Bab 3.1 Awal Dari Akhir
Mendapati kekasih hatinya seorang Vampir merupakan pukulan telak bagi Lucius. Selama bersama Vanessa, tidak pernah ada sedikitpun kecurigaan bahwa gadis yang dicintainya adalah salah satu jelmaan makhluk terkutuk.
"Luc...," panggil Vanessa lemah. Mata merahnya memudar menjadi hazel, tarung runcingnya kembali ke bentuk semula.
Lucius menggeretak gigi, mencoba menahan marah dan emosi. Tangannya terkepal kuat serta bergetar. Jika tatapan mata adalah sebuah pisau, entah sudah berapa sayatan yang ada di tubuh Vanessa.
"Berikan aku penjelasan terbaikmu, Vanessa."
"Aku... aku...." Vanessa tergagap, seakan lidahnya kelu. Tangannya berlumuran darah, bangkai kelinci itu sudah tergolek di kakinya.
Lucius benar-benar murka, Vanessa sudah menipunya. "Katakan!" sentak Lucius.
"Aku bukan manusia, Luc."
"Aku sudah tahu itu! Katakan apa lagi yang belum kutahu tentangmu?"
Terlihat dari pergerakannya Vanessa sangat tidak nyaman. "Bisakah aku membersihkan diri dulu?"
Mendengar itu, Lucius langsung melangkahkan kakinya lebar. Memangkas jarak diantara mereka, lalu melumat bibir Vanessa. Ciuman itu terasa kasar, seperti Lucius sedang menumpahkan amarahnya.
Tapi tidak, Lucius justru lebih seperti membantu Vanessa menjilati darah yang tersisa di wajahnya.
Pria itu melepas ciuman mereka, kemudian menghapus bibirnya dari sisa-sisa darah.
"Sekarang katakan!"
"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Saat aku menyelamatkanmu, aku sama sekali tidak tahu bahwa kau adalah Pangeran. Tidak, sampai kau datang bersama rombongan pengawalmu dengan seratus keping emas sebagai ucapan terimakasih. Aku pikir kita tidak akan bertemu lagi, tapi semua terjadi begitu saja 'kan? Satu hal yang harus kau yakini, perasaanku padamu bukan sebuah kebohongan."
Lucius masih terdiam. Dia tidak sedikit pun berusaha mengiterupsi penjelasan Vanessa. Raut wajahnya terkesan datar. Namun, hal tersebut justru membuat gadis bermata hazel itu semakin tak enak hati dan salah tingkah.
"Aku tahu, aku adalah mahluk terkutuk. Salah satu golongan iblis. Jika... jika memang karena ini, kau membatalkan membatalkan pernikahan kita." Vanessa menundukkan wajah. "Aku, aku ... aku tak masalah. Kau bisa melaporkan diriku juga," tutur Vanessa menyiratkan kepasrahan.
Kepalan tangan Lucius semakin erat. Hanya ia dan Tuhan yang tahu seberapa kerasnya pria itu menahan emosi untuk tidak memenggal kepala Vanessa saat ini juga.
Berani sekali gadis ini. Ah, tidak. Berani sekali makhluk kotor, rendahan, dan laknat seperti Vanessa membatalkan rencana yang sudah ia susun. Terlebih, memutuskan hubungan mereka setelah sebelumnya menipu Lucius habis-habisan.
Pangeran bermata biru itu tersenyum miring. "Tidak akan ada perpisahan." Satu tangan Lucius mencengkram wajah Vanessa. "Kita tetap akan menikah. Aku tidak peduli kau vampir, setan atau iblis sekalipun."
Ya, mereka harus tetap menikah. Tidak semudah itu untuk Vanessa lepas darinya setelah apa yang ia perbuat.
"Tapi bagaimana jika Raja mengetahui jati diriku?"
"Kita akan memikirkannya." Lucius menarik rambut belakang Vanessa, membuat wanita itu mendongak. "Yang pasti, kau tetap milikku." Lucius kembali melumat bibir Vanessa.
Setelah menikah nanti, Lucius akan memikirkan cara untuk membalas kebohongan gadis ini. Ya, Lucius akan menyiksanya secara perlahan. Anggap saja itu hukuman.
***
Vanessa membuka mata. Ia menarik selimut guna menutup tubuh telanjangnya sebelum duduk, lalu melihat Lucius yang tengah mengenakan pakaian.
"Kau akan kembali sekarang?"
"Ya," jawab Lucius singkat.
"Apa tidak bisa besok? Hari sudah larut," ucap Vanessa dengan nada khawatir.
Langit memang sudah menebarkan bintang saat ini. Mereka sempat bergumul setelah Vanessa menceritakan banyak hal, bahwa dia bukanlah anak kandung Count Seymour. Pantaslah Lucius merasa ayah Vanessa itu selalu terlihat seperti orang yang takut pada putrinya.
Lucius duduk di pinggir ranjang dan meraih tangan Vanessa. "Tanganmu sudah sembuh?"
Vanessa mengangguk. Gadis itu bahkan menggerakan tangannya agar kekasihnya percaya.
Saat bergumul tadi, Lucius sempat mematahkan tangannya. Mungkin karena pria itu masih marah padanya.
Lagi-lagi satu sudut bibir Lucius terangkat. "Menyenangkan juga mempunyai kekasih yang bukan manusia. Apa semua vampir bisa menyembuhkan diri sepertimu?"
Vanessa menggelang. "Setiap vampir mempunyai bakat sendiri, sama seperti manusia. Dan aku adalah salah satu vampir terlemah yang tidak mempunyai bakat perang atau sekedar melindungi diri sendiri. Maka dari itu ayah mengirimku ke sini."
"Apa tidak ada yang bisa membuat Vampir menjadi lebih kuat?" Lucius sedang membayangkan, seandainya nanti mereka menikah kemudian Lucius harus berangkat berperang. Bukankah sangat bagus membawa vampir sebagai pasukan? Bisa dipastikan kemenangan akan selalu mereka dapatkan.
"Ada, jantung malaikat pemburu."
"Jadi, legenda itu benar?"
Lucius memang sempat mendengar bahwa musuh yang paling ditakuti oleh vampir adalah malaikat pemburu yang konon dikirim oleh Gabriel untuk melindungi manusia. Ya ..., harusnya Lucius sudah menduganya. Jika vampir benar ada di depan mata seperti sekarang, maka keberadaan malaikat pemburu pun pasti nyata.
Vanessa mengangguk. "Kau tahu kenapa ayah menyembunyikanku di sini? Karena Vampir dengan bakat menyembuhkan itu unik. Aku mampu mengobati makhluk lain dengan darahku, tapi aku termasuk vampir terlemah, dan malaikat pemburu akan sangat mudah membunuhku. Aku memang kebal terhadap senjata dan luka. Tapi tidak jika senjata dan luka itu milik malaikat pemburu."
***
Lucius memacu kudanya membelah hutan. Jubah mewah berkilau keemasan berkibar diterpa angin.
Selama perjalanan, Lucius terus memikiran semua yang terjadi di antara dirinya dan Vanessa berikut cara agar Ayahandanya tidak mengetahui jati diri gadis itu. Tidak, sampai dia sendiri yang menghukumnya.
Beberapa saat kemudian, pria tinggi bermata biru itu sudah kembali ke Istananya.
Langkah kaki Lucius berayun pelan dan ragu. Rencananya, lelaki berbahu lebar itu akan meminta sang Ayah untuk memundurkan pernikahan dia dan Vanessa mengingat permintaan sang Raja yang ingin segera menimang cucu.
Lucius harus mendapatkan kesepakatan terlebih dahulu bahwa Vanessa dan dirinya akan tinggal di istana yang berbeda setelah menikah nanti. Dia tidak ingin mengambil resiko Gaves melakukan hal buruk pada kekasih vampirnya, karena sekali lagi hanya ialah yang berhak untuk itu.
Lucius sudah ke kamar pribadi Gaves, tapi beliau tidak ada. Sekarang ia menuju ruang kerja yang terdapat di sisi barat.
"Pangeran Lucius tiba," teriak lantang penjaga sebelum Lucius masuk.
Ruangan ini adalah tempat di mana sang Raja Besar Targoviste Kingdom membahas metode perang dan segala macam rencana. Karpet merah yang terhampar di sana serta beberapa patung berlapis emas seakan menegaskan kemewahan.
Namun, meja Bundar yang berada di tengah itu kosong. Lucius lantas membawa kakinya ke salah satu pintu kayu dengan ukiran rumit di sisi kiri. Tangan kokoh itu sudah bersiap mendorong pintu ketika suara Jendreal Benedict masuk ke telinganya.
"Sudah, Yang Mulia. Bahkan mungkin Ratcher sedang membakar rumah Vanessa sekarang."
Gaves yang duduk di hadapan Benedict mengangguk puas.
"Pastikan mahluk menjijikkan itu juga mati. Sehingga tidak akan mampu mengganggu anakku lagi."
"Racther adalah ahli terbaik. Dia pasti mampu membunuh Vanessa dengan mudah."
Membunuh Vanessa?
*****
To be continue...
Hola.. 🙋🙋 I am back.
Maaf, jika part ini gaje, puebi berantakan, typo dan tidak sesuai harapan. 🙇🙇
Seharusnya part ini bisa lebih panjang, tapi berhubung sikon tidak mendukung jadi saya cuma bisa update segini dulu.
Kalo bab 3.2 nya udah selesai akan segera saya update dan disatuin di sini. 😊😊
Kira-kita Lucius akan mneyelamatkan Vanessa tidak ya?
Thank you for reading
Don't forget to vote and coment ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro