Bab 6. Arzel
Theresa is comeback. Jangan lupa tinggalkan vote dan coment! share juga ke temen-temen kalian yang suka fantasi ya! selamat menunggu berbuka.
Happy reading!
_____________________________________
"Siapa di sana?"
Theresa berusaha meraup barang curiannya yang berceceran untuk kembali dimasukan ke dalam butalan. Gerakannya tergesa hingga ketika ia berdiri dan mencoba berlari, gadis itu lagi-lagi terjatuh karena menginjak ujung bajunya sendiri. Namun Theresa masih berusaha bangkit untuk kemudian langkahnya terhenti. Seseorang bertubuh besar dengan pakaian pengawal berdiri di hadapannya. Begitu pula ketika ia berbalik dan mencoba kabur dengan arah lain, beberapa orang yang juga tidak kalah tinggi berbadan besar serta berwajah keras dan cukup menakutkan di mata Theresa telah mengepungnya.
"Siapa kau?" tanya pria setengah botak.
"Ma-ma-maaf, sa-saya ke sini ingin membeli...." Theresa menundukan wajah. "Obat," cicitnya.
"Obat?"
"Saya mendengar Lord Pashley bisa sehat kembali karena membeli obat di sini." Theresa lalu menyodorkan barang yang ia bawa. "Ini. ini beberapa barang berharga yang saya punya. Saya berharap kemurahan hati Tuan agar bersedia menukarnya dengan obat untuk ibu saya."
Sungguh sebuah keajaiban karena Theresa bisa berbicara sepanjang itu, tanpa tersendat.
Tuan Setengah Botak itu memberi kode pada salah satu dari lima pengawal yang mengepung Theresa untuk mengambil barang yang disodorkan gadis itu. Ada tempat lilin, piala, piring emas, cermin antik, dan lain-lain.
"Darimana kau mengetahui tempat ini?" Kali ini Lord Pahslye yang bertanya.
"Ampun, My Lord. Saya hanya mengetahui desas desus gosip di pasar." Tidak mungkin Theresa mengatakan mendapat berita dari Theo. Anak itu akan berada dalam bahaya.
Lalu Tuan Pria Setengah Botak mengambil mengambil obor dan menyorotkannya ke wajah gadis itu serta menilik penampilan Theresa.
"Kau pencuri?" tebak Tuan Setengah Botak.
"Ti-ti tidak, Tuan." Theresa seketika mengangkat wajah sambil menggerakan tangan.
"Tidak mungkin orang sepertimu memiliki barang-barang mewah seperti ini?" tuduhnya lagi. Namun, Theresa tidak berniat mengakui.
"Bukan, Tuan."
"Katakan! Di mana kau mencurinya?"
Theresa menggeleng kekeh.
"Baik jika kau tidak mau mengaku maka kami akan membawamu ke lembaga hukum!"
"Tidak, Tuan. Jangan! Saya mohon." Theresa berteriak dan meronta ketika tangannya mulai dicekal oleh para pengawal. "Saya mohon jangan penjarakan saya! Saya harus mengurus ibu saya yang sakit."
Theresa memohon, mengiba, dan mencoba segalanya untuk mendapatkan sedikit kemurahan.
"Kalau begitu katakan di mana kau mencuri semua ini?"
Gadis itu mulai menitikan air mata. Pupus sudah harapannya untuk menyembuhkan sang ibu. Alih-alih mendapatkan obat, dia mungkin akan tamat saat ini juga.
"Saya ... sa-saya...." Theresa memejamkan mata. Ia harus kuat meski tahu sekalipun ia mengatakan yang sejujurnya, ia tetap akan di tangkap.
"Barang itu adalah pemberian saya."
Mata Theresa terbuka mendengar suara itu. Seseorang menghampiri mereka. Kini seluruh perhatian yang ada di sana berpusat pada pria yang tengah duduk di atas kudanya lengkap dengan seragam kerajaan yang mewah.
"Siapa kau?" tanya salah satu pengawal seraya menyodorkan obor agar bisa melihat lebih jelas. Theresa yang cukup terkejut masih bisa mengenali pria dengan mata hijau tersebut. Begitu juga dua orang yang sejak tadi memperhatikan keributan dalam diam dari balik jendela.
"Yang Mulia, bukah kah dia Ar—" Lelaki pucat dengan rambut kecokelatan itu bersiap maju, tetapi satu tangan menahannya.
"Tahan, Igno! Kita tidak bisa menyerangnya sekarang! Tidak di sini." Dan cukup dengan kalimat tersebut, Igno menurut.
Masih melalui jendela, mereka berdua bisa melihat lelaki bermata hijau itu turun dari kudanya lalu menghampiri perempuan tersebut.
"Saya Arzel. Salah satu prajurit khusus kerajaan." Arzel mengeluarkan serupa kepingan perak yang lebar dengan tanda yang semua orang tahu. "Sekaligus kekasih wanita ini."
"Menarik." Sebuah senyuman kecil terukir di wajah itu.
*****
Theresa tidak menyangka jika Arzel tampak benar-benar berbeda dari yang pernah diingatnya terakhir kali. Tubuh lelaki ini lebih berisi, bahunya yang lebar juga dadanya yang tegap menambah penampilannya kian menarik.
"Kau baik-baik saja?" tanya Arzel.
Keduanya kini menaiki kuda yang sama. Theresa duduk di depan dengan tangan Arzel melingkar di sisi kanan dan kiri untuk meraih tali kekang agar bisa berjalan dengan stabil. Di tiap hentakan langkah kuda ini punggungnya terus berbenturan dengan dada Arzel dan itu tidak baik untuk jantungnya.
Theresa mengangguk kecil. "Hm, aku baik-baik saja."
"Bagaimana kau bisa berada di tempat itu?"
Setelah mengaku jika Theresa adalah kekasihnya. Lord Pashlye dan Pria berambut ssetenagah botak itu melepaskan gadis tersebut. Mereka juga mendapatkan kembali barang yang sempat diambil, lalu membiarkan keduanya pergi.
"Aku mendengar jika mereka menjual obat yang bisa menyembuhkan penyakit ibuku."
Theresa bisa mendengar helaan napas Arzel.
"Kenapa kau tidak mengabariku apapun?"
"Aku hanya tidak ingin mengganggumu."
"Kau tahu betapa khawatirnya aku ketika tiba di rumahmu dan Theo bilang kau menghilang bersama barang curianmu?"
"Kau datang ke rumah?" Theresa terkejut dan nyaris berbalik jika Arzel tidak dengan sengaja mendorong wajah gadis itu agar tetap menghadapke depan. Mereka sekarang tengah berada di perjalanan menuju pulang
"Beruntung aku tiba tepat waktu."
"Maaf," cicit Theresa.
Lagi-lagi terdengar helaan napas Arzel. Sesungguhnya Theresa tidak masalah lelaki ini akan mengulangi hal itu berapa kali pun, hanya saja yang jadi masalah saat ini adalah kedekatan mereka. Setiap kali lelaki itu membuang napas. Udara hangat yang keluar menyapu kulit leher Theresa dari belakang dan itu sungguh mengganggunya.
"Tapi aku juga melakkan ini karena teraksa. Aku tidak mungkin hanya berpangku tangan dan pasrah begitu saja dengan keadaan ibuku sedangkan aku mendengar ada satu kesempatan yang mungkin bisa menyembuhkannya."
Gadis itu membela diri dan sedetik kemudian mengaduh karena Arzel menarik kupingnya.
"Maka dari itulah kau harus membalas suratku."
"Apa jika aku melakukannya kau bisa membantu?"
"Tentu saja, aku akan mencoba mencaritahu kebenaran informasi tersebut lebih dulu sebelum aku bertidak lebih jauh. Tidak sepertimu."
Theresa mencebik jengkel. Dia memang tidak pernah menang jika berdebat dengan laki-laki ini. Lagi pun mereka sudah hampir tiba di rumah. Dari kejauhan Theresa bisa melihat Theo tengah berdiri gelisah di depan pintu. Untuk kesekian kalinya, secara tidak langsung Theo kembali menyelamatkannya.
*****
Igno menunduk pada seseorang yang tengah duduk di singgasana nan gelap. Kedatangannya menghadap adalah untuk melaporkan pengamatannya tentang hubungan Arzel dan gadis tadi.
"Mereka memang mempunyai hubungan seperti yang kita perkikarakan, Yang Mulia."
"Bagus."
Sosok Yang Mulia melangkah turun dan membiarkan cahaya memperjelas penampilannya yang mengenakan pakaian mewah berwarna hijau dengan banyak manik emas yangmenghiasi. Dia langkah mendekati Igno untuk menepuk bahu laki-laki itu.
"Teruskan pengamatanmu, akan kupastikan rencana kita kali ini tidak akan gagal. Aku! Lucius le Conqueror akan mendapatkannya dan membalaskan dendam ayahku pada Vladimir."
*****
To be continue...
Makasih untuk yang masih menunggu cerita ini.
Thank you for reading
Don't forget to vote and coment ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro