CHAPTER 51: Spark Of Flaming War
Kenny's View
"Kalian darimana?"
Pak Suryo menatap tajam kearah kami dari balik kacamata besarnya.
"Err, Saya sama Kenny tadi dari perpustakaan Pak, ada yang harus kami ambil tadi di perpustakaan."
Pak Suryo kayaknya ga percaya, dia membetulkan posisi kacamatanya kemudian melihat ke arah kami dengan mata terpicing, dan mulut sedikit manyun.
Ck, Bener bener mirip gurameh dia saat ini!
Sejenak kemudian dia menghela nafas kemudian mengangkat bahunya.
"Yasuda, masuk ayo! Langsung catat soal ini ya, kalian kumpulkan abis selesai pelajaran!"
Pak Suryo menunjuk ke arah papan tulis.
Aku langsung melongo saat menatap ke arah papan tulis
Gilaa! Soal sebanyak itu dalam setengah jam kami pergi?
Guru satu ini monster!
Sekarang gimana kami mesti ngerjainnya...
T_T
Aku dan Kevin segera bergegas ke kursi kami, kemudian segera mencatat semua soal yang ada di papan tulis.
Astagaa...
Nulis soalnya udah ngabisin satu jam pelajaran! Apalagi kalau aku mesti ngerjain ini?
Oh!
Aku melirik nakal ke arah Edwin
Si kutubuku (karena dia suka baca buku, bukan karena dia makan buku yakk XD)
Selama ini Edwin selalu membantuku kalau aku kesulitan mengerjakan prku. Edwin memang salah satu siswa yang pandai di kelasku, karena dialah aku juga bisa melalui tugas tugas yang diberikan dengan muluss
Ahh, Love u Edwiin
X3
Aku menoleh ke arah Edwin dengan tatapan memelas, berharap Edwin mau membantuku mengerjakan tugas ini.
"Edwiiinn~~~~"
"Apa?"
Edwin menjawab pertanyaanku dengan dingin, dan menatapku dengan tatapan sewot.
=3=
Iuhh
Pasti dia masih ngambek karena tadi aku pindah duduk ke samping Kevin!
"Edwiiinn, Ajarin dooong~~~!!"
Aku memasang wajah memelas semanis mungkin ke arahnya, sambil memegang kedua tangannya yang sedang mengerjakan tugas yang diberikan Pak Suryo.
"Ngapain? Males ah..."
Edwin mencibir pelan, kemudian menjulurkan lidahnya ke arahku.
=_=*
"Edwin aaaahhhh! Pinjam dooong"
"Gamau!"
"Huuuh!"
Aku mendengus kesal kemudian kembali memutar tubuhku ke arah depan.
Sejenak aku melirik ke sebelahku, untuk melihat apa yang sedang dilakukan Kevin.
@_@
Kok...
Kevin menatapku dengan tatapan tajam, dari mukanya sih kayaknya dia lagi BT banget.
Kenapa yahh?!
"Sinih! Aku juga bisa ngerjainnya!"
Kenny dengan sewot kemudian menatap ke belakang, menatap tajam ke Edwin yang tampak terkejut karena ditatap dengan pandangan panas dari Kevin.
"Aku juga bisa ngerjainnya! Jangan cari cari perhatian deh!"
Kevin kemudian segera mendengus kesal dan segera berkutat dengan buku bukunya.
Dia mengeluarkan semua buku fisika yang dia punya, bahkan dia juga mengeluarkan buku kimia miliknya dan membolak baliknya
"Itu, buku Kimia buat apa Kev?"
"Biarin! Siapa tau jawabannya ada disini!"
Jawabnya ketus kemudian dengan serius segera berkutat dengan soal yang dihadapinya
(=3=)
Anak ini emang aneh, mana mungkin ada jawaban soal Fisika di buku Kimia.
Kevin mendengus kesal berkali kali, kemudian dia segera mengerjakan semua soal yang diberikan oleh Pak Suryo.
"Kevin, sini aku bantuin..."
Aku barusaja akan menarik sebuah buku dari bawah tumpukan buku Fisika yang sekarang menggunung di hadapannya.
"Udah! Aku yang kerjain nanti kamu tinggal liat oke! Kamu jangan kerjain oke!"
>,<
Kenapa sih anak ini tiba tiba ngomel ngomel gajelas gitu?
"Wah, Kevin? Ada angin apa kamu tiba tiba ngerjakan tugas seserius ini hmm?"
Pak Suryo menepuk nepuk perut buncitnya sambil tersenyum menatap ke arah Kevin, tapi tampaknya Kevin terlalu sibuk untuk mendengar perkataannya, dan tidak sedikitpun menoleh ke arahnya.
"Wah, mungkin malam ini bakal hujan api nih!"
Pak Suryo kemudian tertawa pelan dan segera meninggalkan kami.
Iya sih, jarang jarang banget Kevin bisa mendadak rajin kayak gini! Ada angin apa sih.
Baru ketelen pipa paralon apa ya?
=_="
Aku mau ngapain nih kalo gini
Kevin nyuekin aku, Edwin juga nyuekin aku...
"Hufh..."
Akhirnya aku memutar tubuhku ke belakang.
"Waa!"
Aku hampir berteriak nyaring karena saat aku menoleh ke belakang aku langsung disambut oleh tatapan tajam Alvin yang menatap ke arahku. Dari rautnya, tampak dia juga terkejut karena aku menatap ke arahnya. Headsetnya tampak masih melekat erat di telinganya.
Anak ini!
Pake headset di dalam kelas! Dan guru guru tampaknya juga sudah menyerah untuk memarahinya, terbukti dari Pak Suryo yang diam aja ngeliat dia pake headset saat ini.
"Alvin....?"
". . . . . . ."
"Tadi makasih ya..."
Aku masih merasa sedikit canggung, apalagi karena aku tahu kalau Alvin adalah orang yang sangat aku hormati di dunia game.
Sihh, padahal sebelumnya aku sih enak enak aja ngomong ama dia. Apalagi dia dulu dapat predikat =Autis= dariku.
Tapi kalau keadaannya seperti ini, rasanya jadi salah tingkah sendiri.
"Tadi makasih yahh..." ulangku.
Dia mengangguk pelan kemudian segera menolehkan kepalanya ke arah jendela.
"Alviiin, kok aku dicuekin sih?"
Alvin tidak merespon perkataanku, seraut kesedihan tampak jelas di wajah dinginnya.
Kenapa dia?
"Al..."
Perkataanku langsung terhenti saat aku melihat ujung headset yang menyembul dari balik rompi kemejanya.
Tidak terpasang pada apapun? Headset kosong lagi?
Hmm...
Alvin menerawang jauh ke arah luar.
Hmm.
Aku menoleh ke atas mejanya
What the heck!
Alvin tampak sudah menyelesaikan semua soal soal dari Pak Suryo dan dia mengerjakannya dengan rapi dan serius, terlihat dari kalkulator dan buku yang dibuka di atas mejanya.
Aku pernah mendengar dari Kevin, kalau Alvin selalu dengan misterius berhasil melewati ujian ujian dan mempertahankan nilainya agar terus berada di atas batas kenaikan kelas padahal dia ga pernah mengerjakan PR.
Jadi? Sekarang si Ahli taktik ini juga Jenius muda?
Perfect banget anak satu ini?
Tapi tetap hebatan Kevin donng!
Gantengan Kevin
Kalo cowok itu mukanya harus cool kayak Kevin, bukan manis :p
"Kenny!"
Aku tersentak saat Kevin menepuk pelan bahuku, kemudian menyodorkan sebuah buku yang sudah berisi jawaban dari soal yang dituliskan di atas papan tulis.
"Nih!"
Aku ternganga menatap buku yang ada di hadapanku.
"Ini kamu yang kerjain?"
Kevin mengangguk pelan, kemudian memijit pijit pelan kepalanya.
"Pusing ya?"
"Nggak kok! Gampang! Tuh! Aku juga bisa ngerjain soal soal kayak gitu! Jadi..."
Kevin membuang muka dan mengarahkan kepalanya ke depan kelas.
"Jadi?"
Aku mengernyit.
Ngomong kok setengah setengah sihh.
"Jadi kamu jangan rengek rengek ke orang biar dibantuin. Aku bisa ngerjain kok..."
Mukanya tampak sedikit bersemu merah saat dia mengucapkan kalimat barusan. Kevin kemudian segera berpura pura sibuk mengecek ulang soal yang ada di papan tulis dengan bukunya
Ahahaha, ternyata dia sebenarnya cemburu ya tadi!
Aku tertawa pelan, kemudian menepuk bahunya lembut
"Iyaahh, nanti kalau ada apa apa aku tanya Kevin aja..."
Kevin tampak terkejut, buku yang dipegangnya terlepas, dan wajahnya bersemu merah.
"I...Iyah, gitu dong!"
Kevin segera memutar pandangannya ke seluruh kelas untuk menghindari tatapanku.
Ahahaha! Kevin lucu!
"Oia, Ken..."
"Hmm?"
"Nanti pulang aku antar ya?"
"I..Iyah..."
Hyaa!
>,<
Aku mau pulang bareng Kevin!
Deg deg deg deg
Ahh, lagi lagi! Dadaku berdegup kencang!
Kayaknya aku benar benar tergila gila sama dia!
***
"Alvin, kami mau pulang sekarang, kamu ga pulang?"
Lonceng sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu, kami sudah selesai mengemasi semua buku buku kami, tapi Alvin tampaknya masih terus termenung menatap ke arah jendela. Buku bukunya masih dibiarkan terserak tanpa arah, dan dia tampaknya belum berniat membereskannya.
". . . . . . . ."
Alvin tampaknya ga merespon sama sekali perkataan kami.
"Alviin, aku ama Kevin mau pulang, kamu mau ikut pulang bareng gak?"
Aku berbicara sedikit berteriak untuk menekankan kata kataku, walaupun aku yakin suara biasa juga cukup untuk membuatnya mendengar, karena aku yakin headsetnya hanya membisu di telinganya.
"Tidak, pulang aja duluan."
Kevin hanya mengangkat bahunya kemudian menghela nafas pelan.
"Yasudah, kami pulang duluan..."
"Iya, hati hati dijalan yahh..."
Alvin berbicara kepada kami dengan sebuah senyum manis terulas di bibirnya, membuatku dan Kevin ternganga kemudian berpandangan satu sama lain.
Anak ini...
Dia bahkan lebih cute dari Kak Yujii kalo lagi tersenyum, tapi justru karena dia tersenyum itulah kami jadi terkejut! Apalagi dia barusan berbicara dengan lembut ke arah kami.
Benar benar bukan Alvin!
"Alvin, umm..."
Aku baru akan berbicara saat Kevin menepuk lembut bahuku, kemudian mengangguk pelan kepadaku.
"Kenny, ayo..." Kevin mencegahku mengganggu Alvin, ia menggeleng lemah sambil memberikan kode untuk tidak mengganggunya lebih dari ini.
Aku mengangguk memahami maksudnya kemudian segera berjalan beriringan dengan Kevin keluar dari ruang kelas menuju mobil Kevin.
Blam!
Aku menutup pintu mobil Kevin, kemudian memasangkan sabuk pengaman di tubuhku, sementara Kevin menyalakan mobilnya dan mempersiapkan dirinya untuk mengemudi.
"Kevin, Alvin kayaknya hari ini agak murung ya...?"
Kevin sejenak mengelus keningnya, kemudian memijit pelan bagian tengah matanya.
"Yeah, sudah beberapa hari ini kok. Kamu ga sadar?"
Aku mengangguk pelan. Beberapa hari ini Alvin memang agak bertingkah aneh, tapi begitulah Alvin, dia tidak pernah mengeluarkan emosinya sama sekali. Kami bahkan tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan atau bagaimana perasaannya sekarang.
"Yeah, tapi kita ga bisa ngapa ngapain, dia selalu menyembunyikan perasaannya."
Kevin meremas stir mobil dengan gemas, tampaknya dia juga kuatir dengan keadaan Alvin tapi tampaknya tidak bisa melakukan apa apa.
"Ya sudahlah! Kamu mau makan dulu gak Ken?"
Ting!
Kevin baru saja tersenyum ke arahku saat sebuah pesan masuk ke ponselnya.
"Sebentar aku lihat, ini dari Alvin..!"
Kevin membaca pesannya sejenak, kemudian dia meletakkan ponselnya dan tersenyum ke arahku
"Maaf, kita kayaknya gajadi makan deh Ken..."
"Ha? Kenapa?"
"Aronia, mereka sudah berada di perbatasan kita saat ini. Alvin sudah Online dan berbicara dengan utusan mereka."
Aku terbelalak mendengar perkataannya.
"Astaga, mereka benar benar menyerang? Serius? Padahal mereka tahu kalau mereka pasti kalah kalau melawan kita! Apalagi dalam posisi kita bertahan! Siapa yang bisa menandingi Alvin saat dia harus bertahan di Valerie! Belum lagi tentara harmonia tiga kali lebih banyak dari Aronia, dan menyerang Alvin di North Wall? Benteng tak tertembus??? "
Kevin mengangguk pelan, senyum kecut terukir di wajahnya.
"Justru karena itulah, aku ada firasat buruk soal ini..."
Keheningan mengisi perjalanan kami sampai ke rumahku. Aku juga memilih untuk tidak melanjutkan diriku untuk berbicara. Posisi Kevin sebagai Head Strategist tentu memaksanya untuk memikirkan berbagai kemungkinan yang ada dan semua langkah antisipasinya. Mungkin saja ada hal buruk yang akan terjadi setelah ini.
"Sampai..."
Ah? Cepat banget! Padahal aku masih mau bareng sama dia!
"Kok cepat yaa, aku masih mau bareng rasanya..."
Kevin hanya tersenyum pelan mendengar candaanku, kemudian dia menggerakan badannya maju ke arahku.
Aku hanya diam, menunggunya bergerak dan memelukku perlahan.
Kevin memelukku lembut, kemudian mengecup keningku.
"Sampai ketemu di game!"
Dia kembali menegakkan tubuhnya di kursinya, kemudian memijit keningnya.
"Aku sedikit takut dengan campaign kali ini, aku ada firasat buruk..."
Aku mencoba untuk tetap tersenyum di hadapannya, kemudian membelai pelan pipinya. Dia menutup matanya dan menikmati belaian tanganku.
"Aku percaya Alvin pasti menang"
Ujarku
Kevin tersenyum manis, kemudian segera mengangguk.
Aku memasang senyuman termanisku, kemudian membuka pintu mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Dadaahhh!!"
Aku melambaikan tanganku sesaat sebelum aku memasuki pintu rumah, dan begitu aku mencapai pintu masuk, Kevin baru menjalankan mobilnya pergi dari depan rumahku.
Yahh!
Saatnya bertugas!
>,<
================================
Caesar's View
Waa... waaa... waaaa.....
Sekelilingku terasa begitu bising, wajar saja, karena saat ini Valerie sedang berada di dalam status siaga, jadi hampir setiap orang pasti sudah bersiap untuk berperang.
Aku berjalan keluar menuju pelataran Kastil, beberapa tentara tampak sedang asyik mengasah pedang mereka.
"Chief Strategist Caesar! Kita akan berperang dengan Aronia, benarkah?"
Seorang dari ksatria berbaju zirah putih dengan ukiran kecokelatan bertanya ke arahku sambil mengasah pedang besarnya.
"Yeah, kita akan berperang. Perang besar! Persiapkan semua kebutuhan kalian. Aku ragu kita akan bisa menyentuh kota besar untuk mendapatkan suplai sampai perang ini selesai."
Para prajurit itu mengangguk setuju, dan mereka tersenyum sambil menepuk nepuk sebuah kereta besar yang ditutup dengan selembar kain tebal.
"Kami sudah mempersiapkan keperluan senjata dan amunisi! Jangan kuatir! Dan kami juga sudah menyiapkan jalur suplai! Beberapa tentara akan bertugas pulang pergi memberikan suplai untuk perang kita, jadi jangan kuatir soal Provision!"
Aku mengangguk puas, kemudian segera berjalan kembali untuk memeriksa persiapan seluruh keperluan.
"Axel, semuanya sudah siap?"
Axel mengangguk disela sela konsentrasinya mendata semua keperluan peperangan, dia segera menaikkan anak panah terakhir ke atas gerobak, dan memerintahkan seseorang untuk segera melapisinya dengan kain.
"Kapanpun diperlukan, kita siap berperang, masih kuatir?"
Aku mengacak acak rambutnya dengan gemas.
"Berani ya kamu ngomong gitu sekarang~?"
Aku memasang tampang sebal ke arahnya, kemudian disambut oleh tawa lepas darinya.
"Heii! Axel! Caesar!"
Kami menoleh bersamaan ke arah suara yang memanggil kami.
"Lord Pixel?"
Pria muda dengan pakaian merah dan ikat kepala putih berjalan dengan santai ke arah kami.
"Aku sudah tiba disini. pasukanku sudah menyusul. Aku yakin kurang dari satu jam lagi mereka akan tiba. Ketiga bishop lain akan sampai kemari esok atau esok lusa sepertinya. Dimana Arsais?"
Axel mengangkat bahunya pelan, aku berdehem, kemudian berbicara kepadanya.
"Lord Arsais sedang bicara dengan utusan Aronia bernama Seagent di ruang atas. Mereka tampaknya sedang merundingkan sesuatu..."
Bishop Pixel menghela nafasnya, kemudian tersenyum.
"Yahh, semoga tidak perlu ada perang. Akhir akhir ini kita sudah kehilangan banyak nyawa berharga yang tidak perlu hilang."
Aku dan Axel mengangguk setuju.
Yah, memang sebaiknya tidak perlu ada perang disini.
Kupandangi seluruh keadaan kastil yang sebelumnya terlihat sangat damai.
Tempat yang tadinya sebuah taman yang banyak dipakai untuk bersantai orang orang yang lewat saat ini sudah berdiri berbagai tenda dan bengkel yang memperbaiki berbagai peralatan. Begitu juga dengan pekarangan marmer Kastil yang biasanya ramai menjadi tempat nongkrong para pemain dan menjadi ajang jualbeli barang, saat ini ramai diisi dengan berbagai orang berpakaian besi dan berwajah muram. Wajah semua orang terlihat sangat tegang, tampaknya perang besar yang sudah di depan mata lumayan menguras kebahagiaan di tempat ini.
"Mereka keluar..."
Pixel melongokkan tubuh tingginya melewati atas kepala kami, menatap ke belakang kami.
Benar saja.
Lord Arsais dan seorang lelaki paruh baya berpostur gempal dengan rambut ikal cokelat. Lelaki itu berpakaian katun dengan armor minim, kupikir Jobnya adalah seorang Merchant, berjalan keluar dari dalam Kastil, Lelaki itu tampak tersenyum puas, kemudian menaiki kudanya dan bertolak pergi dari kastil kami.
"Bagaimana hasilnya?"
Alvin menggeleng jengah, tampaknya utusan barusan cukuo menguras kesabarannya. Alvin memang tidak menyukai jalur perang, tapi dia sendiri bukanlah seseorang yang handal dalam urusan diplomatik.
"Tidak bagus, mereka berkeras menginginkan perang. Aku sudah mencoba menawarkan perjanjian damai, tapi tampaknya mereka memang mengincar perang..."
Aku menahan nafasku.
Jadi memang harus berperang sekarang?
Alvin hanya menghela nafasnya.
"Kita bergerak ke North Wall sekarang juga. Aku yakin Advancing army mereka sudah berada di perbatasan kita."
Alvin melepas topi lebar dan jubah birunya, kemudian memberikan kode pada salah satu NPC untuk mendatanginya.
"Ambilkan pakaian perangku, aku tidak akan berperang dengan baju konselebran seperti ini..."
Sejenak kemudian Alvin sudah berdiri di hadapan kami dengan pakaian kain berwarna biru dan celana panjang putih, dilengkapi dengan sepuluh pisau kecil di sekelilingnya. Beberapa plat besi tipis menutupi bagian vital tubuhnya. Arsais memang lebih menyukai armor ringan yang mempermudah pergerakannya.
Aku menelan ludahku.
Alvin benar benar serius. Dia tidak pernah menggunakan pakaian ini kecuali kalau dia benar benar serius ingin bertarung.
"Mereka sudah merendahkan Valerie..."
Alvin mengenakan sarungtangan cokelatnya, kemudian menengadahkan tangannya ke langit, sebuah lambang berbentuk True Earth Rune bersinar di langit.
"Let's Blood their nose a lil..."
Alvin menjilat bibirnya, kemudian segera memberikan aba aba pada pasukannya untuk berkumpul.
"Aku juga bersiap..."
Bishop Pixel menyeringai lebar, kemudian segera menghampiri pasukannya yang baru saja berjalan masuk kedalam pekarangan Kastil kami. Dia berteriak lantang dan memberikan kode untuk membariskan pasukannya di depan gerbang kastil.
Saat ini keadaan benar benar riuh. Pasukan besar dari dua distrik berkumpul di tempat ini.
Aku yakin, bahkan dua lapis pasukan ini pun akan cukup untuk meluluh lantahkan Advancing Army mereka dengan mudah.
Tapi kenapa firasatku bergitu buruk?
Apa yang sebenarnya aku takutkan?
Aku menatap ke arah Arsais, dia tampak sedang memberikan aba aba pada pasukannya dan berbicara dengan lantang memberikan perintah kepada para Captain.
Semoga ini hanya firasat buruk...
Opening Theme
Iijima Mari
Gradii scutaque septem dies pugnabant
Omnia mala terra excitabat
Fought with a sword and shield for those seven days
The world seems to produce nothing but sorrow
Glaudius victoriae fulgor est
Strepitus amorum clamor est
Impetum morari ruina est
It glitters on the tip of the iron
It echoes the sound of the sword
The only thing that remains is devistation
Numquam illa flamma extinguitur
Flamma motusque animi
Interdum fortiter homines excitant.
The flame of the game never extinguishes
The flame of the earth is there
To make people stronger over time
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro