BAB 12: Inddy
Setelah perdebatan panjang dalam perjalanan, kini berganti hening di studio. Kebingungan terpancar jelas di wajah kami sebab, kasus pertama belum selesai dipecahkan kini datang kasus baru.
"Apa pendapat kamu, nddy? Atau apa yang akan kita lakukan sekarang? Saat ini kita tidak bisa menyimpulkan begitu saja bahwa dua kasus yang kita dapatkan sekarang adalah dari pelaku yang sama atau pembunuhan berantai," ucap Sasa.
"Pertama, kita kumpulkan bukti terlebih dahulu. Menyelidiki alibi pelaku membunuh korban. Untuk kasus pertama, alibi sudah jelas" aku menulis nama Daffa dipapan putih tersebut dan menempelkan fotonya yang telah aku print beberapa waktu lalu di atas namanya. Aku menarik garis dan membentuk tanda panah "Alibinya adalah dendam pribadi. Kita mulai menyelidiki orang-orang disekitarnya yang memungkinkan punya masalah pribadi dengan Daffa. Hal ini sudah kita bahas kemarin," jelasku lalu menulis satu kalimat panjang di bawah tanah panah yang kubuat.
"Saat di TKP apakah ada kemungkinan korban di bunuh oleh pelaku disitu?" Tanya Andrew.
"Tidak ada. Sama seperti kasus sebelumnya, tubuh korban hanya dibuang di lokasi ditemukannya. Tubuh korban dimasukkan ke dalam plastik sampah dan dibuang. Karena memiliki pola yang sama, aku pikir itu pembunuhan berantai," jawabku.
"Jika pembunuhan berantai, maka korban akan mendapatkan notes yang sama seperti korban sebelumnya," ucap Sani.
"Maka dari itu, kita mengumpulkan bukti terlebih dahulu untuk kasus kedua ini."
"Kurasa itu sedikit plin-plan. Kenapa kita tidak menjalankan rencana awal yang telah kita bahas kemarin, setelah itu kita mencari bukti?" Protes Sasa.
"Saat ini aku mencoba memperkecil area penyelidikan kita. Seandainya kita mendapatkan bukti lain yang lebih akurat, dimana bukti tersebut menunjukan bahwa kasus pertama dan kedua adalah dari pelaku yang sama maka, kita bisa mencari orang yang sama yang memiliki masalah dengan keduanya," jelasku.
"Seandainya jika bukan dari pelaku yang sama, anggap saja kita menyicil Pr kita," lanjut Andrew menjelaskan.
"Namun, itu tetap plin-plan menurut ku. Kita seperti meninggalkan kasus pertama dan fokus ke kasus kedua. Saran ku kita bagi tugas saja, andrew dan Sasa mencari tahu tentang keseharian korban pertama sedangkan aku dan Inddy mencari bukti," Saran Sani.
"Ak..."
"Aku setuju. Andrew kamu juga harus setuju. Aku tidak harus terus-menerus dibawah pengawasan kamu," tegasku dan Andrew hanya mengangguk pasrah.
"Aku setuju dengan saran Sani. Andrew kamu mencari tahu tentang berita korban pertama dan juga haters korban pertama. Sedangkan aku, aku akan menyelidiki orang-orang terdekat korban pertama dari dekat," ucap Sasa.
"Kita bergerak sekarang. Kita tidak boleh kalah cepat dari Steffa."
Kami semua beranjak dari tempat masing-masing dan bersama-sama melangkah keluar dari studio.
"Halo semuanya," aku memperhatikan mama dengan baju kerjanya yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"Tumben ma pulangnya cepat hari ini." Mama biasanya akan pulang malam setelah aku menyelesaikan makan malamku. Begitu pun dengan ayah yang juga pulang telat atau bahkan tidak pulang sama sekali ketika lagi bertugas keluar daerah.
"Mama sedikit tidak enak badan dan meminta izin untuk pulang lebih dulu," ucap mama menghampiri ku dan merangkul ku penuh kasih sayang.
Papa dan mama adalah tipikal orang tua yang sangat menyayangi anaknya, apa lagi anak semata wayang mereka. Seandainya mereka tidak sibuk dengan pekerjaan mereka mungkin aku akan menjadi anak paling bahagia seluruh dunia.
"Mama tidak apa-apa? Perlu aku temani?" Tanyaku.
"Tidak apa-apa sayang. Mama seorang dokter, mama bisa merawat diri mama sendiri. Kalian lanjutkan saja kegiatan kalian, mama tidak mau ganggu." Mama mengelus rambut ku lembut.
"Yakin, Ma?" Aku memastikan lagi.
"Yakin, sayang." Mama mengecup dahi ku lalu melambaikan tangan ke arah kami. "Andrew titip Inddy. Tolong jaga dia ya," pintah mama.
"Pasti, Tante." Ucap Andrew penuh keyakinan.
Setelah mendapatkan jawaban dari Andrew mama lalu masuk ke dalam kamarnya yang terletak tidak jauh dari tangga menuju lantai dua studio ku.
To Be Continue...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro