Bab 4. Kamar Kuno Menyebalkan
BRAKK.
Ivana tergeletak di lantai dengan tidak berdaya. Saat matanya samar-samar menangkap bayangan keberadaan Vale, Ivana berusaha menggerakkan bibir untuk memanggil nama sang kekasih. Akan tetapi, sayangnya tidak sampai bibir Ivana mengeluarkan suara, perempuan itu sudah kehilangan kesadarannya.
“Ivana! Ivana!” teriak Vale memanggil-manggil nama Ivana saat kekasihnya itu perlahan memejamkan mata. Sedangkan sang satpam museum segera menelepon untuk meminta bantuan dari rumah sakit.
Tubuh Vale bergetar hebat ketika melihat darah mengalir dari kepala Ivana. “Ivana … bangunlah … .”
Sementara itu, Ivana dalam ketidak sadarannya samar-samar masih mendengar suara Vale yang memanggil-manggil namanya. Akan tetapi, mata Ivana seolah tidak mau terbuka tidak peduli seberapa kuat Ivana berusaha. Setelah itu, tidak lama suara Vale semakin memudar dan hilang. Digantikan oleh sebuah suara yang terdengar seperti suara seorang perempuan.
“Ivana, kamu harus menyelesaikan apa yang perlu kamu selesaikan,” ucap suara tersebut dengan lembut tetapi terasa mengancam bagi Ivana.
Setelah itu Ivana kembali dapat membuka matanya, tetapi mata perempuan itu seolah tersorot cahaya putih yang begitu terang. Segera kemudian, tubuh Ivana rasanya seperti terseret arus berputar yang sangat kuat hingga membuat Ivana sulit bernapas. Entah ke mana arahnya Ivana dibawa pergi.
Ivana berusaha memanggil-manggil nama orang tuanya, kakaknya, sampai Vale untuk meminta bantuan.
“Mama!”
“Papa!”
“Kak Wildan!”
“Vale! Vale!”
***
“Vale!”
Tiba-tiba saja, tubuh Ivana tersentak. Tidak ada lagi arus berputar yang membawa tubuh Ivana berputar-putar. Perempuan itu dapat kembali bernapas dengan normal. Bahkan cahaya putih yang menghalangi penglihatannya pun sudah tidak ada, hanya ada cahaya kuning remang-remang dari pojok ruangan.
Untuk sejenak, otak Ivana berusaha memproses dirinya. Memproses kesadarannya yang belum pulih total. Memproses keberadaannya sekarang karena penerangan remang-remang yang hanya berasal dari salah satu sudut ruangan itu tidak mampu mencapai sudut ruangan lainnya. Serta Ivana juga berusaha memproses semerbak wangi lili yang masuk ke dalam indra penciumannya.
Ivana berusaha bangkit dari tidurnya, tetapi kepala perempuan itu berdenyut nyeri. Seolah dia baru saja menenggak sebotol minuman keras sendirian dalam satu kali minum. Meskipun begitu, Ivana memaksakan dirinya untuk tetap bangkit dari tempat tidur.
KLANG. Sesuatu baru saja terpental ke sudut ruangan saat kaki Ivana tanpa sengaja menginjaknya. Ivana berusaha menyipitkan matanya untuk melihat apa yang terpental. “Gelas?” gumam Ivana.
Ivana kemudian berjalan perlahan mendekati benda yang tadi terpental. Dipungutnya benda tersebut dari lantai. Ternyata memang benar sebuah gelas. Akan tetapi, gelas tersebut tampak mewah, terbuat dari bahan sejenis logam tetapi ringan. Selain itu juga dilengkapi dengan ukiran yang halus dan cantik, memang tidak terlihat jelas, tetapi jari-jari Ivana bisa merasakannya.
Namun, ada bau aneh tercium dari gelas tersebut. Ivana mendekatkan gelas itu ke hidung, lalu tercium bau yang sangat menyengat. Tebakan Ivana, itu antara minuman keras atau obat.
Ivana semakin merasa aneh dengan keberadaan gelas yang berbau menyengat di tangannya. Perempuan itu pun mendongakkan kepala untuk menatap sekitar. Menajamkan indera penglihatannya. Sampai-sampai Ivana menyipitkan mata untuk melihat ke sekitar dengan penerangan yang sangat minim. “Sepertinya ini bukan kamarku … tidak, ini memang bukan kamarku,” ucap Ivana kepada dirinya sendiri.
Setelah itu, dengan langkah lebarnya, Ivana menghampiri sumber cahaya yang terletak di sudut lain ruangan dari tempat Ivana mengambil gelas tadi. Ternyata sumber cahaya itu berasal dari api, tepatnya dari sebuah lampu minyak yang digantungkan di sudut ruangan. Lalu sebuah pertanyaan muncul dalam benak Ivana. Orang modern mana yang masih menggunakan lampu minyak sebagai penerangan?
“Astaga! Ini sudah dua ribu dua puluh dua. Manusia antik mana yang sekarang kamarnya sedang aku tempati?”
Kemudian Ivana melepaskan lampu minyak itu dari tempatnya digantung agar Ivana dapat menelisik seisi ruangan. Saat Ivana membawa lampu minyak tersebut ke tengah ruangan, Ivana menyadari bahwa di setiap sudut ruangan itu, tergantung sebuah lampu minyak dengan bentuk yang sama.
Ivana berusaha mencari-cari korek untuk menghidupkan lampu minyak di hdapannya, tetapi Ivana tidak dapat menemukan apa pun yang bentuknya seperti korek. Bahkan korek gesek pun tidak ada. Akhirnya Ivana mengambil sebuah kertas dan memindahkan api dari lampu minyak yang sudah menyala ke lampu minyak yang belum menyala.
“Bahkan korek saja tidak ada?” Ivana bergumam sebari menggeleng-gelengkan kepalanya dengan heran.
Setelah semua lampu minyak menyala, Ivana pun mulai dapat melihat dengan jelas isi ruangan yang ditempatinya. Sebuah meja bundar dengan dua buah kursi yang tampak sangat kuno terletak di tengah ruangan. Ditambah lagi, terdapat banyak lilin di atas meja tersebut yang disusun pada tempat khusus untuk lilin yang biasanya hanya Ivana lihat teletak di atas meja makan tempat orang-orang kaya melakukan jamuan makan. Tepatnya, Ivana melihat benda itu di dalam film yang dia tonton..
Sebuah ranjang besi lengkap dengan kasurnya serta sprei putih adalah tempat Ivana tadi terbangun. Letak ranjang tersebut nyaris di pojok ruangan dekat jendela. Akan tetapi, sebuah meja bertaplak putih memisahkan ranjang dengan jendela. Ivana menyimpulkan bahwa itu meja nakas.
Kemudian terdapat meja rias di sudut lain ruangan yang berseberangan dengan meja nakas. Meja rias dari kayu yang di atasnya terdapat alat riasan yang tertata rapi serta sebuah lilin yang diletakkan di atas wadah khusus. Ivana mengerutkan dahi. Pertama, dia sama sekali tidak dapat mengenali merk alat rias apa pun yang tergletak di atas meja rias tersebut. Kedua, semua di atas meja rias itu tampak sangat kuno, bahkan seisi ruangan tempatnya berada sekarang. Kemudian yang ketiga, lagi-lagi lilin. “Apa orang di sini tidak mengetahui teknologi yang disebut dengan lampu LED?”
Kemudian, Ivana melihat sebuah lemari pakaian. Ivana mengamati lemari tersebut lekat-lekat, lalu berjalan menghampirinya. Dibukanya lemari pakaian tersebut. Lalu … TARA! Gaun-gaun dengan model lama memenuhi lemari tersebut. Ivana benar-benar tidak habis pikir. Perempuan itu seperti kembali ke abad sembilan belasan atau dua puluhan awal.
Ivana semakin merasa ada yang aneh. Apa yang terjadi sebelumnya? Kenapa dia bisa berada di tempat ini? Lagi-lagi, otak Ivana berusaha memproses apa yang ada di hadapannya, situasi yang sedang dihadapinya. Ivana mendudukkan dirinya pada salah satu kursi terdekat yang bisa perempuan itu jangkau. Dia termenung, berusaha berpikir.
Namun, saat sedang sibuk dengan isi kepalanya, tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Ivana. “LILIYA!” BRAK.
Sebuah panggilan–teriakan–atas nama Liliya yang disusul dengan suara pintu yang dibuka dengan teramat keras. “Apa yang kamu lakukan di situ dan masih dengan gaun tidurmu?! Cepat ganti baju!” teriak seorang wanita yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu.
Seorang perempuan dengan gaun merah panjang yang tampak ribet di mata Ivana serta rambut yang disanggul dengan aneh. Belum lagi riasannya yang tidak kalah aneh. “Liliya!” bentak wanita itu sekali lagi, kali ini sembari berjalan menghampiri Ivana.
“Kenapa masih diam saja?!” bentak si wanita aneh sebari menarik lengan Ivana dengan kasarnya.
Tunggu! Tunggu! “Hei! Kamu siapa? Berhenti menarikku?!”
Dan lagi … siapa tadi? Liliya?
___________
Jangan lupa untuk mendukungku di KaryaKarsa dengan username @mayleailaria. Kalian juga bisa membaca 4 bab (Bab 1-4) lebih cepat di KaryaKarsa.
Oh, iya. Serta jangan lupa untuk mendukung karya teman teman yang lain, ya.
Monster Yura oleh nataliafuradantin
Cindereno oleh batiaratama
Selamat menikmati♡
—May
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro