The open Door ~ 6
Nadia memandangi bulan dari teras halaman belakang. Dia masih belum percaya, laki-laki yang tengah mengobrol dengan keluarganya diruang tengah adalah mantan kekasihnya yang selama ini dia cari. Matanya melirik dari balik pintu yang terbuka, penasaran dengan sosok yang tiba-tiba muncul itu.
Ayahnya yang selama ini tidak pernah menyukai laki-laki yang dekat dengannya bahkan tampak tidak canggung. Penampilan dan sikap Revian berhasil membuat keluarganya dengan tangan terbuka menerima kehadirannya. Nadia tidak sanggup memberitau mereka bahwa kedatangan laki-laki itu untuk membalas rasa sakit hatinya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Revian tiba-tiba muncul, duduk disampingnya tanpa izin.
Nadia menghela nafas panjang. Memalingkan wajah pada laki-laki yang pernah mengisi hatinya. Revian melakukan hal serupa, pandangan keduanya bertemu dengan sorot berbeda. "Berhenti bersikap seolah kamu tidak mengerti. Apa yang harus kulakukan agar kamu berhenti mempermainkan keluargaku."
Revian mengusap rambutnya yang berantakan kebelakang. Udara malam ini begitu panas seperti hatinya. "Aku memang berniat melamarmu. Keluargamu tidak keberatan dan sangat mendukung."
"Hentikan, aku tidak tertarik menikah denganmu. Sebaiknya kamu cari saja wanita lain."
Sentakan tangan memaksa Nadia kembali duduk. Penolakan wanita cantik itu mengusik emosi Revian yang susah payah diredam. "Kamu tidak punya pilihan lain," geramnya yang terbungkus balutan kemarahan.
Di pandangnya laki-laki yang selama ini dia cari. Melawan api dengan api tidak akan pernah ada habisnya. Sosok disampingnya bukan lagi Raditya yang akan selalu menuruti perintahnya. "Menikah bukan untuk mainan. Ada banyak wanita yang lebih pantas bersamamu." Suaranya merendah berharap dapat melunakan kerasnya hati laki-laki tampan ini.
Revian bangkit dengan senyuman puas di wajahnya. "Kamu salah paham rupanya, hanya karena berniat menikahimu bukan berarti kamu akan jadi istri yang sah di mata negara."
Nadia tersadar sosok Raditya dalam diri Revian tidak lagi dia temukan. Laki-laki yang ada dihadapannya hanya menatapnya dengan kebencian bukan cinta. Semua usahanyapun semata untuk memuluskan rencana balas dendamnya.
"Baiklah jika itu maumu tapi jangan sampai keluargaku tau niatmu yang sebenarnya, hanya itu permintaanku."
Senyuman sinis mengiringi kepergian Revian. Berlari dan terus menghindar tidak akan banyak membantu. Revian pasti tidak akan mudah melepaskannya kali ini. Diapun sudah teramat lelah dengan masalah tidak berujung ini. Jika memang harus terjadi, Nadia akan menerima semua resiko terpahit.
Revian bersorak gembira dalam hati. Dia belum sepenuhnya menjalankan rencana membalas sakit hatinya tapi melihat Nadia yang tidak berdaya membuatnya cukup puas. Belum lagi dengan sambutan keluarga Nadia yang menganggapnya bagai pahlawan.
Keesokan harinya, Nadia memaksa Revian untuk pulang bersama. Dia ingin menjauhkan laki-laki itu dari keluarganya sebelum niat menikahinya menjadi nyata. Revian tidak terlalu peduli, sikap hangat calon mertuanya menjadi kunci untuk mengikat Nadia.
Sepanjang jalan keduanya terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Nadia melirik laki-laki yang berniat menikahinya karena dendam. Dia tidak pernah menyangka kalau Revian dan Raditya adalah orang yang sama. Laki-laki itu sudah berubah tanpa menyisakan sisa masa lalu.
Bunyi pesan masuk mengalihkan perhatian Nadia. Dia merogoh tas dan meraih ponsel dengan hati-hati tanpa menganggu konsentrasi laki-laki disebelahnya.
"Nad, ada waktu nggak. Masih minat jadi model? Ada casting nih buat iklan shampo. Rambut lo masih panjangkan?" Pesan yang masuk ternyata dari teman lamanya sesama model dulu.
"Revi... " Seru Nadia tertahan melihat Revian tiba-tiba mengambil ponsel ditangannya.
Revian mengotak-atik ponsel dengan raut gusar. Dia tidak ingin berbagi wanita ini dengan laki-laki lain. Dulu dia bisa bersabar melihat Nadia dikelilingi laki-laki yang mengaguminya, sekarang dia tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi lagi.
"Sorry, gue nggak bisa. Pacar gue nggak ngasih izin." Nadia termangu melihat balasan yang ditulis Revian. Dia memilih diam daripada semakin memperunyam suasana.
Setibanya di rumah, Nadia bergegas menuju kamar. Dia masih penasaran dengan tawaran temannya. Kembali ke dunia model mungkin bisa menjadi salah satu cara terlepas dari masalah yang membelitnya.
"Nadia buka." Panggilan Revian dari balik pintu memaksanya menunda niatnya.
"Ada apa? Tugasnya besok saja, aku capek mau istirahat."
Revian menghampiri Nadia, mengangkat tubuh wanita itu dan membaringkannya di ranjang. Emosi dan hasrat menguasai pikirannya. Dia mencium bibir wanita yang selama ini dirindukannya. Mengecap manisnya gelora yang selama ini hanya muncul dalam mimpi. Deru nafas keduanya menggema diruangan yang sepi.
Semburat rona merah menghias wajah Nadia. Dia mengatur nafasnya setelah melepas ciuman yang mulai panas diantara keduanya. Keduanya masih terdiam, terduduk di sisi ranjang. Nadia mendongkak, mendapati laki-laki itu tengah menatapnya dengan tajam. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya seolah waktu berhenti berputar.
Revian menarik Nadia tanpa penolakan. Rasa ini masih tetap sama dan semakin kuat setiap harinya. Hanya berpikir ada laki-laki lain disekitar Nadia membuatnya hilang kendali. Semua usahanya untuk berubah sama sekali sia-sia didepan wanita ini, dia merasa kembali menjadi Revian.
"Jangan pernah bermain dibelakangku. Kamu adalah milikku, mengerti?"
Nadia seperti terhipnotis saat Revian menyesap lehernya berkali-kali. Dia tidak mungkin menerima tawaran dari temannya, tidak dekat tanda merah yang ditinggalkan laki-laki itu.
Semenjak itu Revian tidak terlalu sering mengomel sebaliknya Nadia menjadi lebih pendiam. Jantungnya semakin sering berdebar jika bertemu laki-laki itu. Dia tidak ingin mengakui kalau hatinya mulai berubah.
"Kita mau kemana?" Tanya Nadia saat Revian mengajaknya pergi makan malam. Ini pertama kalinya keduanya keluar dengan tanpa paksaan.
"Nanti saja lihat sendiri," balas Revian sambil menyalakan mesin mobil.
Saran Ziva tidak terlalu buruk dengan memintanya memberi kesempatan kedua bersama Nadia. Sakit hati itu belum sepenuhnya hilang tapi kali ini yang dia memegang kendali dalam hubungan ini. Hanya saja dia tidak pernah mengerti kenapa hatinya selalu tertambat pada Nadia meskipun selama ini ada banyak wanita cantik disekitarnya.
"Rev... " Nadia mengigit bibirnya cukup keras saat turun dari mobil.
Revian membawanya ke sebuah restoran, tempat dulu laki-laki itu pertama kali mengajaknya kencan. Dia berusaha tetap tenang meski perasaan bersalah menyesakan dada.
"Kenapa? Bukannya dulu kamu menyukai tempat ini." Sikap Nadia yang gelisah tidak bisa disembunyikan.
"Tidak apa-apa."
Pelayan datang memotong pembicaraan keduanya. Perut yang mendadak kenyang membuat Nadia asal memilih menu makanan. Dia tidak ingin berlama-lama di tempat ini.
"Belajarlah untuk menerima keadaan kita yang baru. Aku sedang berusaha keras memaafkanmu dan mencari cara untuk memperbaiki hubungan ini."
Nadia tidak sanggup membalas. Sikap Revian memang sedikit lebih baik padanya. Dia menopang dagu, memalingkan wajahnya ke arah langit.
"Kita pindah tempat saja. Kamu mau kemana?"
Pandangan keduanya bertemu saat Nadia kembali memutar bola matanya. "Tidak usah Rev, selesai makan kita pulang."
Restoran ini salah satu tempat favorite Nadia. Restoran kelas atas dengan harga makanan yang cukup mahal. Dia tidak pernah mempermasalahkan hal itu selama kekasihnya bahagia tapi sepertinya dia salah memilih tempat.
Pesanan makanan keduanya tidak lama datang. Revian memperhatikan sikap Nadia yang seperti tidak berselera setiap menyuap. "Aku mengajakmu kesini bukan untuk mengungkit kenangan lama. Makanlah atau kita cari tempat lain."
Nadia kembali menyantap makanan yang masih penuh. Laki-laki didepannya sudah banyak berubah, tidak lagi penakut, penurut dan lebih percaya diri. Posisi keduanya sekarang berbalik, dirinyalah yang merasa tidak pantas berada disisi Revian.
"Hei Rev," sapa seorang wanita berpakaian minim. Tanpa canggung, wanita itu mencium pipi Revian.
Laki-laki yang datang bersama wanita seksi tadi menatapku dengan raut bingung. Revian tersenyum ke arah keduanya. "Nadia kenalkan ini Rere dan Aldi."
Wanita bernama Rere melirik Nadia sambil menyeret kursi disebelah Revian. "Ini pacar barumu?"
"Dia calon istriku," balas Revian dengan nada bercanda. Rere tampak puas dan bersikap seolah Revian miliknya.
Ketiganya mengobrol, tertawa dan bercanda dengan topik yang Nadia tidak mengerti. Dia hanya menjadi pendengar tanpa berniat masuk dalam pembicaraan mereka. Revianpun mengabaikannya, memperlakukan dia seperti angin.
"Nadia sejauh apa hubunganmu dengan Revian? Asal kamu tau, akulah yang jadi pengalaman pertamanya," ucap Rere yang penasaran dengan ketenangan Nadia . Dibanding Revian yang terkesan cuek, Aldi memandangi Nadia dengan perasaan bersalah.
Nadia tersenyum kecut, dadanya terasa sakit. Benar atau tidak, hal seperti itu bukan hal yang pantas jadi bahan candaan. "Hm tidak apa."
Rere mendelik, tidak menyukai reaksiku. "Kamu tidak marah?"
Kepalaku menggeleng lalu kembali melanjutkan makan. "Nggak."
"Kenapa?"
Nadia menoleh ke arah Revian sekilas. "Karena aku tau bukan kamu yang sedang dibayangkan Revian saat dia bersamamu." Rere menggeram pelan mendengar jawaban wanita yang menatapnya datar.
Aldi setengah terburu-buru menyeret kursinya, menarik Rere untuk pergi sebelum keadaan semakin panas. Rere mencoba untuk menepis tapi tenaga Aldi lebih kuat. "Maaf Nad, Rere memang suka bercanda orangnya. Jangan di masukan dalam hati ya."
Revian bersikap normal setelah kepergian kedua sahabatnya. "Kamu tidak marahkan dengan ucapan Rere. Apa yang terjadi pada kami terjadi setelah kita berpisah."
"Kamu juga tidak marahkan kalau ada laki-laki lain yang sudah mengambil harta berhargaku?"
"Apa!"
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro