Episode 7 - Unremitting
Kageyama bersama dengan tim Schweiden Adlers saat ini tengah bersiap untuk berangkat ke Tokyo untuk pertandingan pra-musim Liga V yang aka dibuka pada hari Jumat di Tokyo Metropolitan Gymnasium. Mereka sedang menunggu bus yang datang ke asrama mereka, seperti biasa pula Kageyama selalu menatap gawai miliknya, ia masih menanti chat dari Kaede biarpun chat darinya tak kunjung juga dibalas oleh sang pujaan hati.
Wajah Kageyama seperti biasa selalu berkerut, sampai-sampai Hoshiumi yang berdiri di sebelahnya menatap Kageyama heran. "Hoi, Kageyama! Kenapa wajah lu berkerut gitu? Nahan boker lu?"
Netra safir milik Kageyama mendelik tajam ke arah Hoshiumi. "Maksud Hoshiumi-san?"
Hoshiumi menunjuk raut wajah Kageyama yang tengah berkerut. "Itu ... muka lu kayak orang mau nahan boker, Kageyama."
"Enggak, kok! Gue gak lagi nahan boker Hoshiumi-san," ujar Kageyama
"E-eh ... maji?" Hoshiumi mencoba memastikan.
Kageyama menggangguk cepat. "Hn."
Hirugami yang berada di belakang Kageyama dan Hoshiumi itu tiba-tiba saja merangkul bahu Kageyama. "Anak ini berkerut bukan karena menahan boker, Kourai-kun, tapi dia sedang galau karena pujaan hatinya tidak membalas chat-nya."
Kageyama menoleh ke arah Hirugami, wajahnya memerak bak kepiting rebus. "HIRUGAMI-SAN!!"
Sedangkan, Hoshiumi malah terkejut. "HAAAHH!!?? USO!!" Bahkan dagu milik Hoshiumi terlihat mau lepas karena sangking kagetnya mendengar si bungsu Adlers itu bisa galau.
"Jangan berwajah seperti itu, Kourai-kun! Tidak sopan." Hirugami mencoba menasehati Hoshiumi.
"Gomen." Hoshiumi sedikit menyesal, tapi tak lama kemudian Hoshiumi bersemangat lagi untuk kepo. "Siapa wanita yang membuat Kageyama-kun galau?!!"
Perempat siku imaginer Kageyama mulai muncul, ia sepertinya mulai kesal saat Hoshiumi terlalu kepo dengan urusannya. Namun, Hoshiumi terus bertanya sembari menjahilinya.
"Dare? Ano kanojo wa dare ka?"
Saat Hoshiumi tengah mengusili Kageyama, bus yang mengangkut seluruh anggota tim Adlers itu pun datang.
"URUSE YO, HOSHIUMI-SAN!!" Kageyama melepaskan rangkulannya dari Hirugami, lalu ia berjalan dan masuk ke dalam bus, meninggalkan Hoshiumi di belakangnnya.
"OI, CHOTTO!! KAGEYAMA!!" seru Hoshiumi yang ikut mengejar Kageyama masuk ke dalam bus.
Sedangkan beberapa anggota tim Adlers hanya bisa menggelengkan kepala mereka, ketika melihat kelakuan Hoshiumi dan Kageyama yang seperti bocah.
"Aahh ... yare-yare ..."
.
.
.
Sepanjang perjalanan dari Sendai menuju Tokyo, diwarnai dengan kehebohan Hoshiumi di dalam bus. Pria burung camar itu masih sibuk kepo dengan percintaan Kageyama, bahkan dengan sengaja ia duduk di sebelah kageyama agar ia bisa menggali informasi lebih dalam. Hirugami yang duduk di kursi belakang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Hoshiumi.
Hoshiumi dengan sengaja merangkul Kageyama. "Nee ... Kageyama, ano onna dareka? Mite hoshii na." ujar Hoshiumi sambil berbisik mesra di telinga Kageyama.
Kageyama bergidik ngeri dan berusaha menepis rangkulan Hoshiumi. "Hoshiumi-san ... mou ii!!"
"Kourai-kun!" Hirugami mengintrupsi Hoshiumi yang sudah membuat Kageyama tidak nyaman.
Hoshiumi berbalik badan, ia berpangku tangan ke sandaran kursi sambil menatap Hirugami dengan tatapan tak suka. "Habisnya aku penasaran, Hirugami-san! Siapa wanita yang disukai oleh Kageyama!"
"Tapi ... itu bukan urusanmu, Kourai-kun." Hirugami memperingatinya dengan tegas.
Sokolov yang duduk di sebelah Hirugami ikut mengangguk, menyetujui ucapan dari sang kapten. "Lebih baik kau makan cemilan saja sana, Kourai!" timpal Sokolov
"Atau minum susumu saja!" tambah Heiwajima dari bangku depan.
Hoshiumi mengumpat kesal. "Cih!" ia kembali duduk dengan tenang sambil membuka susu kotak rasa coklat yang baru saja ia ambil dari dalam tasnya.
"Nah, gitu baru anak pinter," ujar Hirugami dengan setengah meledek.
"BWAHAHAHA!!!" karena mendengar ucapan dari Hirugami itu sontak membuat seluruh anggota tim Adlers tertawa keras, kecuali Kageyama yang memilih tak peduli dengan sikap Hoshiumi.
Hirugami Fukuro sukses membuat Hoshiumi Kourai menjadi bahan tertawaan karena ulahnya sendiri dan Kageyama pun akhirnya bisa bernafas dengan lega, sekarang ia bisa lepas dari ke-kepo-annya Hoshiumi.
Seperti biasa Kageyama masih menanti chat dari Kaede, biarpun tidak ada chat darinya yang dibalas satu pun oleh Kaede. Kageyama tahu jika Kaede tengah menghindarinya, biarpun ada rasa sesak di dada, Kageyama harus tetap berjuang untuk mendapatkan hati Kaede.
Kaede, kumohon ... lihatlah aku.
Kageyama mencium gawainya dengan khidmat, seolah-olah gawainya itu adalah Kaede. Melihat tindakan Kageyama yang seperti itu membuat Hoshiumi bergidik ngeri.
"Orang gila. Hape kok dicium gitu? Ckckck." gumam Hoshiumi pelan sambil menggelengkan kepalanya.
Beruntung, Kageyama tidak mendengarnya sehingga tidak ada pertengkaran jilid kedua dengan teman sebangkunya itu, lalu Kageyama pun memilih untuk tidur demi mengisi waktu luangnya selama di perjalanan.
.
.
.
Di sisi lain dan di waktu yang berbeda, seorang gadis bernama Minami Azusa tengah bergalau ria di depan komputernya. Berkat satu kalimat chat dari Kageyama, membuatnya untuk memutuskan membeli tiket pertandingan pra-musim Liga V Divisi 1 Men yang diadakan Hari Jumat minggu depan.
Netra hazel-nya itu dengan cekatan menatap layar komputernya, ia bahkan tak sabar untuk menunggu war tiket yang selalu ia lakukan setiap ada pertandingan Liga V Divisi 1 Men yang menampilkan laga Schweiden Adlers di lapangan. Dengan tabungan yang ia miliki dari kerja paruh waktu itu harusnya sudah cukup untuk membeli tiket pra musim dan ongkos untuk pergi ke Tokyo. Namun, saat ini masalahnya hanya satu, yaitu siapa cepat, ia dapat.
"Ayolah kami-sama ... semoga aku mendapatkannya." Azusa memohon sambil menggenggam mouse-nya.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga, penjualan tiket pra musim Liga V Divisi 1 Men telah dibuka. Azusa buru-buru mengakses website yang membuka penjualan tiket itu, tentu saja ini bukan perkara mudah. Di mana website yang diakses oleh banyak pengguna itu mengalami lag bahkan hingga down beberapa saat, Azusa langsung berteriak kesal saat mengetahui website yang dia akses error.
"ARRGHHH~ SHIMATTA!!" teriaknya kesal sambil mengacak-acak surai orange miliknya asal.
Azusa kembali mencoba mengakses website tersebut. Namun, lagi-lagi website itu kembali error bahkan berulang kali dicoba tetap error. "KUSO!!"
Azusa kemudian mengambil gawainya yang ada di sebelah keyboard miliknya, ia langsung mencoba mengakses website itu dari gawainya. Namun, lagi-lagi Azusa harus menelan kekecewaan, ia gagal mengakses website itu.
"Kami-sama onegai ... biarkan aku menonton pertandingan Tobio-kun kali ini." Azusa berharap sekali untuk mendapatkan tiket pra-musim ini.
Azusa sangat panik saat ia dikejar waktu oleh penjualan tiket, ia takut jika ia tidak mendapatkan tiket itu. Setelah berkali-kali mencoba mengakses website itu, akhirnya Azusa berhasil mengakses website penjualan tiket tersebut.
"Yatta ...!! Akhirnya bisa diakses kembali." Azusa buru-buru memesan tiket tersebut.
Namun sayang sekali, Azusa ternyata gagal mendapatkan tiket tersebut. Saat ia berhasil mengaksesnya, ia harus menelan pil pahit jika ia tak bisa mengklik payment karena tiket yang terjual telah habis.
Netra hazel Azusa berkaca-kaca, ia ingin marah kenapa sulit sekali mendapatkan tiketnya, sepertinya kami-sama tidak mengizinkannya untuk menemui pujaan hatinya.
"Huuwaaaa~ kenapa malah gak bisa diklik payment!!" Azusa menangis, ia mencoba menerima kenyataan yang menyedihkan itu.
Azusa mencoba mengirimkan chat kepada Aiha, siapa tahu Aiha malah mendapatkan tiketnya. Toh, biasanya setiap ada acara pertandingan Schweiden Adlers, Aiha pasti membantu Azusa untuk melakukan war tiket agar Azusa bisa menonton pujaan hatinya.
Dengan cepat Azusa mengetik chat kepada Aiha.
Lagi-lagi Azusa harus menahan pil pahit, ternyata Aiha tidak mendapatkan tiket pra-musim itu karena hal yang sama dengannya. Azusa menaruh ponselnya di atas meja, ia menenggalamkan tubuhnya ke meja komputer miliknya.
"Yappari ... aku memang tidak ditakdirkan bersama Tobio-kun." Azusa tenggelam dalam kegalauannya.
.
.
.
Langit malam telah terlihat, cuaca dingin menusuk ke dalam tulang. Rombongan tim Adlers akhirnya telah tiba di Tokyo, penginapan yang mereka tempati letaknya tak jauh dari Tokyo Metropolitan Gymnasium. Rombongan tim Adlers turun dari bus mereka, Kageyama mengeratkan jaket miliknya untuk menghindari cuaca dingin, begitu pula dengan Hoshiumi yanh memasukan tangannya ke dalam jaket.
"Wiiihh! Kita nginep di sini, Suzaku Kantoku?" tanya Hoshiumi senang dengan mata yang penuh binar.
"Hai. Kita menginap di sini atas permintaan sponsor." jawab Pelatih Suzaku
Hirugami yang baru turun dari bus ikut melihat mewahnya salah satu hotel berbintang di Tokyo. "Ayo ... semuanya, kita masuk!"
"Osu." seluruh rombongan tim Adlers pun memasuki hotel tersebut.
Seperti biasa, setiap anggota tim mendapatkan pembagian urutan kamar tidur, kali ini Kageyama bisa cukup bernafas lega karena ia tak sekamar dengan si pria burung camar. Namun, kali ini ia sekamar dengan si calon kakak ipar, Ushijima Wakatoshi. Tentu saja, ini membuat Kageyama merasa gugup, apalagi dengan beberapa kejadian yang menyeret nama adiknya dalam skandal.
Kamar hotel yang ditempati oleh Kageyama dan Ushijima terdiri dari dua tempat tidur, tv layar datar, serta kamar mandi.
"Ushijima-san, mau tidur di kasur sebelah kanan atau kiri?" tanya Kageyema
"Dou de mo ii yo." jawab Ushijima tidak peduli.
Kageyama mengangguk pelan. "Baiklah, aku di sebelah kanan yang dekat jendela, ya, Ushijima-san?"
"Ha-hai." Ushijima berjalan menuju kasurnya, ia menaruh tasnya di bawah kasur. "Oh iya, Kageyama."
"Hn?" Kageyama yang baru menaruh tasnya di lemari itu melirik Ushijima sejenak.
"Soal perjodohanmu dengan Kaede, kau masih ingin melanjutkannya?"
Kageyama berjalan ke kasur dan merebahkan tubuhnya, ia membuang nafasnya berat. "Saa ... nee ... wakaranai."
Ushijima duduk di atas kasur dan menghadap ke arah Kageyama. "Sejujurnya, aku lebih menyukaimu menjadi kekasihnya Kaede daripada Miya Atsumu. Rumor pria itu sangat buruk dan ditambah dia telah menyakiti adikku." Ushijima mengepalkan tangannya untuk menaham emosinya. "Aku ingin sekali memukul wajahnya dengan spike-ku."
Kageyama menatap langit-langit kamar hotel. "Aku menyukai Kaede, Ushijima-san."
Ushijima terdiam mendengar ucapan dari Kageyama secara langsung.
"Tapi ... Kaede sepertinya tidak menyukaiku," Kageyama memegang dada kirinya. "Aku bukanlah laki-laki yang ia inginkan biarpun aku ingin menjadi lelakinya."
"Berjuanglah. Aku mendukungmu, Kageyama," ujar Ushijima
Kageyama tersenyum kecil, ia seperti mendapat dukungan dari calon kakak iparnya. "Aku pasti akan mengalahkan Miya-san di pertandingan nanti. Akan kubuktikan bahwa aku adalah yang terbaik."
Ushijima mengangguk. "Tentu saja. Kita harus mengalahkan Black Jackal."
.
.
.
Waktu terus berjalan, hari-hari pun telah silih berganti. Namun, Azusa masih tidak semangat menjalani hidupnya. Ia merasa kehilangan arah karena tidak mendapatkan tiket pra-musim pertandingan Liga V, bahkan fokusnya pun teralih.
"Minami-san ...? Minami Azusa-san?!" panggil dosen yang tengah mengampu mata kuliah pragmatik.
Azusa masih terdiam, bahkan ia tak sadar jika namanya dipanggil oleh dosen.
Dosen itu menghampiri meja Azusa dan menatapnya tajam. "MINAMI AZUSA-SAN!?"
"HA-HAI ...?" Azusa langsung tersadar dengan sosok dosen killer yang ada di hadapannya. Mampus aku!! jeritnya di dalam hati, merutuki kebodohannya yang melamun di kelas dosen paling killer di fakultas bahasa.
"Saudara Minami mendengar penjelasan saya tadi?" tanya dosen tersebut dengan nada intimidasi.
Azusa mengerutkan dahinya, ia bingung dengan ucapan dari dosennya. "A-ano ... Sensei, sumimasen ..." ujar Azusa ragu-ragu.
Dosen itu hanya menghela nafas mendengar jawaban dari Azusa. "Minami-san, keluar dari kelasku sekarang!" usirnya
Minami sempat terkejut. "Sensei ...?"
"Perlu saya ulangi ucapan saya, Minami-san?!" Dosen killer itu mengintimidasi Azusa.
Azusa menggeleng cepat, ia buru-buru merapikan tasnya dan meninggalkan kelas itu. Azusa amat menyesali perbuatannya.
"AAARRGGHHH~ BAKA!!" seru Azusa kesal.
Gadis bersurai orange itu berteriak kesal di taman fakultas, beruntung orang-orang yang berada di sekitar tidak mempedulikan Azusa, tetapi berbeda dengan laki-laki yang berdiri di depannya.
"Azusa-chan ...?"
"E-eh ..?" Azusa menatap laki-laki yang menggunakan coat hitam itu berdiri di depannya. "Kunimin ..." gumamnya pelan.
Akhirnya Azusa bertemu kembali dengan Kunimi Akira, setelah ia bersusah payah menghindari pria di hadapannya ini.
"Kenapa kau berteriak seperti itu?" Kunimi mencoba untuk tidak mempedulikan sikap Azusa yang lalu, ia hanya fokus dengan keadaan Azusa saat ini.
Azusa menggaruk tenguk lehernya yang tidak gatal. "Hehehe ..." Azusa tertawa garing. "Tadi aku baru diusir dari kelas oleh Miyuki Sensei."
Kunimi hanya bisa sweatdrop saat mendengar jawaban dari Azusa. "Yare ... yare ..."
"Kunimin sendiri bagaimana? Dirimu ada kelaskah?" tanya Azusa canggung.
Kunimi memegang tali totebag miliknya yang bertuliskan 'Suck' itu. "Baru saja selesai kelas."
"Ah sou." Azusa canggung berada di depan Kunimi.
"Azusa-chan, mau mengobrol di cafe sebentar?" tawar Kunimi
Azusa menelan ludah, mencoba memikirkan ajakan Kunimi.
Apakah aku harus menyelesaikan dengan Kunimin? Sejujurnya aku bingung dengan sikap Kunimin yang tiba-tiba seperti itu, tapi jika aku menolaknya ... masalah ini tidak akan selesai.
Azusa menghela nafasnya sejenak. "Baiklah ..."
Kunimi tersenyum kecil saat Azusa mengiyakan ajakannya.
Keduanya pun berjalan beriringan, tidak ada obrolan apa pun yang tercipta, hanya ada keheningan yang menemani keduanya. Atmosfir yang amat menyesakkan bagi Kunimi, karena biasanya Azusa selalu ceria di hadapannya. Gadis bersurai orange itu selalu penuh semangat di hadapannya, tidak seperti saat ini.
Perjalanan dari taman fakultas ke cafe tidaklah membutuhkan waktu lama, hanya cukup 10 menit untuk tiba di sana. Cafe yang mereka masuki adalah salah satu cafe yang ada di lingkungan fakultas kampus, biasanya di jam-jam tertentu akan ramai pengunjung mahasiswa-mahasiswi yang datang. Namun, kali ini Kunimi dan Azusa sangat beruntung, karena saat ini cafe tengah sepi. Hanya ada beberapa pengunjung yang duduk untuk minum kopi sambil mengerjakan tugas ataupun mengobrol bersama teman.
Keduanya terhenti di meja bar untuk memesan sesuatu.
"Selamat datang. Silahkan Kak mau pesan apa?" ujar seorang barista yang tengah melayani Kunimi dan Azusa.
"Sebentar, ya, kami mau melihat menunya dulu." ujar Kunimi cepat.
"Hai, douzo." balas barista itu sambil menunggu keduanya memesan.
Azusa masih menatap menu display yang tertera di dinding kabinet, sedangkan Kunimi tengah memperhatikan Azusa.
"Azusa-chan ingin pesan apa?"
Azusa masih tampak berpikir. "Hmm ... apa ya??" Azusa menoleh ke arah Kunimi. "Menurutmu, lebih baik aku minum apa? Aku bingung soalnya."
"Matcha latte saja. Azusa-chan selalu memesan itu ketika minum di sini bersama Himejima," ujar Kunimi
Azusa mengangguk. "Baiklah, kalau begitu aku pesan hot matcha latte saja. Lalu Kunimin?"
"Aku pesan hot capuccino saja. Azusa-chan tidak mau makan dessert?"
Azusa menggeleng cepat. "Hot matcha latte saja."
"Souka." Lalu Kunimi pun memesan minuman mereka tanpa dessert apa pun.
Keduanya pun menunggu pesanan mereka selesai dibuat di sisi pojok meja bar yang bertuliskan 'Pick up here', mereka masih canggung dan terdiam saat menunggu pesanan mereka datang. Bahkan Azusa malah fokus melihat barista yang tengah membuat pesanan mereka.
"Hai, douzo." barista itu menyerahkan kedua minuman pesanan milik Azusa dan Kunimi.
Keduanya pun mengambil masing-masing minuman mereka. "Arigatou gozaimasu."
Kunimi menatap Azusa sejenak. "Mau duduk di mana?"
Netra hazel milik Azusa mengitari penjuru ruangan yang ada di cafe itu, ia menunjuk kursi paling pojok dan paling nyaman untuk berbicara dengan Kunimi berdua. "Bagaimana kalau di sana?"
Kunimi mengangguk cepat. "Ii yo."
Lalu keduanya berjalan menuju tempat yang mereka inginkan. Cafe tempat mereka berkunjung terbagi dalam dua area, yaitu area indoor dan outdoor. Saat ini mereka memilih untuk duduk di tempat indoor, mereka duduk di tempat paling jauh dari kerumunan, cukup nyaman jika ingin berbicara secara intens, karena bisa dipastikan orang lain sulit menguping pembicaraan mereka.
Suasana kembali canggung saat keduanya duduk bersama, biarpun saat ini mereka duduk saling berhadapan, tetapi tidak ada pembicaraan satu kalimat pun dari mulut Kunimi ataupun Azusa, hanya terdengar suara sedotan yang diseruput oleh keduanya.
"Aku harus memulai dari mana?" batin Azusa
"Apa yang harus kuucapkan dengan Azusa-chan, Akira?" batin Kunimi
Masing-masing dari mereka bergelut dengan pemikiran masing-masing.
"Azusa-chan/Kunimin ..." keduanya secara bersamaan mencoba memulai percakapan.
"Aah ... gomen. Kunimin yang lebih dulu saja," ujar Azusa canggung.
"Azusa-chan duluan saja." Kunimi mempersilahkan lebih dulu Azusa untuk berbicara.
"Kunimin saja duluan." Azusa juga tidak mau mengalah.
"Azusa-cha-" melihat wajah Azusa yang memelas, membuat Kunimi akhirnya mengalah. "Ah ... baiklah, aku yang mengatakannya lebih dulu." Kunimi akhirnya memutuskan.
Azusa tersenyum kecil.
"Azusa-chan ..."
"Hn?"
Atmosfir kembali berat, Kunimi mencoba mengatur nafasnya sejenak sebelum menjelaskan semuanya. "Untuk kejadian beberapa waktu lalu ..."
Azusa masih terdiam, sedangkan Kunimi mencoba mengatur nafasnya. "Aku serius dengan ucapanku. Aku menyukaimu, bahkan sejak kita duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dulu, aku kira perasaanku hanya cinta monyet sesaat, bahkan aku mengira ini adalah rasa sayang sebagai teman atau adik, tapi Himejima bilang jika perasaanku ini adalah perasaan cinta. Akhirnya aku memutuskan untuk memendamnya, karena aku rasa tidak perlu juga untuk mengatakan kepadamu, Azusa-chan. Aku tahu jika pria yang kamu sukai adalah si raja lapangan, aku kalah telak jika melawannya, dari segi apa pun, aku sudah kalah di matamu. Makanya, saat aku tahu kamu menangis karena Ou-sama pada hari itu, aku memutuskan untuk mendapatkanmu."
Kunimi memegang kedua tangan Azusa yang berada di atas meja, ia menatap Azusa dengan tatapan lembut. "Suki da yo, Azusa-chan. Boku to tsukiatte kudasai."
Azusa meraih tangannya, ia memutuskan untuk menarik tangannya dari Kunimi. "Kunimin ... gomen."
Mendengar pernyataan Azusa seperti itu membuat hati Kunimi terluka, dadanya sesak ketika tahu ia lagi-lagi ditolak untuk kedua kalinya oleh Azusa.
Azusa mencoba mengatur nafasnya dan menatap Kunimi. "Aku tidak bisa. Bagiku, Kunimin sudah seperti saudaraku, sama seperti Kindaichi-kun. Sejak masih remaja kita selalu bersama, tertawa dan menangis bersama. Kunimin sangat berharga bagiku, sehingga aku tidak bisa melihatmu sebagai seorang pria. Ditambah, Kunimin adalah mantan pacar dari sahabatku, Hime. Aku tak mau mengkhianati Hime karena aku menerima perasaanmu dengan setengah hati. Maka dari itu, maafkan aku ... aku tidak bisa bersama Kunimin, aku tidak bisa menjadi kekasihmu."
Kunimi mendapatkan jawaban dengan jelas dari Azusa, alasan Azusa tidak menerimanya karena Himejima Aiha, mantan kekasihnya saat masih SMA dulu. Walaupun rasanya sesak di dada, tetapi Kunimi mencoba menghormati keputusan dari Azusa.
"Souka ..." Kunimi mencoba tersenyum, biarpun hatinya terasa rapuh. "Terima kasih atas penjelasanmu, Azusa-chan."
Azusa menggangguk pelan. "Hn." gadis bersurai orange itu bangkit berdiri. "Kalau begitu, aku pergi dulu, ya. Kunimin?"
Kunimi mengangguk pelan. "Hn."
Azusa berjalan melewati Kunimi, sebelum ia benar-benar meninggalkan Kunimi di sana, gadis itu tersenyum sambil memegang cup berisi matcha latte di tangan kanan. "Kunimin ..."
Kunimi menoleh ke arah Azusa. "Terima kasih atas traktiran matcha latte-nya. Kebaikan Kunimin selama ini tidak akan pernah kulupakan." ujar Azusa
Kunimin tersenyum pahit, "Hn."
Lalu, Azusa pun meninggalkan Kunimi yang masih duduk di sana seorang diri.
"Lagi-lagi kau patah hati, ya, Akira?" Kunimi terkejut mendengar suara yang tak asing baginya.
Pria bernama Kunimi itu menoleh ke arah sumber suara. "HIMEJIMA?! CHOTTO!! KAU TIDAK MENDENGARKAN PEMBICARAAN KAMI 'KAN?!"
Aiha dengan lancang menaruh pantatnya di kursi yang belum lama ditinggalkan oleh Azusa. "Menurutmu?"
"KUSO!" umpat Kunimi kesal.
Sedangkan Aiha hanya terkekeh pelan melihat kondisi mantan pacarnya yang tengah panik dan galau itu.
.
.
.
Azusa akhirnya bisa bernafas lega, setelah ia berhasil mengungkapan seluruh perasaannya kepada Kunimi. Setidaknya jika ia bertemu Kunimi di lain waktu, ia tak akan menghindarinya seperti dulu. Yah, Azusa tahu jika semuanya akan butuh waktu untuk kembali seperti semula, karena ia tahu, ia pun masih sulit menerima kenyataan yang ada bahwa ia tak memiliki kesempatan untuk meraih sang pangeran.
Azusa menatap home screen-nya sejenak. "Nee, Tobio-kun. Apakah aku tidak terlihat menarik di matamu?" gumam Azusa pelan.
Azusa kembali memasukan gawainya ke dalam kantung tasnya, ia harus kembali bersemangat untuk bisa bertahan dari rasa cinta yang tak berujung ini.
Azusa menatap langit Kota Sendai yang agak gelap karena musim dingin. Ia mengadahkan tangannya, "Sepertinya akan turun salju."
"Sebentar lagi, Tobio-kun akan ulang tahun, sebaiknya aku menyiapkan hadiah dari sekarang. Mumpung kelasku juga sudah berakhir, mending aku pergi ke toko untuk mencari hadiah untuk Tobio-kun. Aku yakin Tobio-kun pasti senang jika kuberi hadiah saat ulang tahunnya." Azusa memutuskan untuk pergi mencari kado yang akan diberikan kepada sang pujaan hati.
.
.
.
Episode 7 - Unremitting
TBC ...
====================
Hola~ Ichi kembali lagi, sudah lama ya kita tidak berjumpa ^^
Apa kalian kangen dengan aku??
Jangan kapok ya menanti kisah bertepuk sebelah pantatnya Azusa dan Kageyama 🤭🤭🤭
Terima kasih telah membacanya, jangan lupa untuk terus dukung aku melalui vote/komen ataupun ke trakteer.id/Ichirisa agar aku bisa terus berkarya ^^
Sampai bertemu di episode selanjutnya,
With Love
Ichirisa
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro