BAB 11: Inddy
Setelah kejadian tadi kini hanya ada hening diantara kami. Kemarin aku didiami oleh Andrew dan sekarang Sani dan Sasa ikut mendiami ku hanya karena aku tidak mengikuti permintaan mereka. Aku tahu kasus Flamboyan yang kami tangani kemarin memberikan trauma mendalam karena aku hampir jadi korbannya, tapi mau sampai kapan kami terus tenggelam dalam trauma tersebut.
Sejujurnya, aku juga mengalami trauma yang lebih parah dari mereka bertiga. Akulah korban yang yang hampir dibunuh, tentu saja aku tidak baik-baik saja. Namun, aku sadar akan pilihan ku saat ini. Memang aku bukan seorang detektif atau seorang polisi yang akan berhadapan dengan banyak pelaku kejahatan. Namun, menjadi seorang YouTubers dengan konten ku saat ini menuntut ku untuk bisa menjadi keduanya. Menjadi detektif yang memecahkan kasus dan menjadi polisi yang mengungkapkan kebenaran.
Dan juga aku menyukai sensasi ketika aku mampu memecahkan kasus atau membahas kasus penuh misteri yang membuat adrenalin ku terpacu. Aku menyukai ketika rasa penasaran memuncaki diriku atau rasa takut menyelimuti ku ketika aku membahas kasus horor.
Hidup adalah hidup. Jika kamu sudah memilih untuk hidup seperti itu maka hormati keputusan mu dan jalani. Jangan menoleh kebelakang sebab waktu takakan berputar mundur walaupun kamu menginginkannya. Itulah kenapa orang-orang selalu berkata, pikirkan semuanya dengan matang sebelum menentukan pilihan sebab, penyesalan diakhir hanya akan menghancurkan hidup mu.
Peraturannya hanya, maju untuk melanjutkan hidup atau diam ditempat untuk dihancurkan oleh waktu.
"Kalian egois," ucapku menatap lurus ke depan.
"Kita? Kamu yang egois," bantah Sasa.
"Kenapa aku? aku yang hampir dibunuh. Aku yang mengalami luka batin itu. Aku yang trauma. Kenapa aku yang dituduh egois?" Aku menatap ketiganya satu persatu.
"Kamu masih belum mengerti ya, nddy. Kita peduli sama kamu. Kita tidak mau kejadian itu terulang lagi. Memang kamu yang mengalaminya tapi kami juga ikut merasakannya. Kami tahu perjuangan kamu melawan PTSD yang kamu alami." Ucapan Sasa benar. Mereka selalu didamping ku saat itu. Mereka ikut merasakan apa yang aku rasakan dan mereka sangat peduli pada ku. Namun, kapan kami akan maju? Aku tidak ingin kalah dari Steffa.
"Aku tahu. Aku mengerti. Tapi, kapan kita akan maju jika terus-terusan stuck dengan masa lalu? Trauma itu hal yang wajar. Kalian pikir aku bisa sembuh seperti saat ini tanpa berusaha melawan trauma ku. Aku rasa saat ini yang perlu disembuhkan traumanya adalah kalian," Tegasku.
"Inddy?"
Aku menoleh menatap Andrew heran sebab, ini pertama kalinya Ia memanggilku dengan namaku yang sebenarnya bukan nama belakang ku. Andrew mengulurkan tangannya dan menggenggam tanganku yang sejak tadi aku genggam dengan erat.
"Masih ada rasa takut dalam dirimu. Aku melihat itu ketika kita sampai di TKP kemarin. Walaupun kamu tidak menunjukkannya secara terang-terangan tapi mata kamu, kebiasaan kamu ketika ketakutan, aku tahu semua itu. Kamu tahu kenapa aku tadi aku meluk kamu?"
Aku menggeleng.
"Karena aku khawatir tanpa adanya aku, Sasa, dan Sani, trauma kamu akan lebih parah. Tanpa adanya aku, Sasa, dan Sani kamu akan dalam bahaya lagi seperti waktu itu. Kami takut kamu membutuhkan pertolongan tapi tak ada yang bisa menolong mu karena aku tak lagi mengawasi setiap gerak-gerik mu."
Aku terdiam memahami ketulusan orang-orang disekitar ku. Selama ini aku hanya sendirian. Perpaduan antara tentara dan dokter menyebabkan anaknya menjadi sangat kesepian. Tentara harus tetap di medan perang karena bertugas melindungi negara dan dokter harus menjadi grada terdepan untuk menyelamatkan nyawa orang. Sementara si anak harus mencari perhatian orang-orang luar agar merasa dipedulikan. Itulah fakta hidupku. Ayah seorang tentara dan ibu seorang dokter. Perpaduan yang sempurna untuk orang lain tapi sangat fatal bagi anaknya.
Namun, sekarang aku tidak menyalahkan orang tua ku lagi. Aku mencoba mengerti pekerjaan mereka dan menghargai waktu luang yang mereka berikan untuk ku walaupun hanya semenit. Aku tidak merasa kesepian lagi sebab ada orang lain yang selalu peduli kepada ku dan membuat duniaku menjadi lebih cerah. Orang itu adalah mereka yang saat ini menentang keputusan ku untuk menyelidiki kasus pembunuhan berantai ini.
"Aku memahami perasaan tulus kalian. Tapi, tidak bisakah kalian membiarkan ku melakukan apa yang aku suka walaupun itu membahayakan diri ku?" Mereka terdiam.
"Dulu aku sama sekali tidak memiliki perasaan yang aku rasakan saat ini. Yang aku rasakan hanyalah rasa sepi dan bosan menunggu kedua orang tua ku untuk meluangkan waktu bersama ku. Itu dulu sebelum aku menemukan perasaan luar biasa ketika membahas sebuah kasus atau memecahkan sebuah kasus. Perasaan itu mengalir didalam tubuhku membuat ku merasa seperti dihidupkan kembali. Walaupun aku merasakan sakit tapi ketika melihat hasilnya aku merasa sangat luar biasa. Aku tahu kalian juga merasakannya." Ketiganya masih diam mencoba memahamiku.
"Kebahagiaan terbesar kedua dalam hidupku adalah menyelidiki kasus. Teka-teki yang bermunculan diotak, perasaan penasaran akan jawabannya, dan sensasi menemukan jawabannya adalah seuatu kebahagiaan yang sangat luar biasa," lanjutku.
"Lalu yang pertama?" Tanya Sani.
"Yang pertama adalah mendapatkan kalian dalam hidupku."
"Aku tidak mengerti penjelasan kamu tapi aku akan pertimbangkan keputusan kamu," ucap Sasa lalu keluar dari mobil ketika kami sudah sampai di studio.
"Aku juga," ucap Sani mengikuti Sasa
"Aku akan menyetujuinya jika kamu memenuhi persyaratan dari aku," ucap Andrew lalu keluar dari mobil.
Aku menghela napas dalam."setidaknya mereka akan memikirkan itu."
To Be Continue...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro