanya.
Gatha mengelilingi negara Russia untuk yang terakhir kalinya. Terbesit suka dan duka disini. Mutianya hilang, namun ia tidak berdaya. Ia jauh dari kata tau wilayah Russia.
"Maafkan aku, Mutia." Gatha menutup kaca jendela taksi yang membawanya pergi.
Bersambung...
Next?
*87.5 rubel = Rp. 20.000
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro