Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 45: War Of Corrupted Holiness

Alvin's View

"Kok bisa jadi begini! Kamu harus jelasin ada apa tadi!"

"Auh... Sakit..."

"Ya jelas sakit! Mana mungkin enggak!"

Aku kembali meringis saat Kevin menekankan cairan obat ke luka di dadaku dan membalutnya dengan perban.

"Liat lukamu sampai sebesar ini! Dan kamu ga mau di bawa ke dokter? Kamu emang luarbiasa yah!"

". . . . . . . ."

Berisik aja anak ini. Sedaritadi dia terus berceloteh mengomeliku karena luka yang sedang diobatinya.
Aku juga ga sadar apa yang terjadi, begitu aku sadar, Kevin sudah datang dan mematikan gameku, dan mencabut reseptor dari leherku sehingga kesadaranku kembali. Mungkin kalau Kevin tadi terlambat datang, aku sudah kehilangan banyak darah dan harus dibawa ke rumah sakit.

"Keluargamu ga ada yang dirumah ya?"
Aku mengigit bibir menahan omelannya. Sedaritadi yang keluar dari bibirnya hanya omelan.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah meja komputerku, bercak darah tampak masih menetes dari meja ke lantai, melukiskan betapa banyak darah yang tadi sudah kukeluarkan.
Aku bergidig ngeri membayangkan pemandangan yang tadi harus dilihat Kevin saat dia datang ke rumahku.

"Kamu menggunakan True Earth lagi...?"
Aku terhenyak, kupandangi wajah yang sekarang berada di depanku dan menatap tajam ke arahku.

"Yeah..."
Kevin melebarkan matanya sejenak, kemudian kembali menggelengkan kepala sambil kembali membalut luka di punggungku.

"Aku memang tahu, kalau rune itu membahayakan jika dipakai, tapi aku ga mengira kalau efeknya bakal separah ini!"

"Au!~ Sakit!"

"DIAM!"
Aku terkesikap, Kevin menatapku dengan wajah sebalnya.

"Diam sebentar selagi aku membalut lukamu! Kamu mau ini bengkak esok?"
Gelengan kepalaku disambut dengan helaan nafas dan gelengan jengah darinya.

"Kamu harusnya tahu kalau Rune itu berbahaya, kenapa kamu pakai sih?"
Aku mengalihkan pandanganku dari Kevin, berusaha mengalihkan pembicaraannya.

"WOI! Apa sih yang maksa kamu pakai Rune itu?!"

". . . . . . . ."
Kevin kembali menggeleng, tampaknya dia sudah menyerah mengorek keluar informasi dari benteng yang aku sebut mulut ini.

"Kamu harus berhenti pakai kutukan itu! Ada rune lain kan! Ga perlu kamu menggunakannya. Selama ini juga kamu ga pernah pakai True Earth Rune dan baik baik aja kan?"
Kevin menatap dalam ke arahku, wajahnya menunjukkan dia sedang tidak ingin dibantah sedikitpun.

"Yeah, memang...."
Kevin untuk kesekian kalinya menghela nafas dan kembali menyibukkan dirinya dengan gulungan perban di tangannya.

"Lalu kenapa kamu menggunakannya?"
Hmph, lagi lagi, pertanyaan yang sama...

"Aku harus menggunakannya, aku harus melindungi seseorang.."
Kevin nampak terkejut, kedua belah matanya yang sedaritadi terpicing ke arahku melebar karena reaksinya.

"Wanita itukah...?"
Aku menggigit bibirku, sebuah anggukan muncul, walau aku tertawa dalam hati karena dia menyebut Yue sebagai "Wanita".
Kevin tersenyum, kemudian menepuk bahu kiriku perlahan.

"Orang yang harus kamu lindungi, eh? Yah, dia memang sangat berharga bagimu hmm?"
Aku kembali mengangguk, kemudian mengambil sebuah lap dari lemariku.

"Biar aku aja..."
Kevin mengambil lap itu, dan menyeka bercak darah yang ada di mejaku. Seraut bau amis merebak di kamarku. Bau darahku kah?

"Yeah, seperti Axel untukku..."

"Ha?"
Tengokan kepalaku yang begitu cepat tampaknya membuat Kevin terkejut, kemudian dengan malu malu dia menggaruk kepalanya.

"Kamu dan Axel?"
Dia kembali memamerkan deretan giginya sambil menggaruk kepalanya, kemudian mengangguk pelan.

''Yeahh, aku nembak dia barusan, sebelum kemari."

Astaga!
Wajah Kevin mulai bersemu merah, dia tampaknya menyadarinya dan segera berusaha menutupinya dengan berpura pura sibuk mengelap meja.

"Trus, jawaban dia apa?"
Kevin menggeleng lemah.

"Belum, dia belum bilang apa apa, aku sudah terlanjur bertanya tentangmu."

"Bodoh.."

"Hei! Kalo aku ga cepat menyadari keadaan mungkin kamu sekarang udah di rumah sakit ya!"
Aku menggigit bibirku. Memang benar perkataan Kevin, so, aku ga bisa ngomong apa apa kalo udah begini.

"Kamu istirahat dulu! Urusan Valerie biar aku yang mengurus!"
Barusaja aku akan mengangguk, saat tiba tiba handphone ku bergetar di atas mejaku.

"Kevin, liat, siapa yang menghubungiku..!"
Kevin mengambil ponselku dari meja, kemudian memeriksa pesan yang masuk di dalam ponselku.

"Apa isinya?"
Kevin tampak dengan cermat membaca pesan yang saat ini ada di tangannya, jujur saja, ini membuat firasat tidak nyaman mulai mendatangiku.

"Kevin...?"

"Siege on Valerie, Aronia is marching to our wall...." baca Kevin dengan hati hati.

kertas yang sedaritadi aku main mainkan di tangan kiriku langsung terjatuh mendengarnya, raut wajah Kevin tampak pucat pasi saat menatap ke arahku.

"Dengan keadaanmu sekarang, kita berperang...?"

"Kevin, pulanglah, online! Aku tunggu kamu di Earth Shrine!"

"Tapi tubuhmu..?"

"Cepat...."
Kevin dengan enggan berbalik dan berbalik ke arah pintu. Dia sejenak menatap ke arahku, sebelum pergi dari pandanganku.

Aku segera beranjak dari tempat dudukku, untuk pergi ke meja komputer.

"Ach..."
Tangan kananku kembali terasa ditusuk, tampaknya luka kali ini lebih parah daripada saat aku terakhir kali terluka dulu, karena bagian dadaku juga ikut tersayat, dan tampaknya lukanya cukup dalam untuk membuat tubuhku terasa ngilu.

"Sial..."
Aku meremas pelan bahuku, kemudian segera mengenakan perlengkapan game ku.

==Log in==

==WELCOME!!  ARSAIS==
================================

Arsais's View

"Ahh...."
Rasa pedih segera menjalari tubuhku saat aku membuka mataku. Rupanya luka di dalam game juga masih belum sembuh yah? Aku menatap ke tanganku, pakaianku sudah terlepas dari tubuh atasku, dan sebuah kain putih panjang sudah terbebat di tanganku.

Yue kah yang merawatku?
Kurasakan benda empuk menyentuh punggungku.

"Hmm..."
Aku perlahan mendudukan diri, dan menatap ke sekelilingku.
Dimana aku? Penginapan?
Aku berjalan keluar dari kamar dengan dinding kayu yang berwarna kecokelatan. Seorang NPC tersenyum dan mengangguk ke arahku, Aku membalas anggukannya sambil terus melangkahkan kakiku ke arah luar.

"Northwall Inn?"
Rasanya tadi aku pingsan di Forest of Confusion, tapi kenapa aku bisa berada di sini? Apa Yue yang membawaku?

Aku berpikir sejenak, kemudian memutuskan untuk mengirim surat kepadanya.

COMPOSE MESSAGE

TO: Yue
From: Arsais

Jyo! Kamu yang bawa aku ke Inn?

Kling!
Langsung dibalas? Apa dia sudah nunggu daritadi ya?

From : Yue

Alvin! Thanks God! Kamu sudah sadar? Aku sempat kuatir karena kamu tiba tiba hilang! Maaf aku meninggalkanmu, aku mendadak ada urusan penting!

To : Yue

Yeah, ga masalah!  Aku juga ada yang harus ku bereskan! See ya!

From : Yue

Well, okay! See ya!

Aku menutup jendela pesanku, kemudian bergegas pergi ke Kastil Earth Shrine di Valerie.
================================

"Lord Arsais!"
Aku menolehkan kepalaku, menatap ke seorang pemuda yang tergesa gesa datang ke arahku.

"Aronia, gawat! Aronia!"
Aku berhenti dan menatapnya, sambil meletakkan telunjukku di bibir, sebagai isyarat untuk membungkam mulutnya.

"Belum ada kontak secara langsung, Axel, jangan membuat kegaduhan, kirim surat ke Central, kita akan ke Central setelah Caesar datang.
Aku menatap ke arah pemuda yang sekarang sedang sibuk menulis surat untuk dikirimkan ke Central.

"Axel, maaf, tapi kupikir akulah yang akan memimpin di perang ini, ga masalah kan...?"
Axel mengangguk mantap dan tersenyum ke arahku.

"Siap! Aku mengerti! Kalau Lord Arsais yang memegang pimpinan aku yakin kita pasti menang telak!"
Aku tersenyum dan mengacak acak rambutnya lembut.

"Aku juga mau ke toko amulet, ada yang ingin aku cari, kamu juga kan?"
Aku mengedipkan sebelah mataku ke arahnya, memberikan isyarat, Axel tampaknya memahami apa yang aku bicarakan, dan segera mengangguk sambil menundukkan wajahnya yang mulai merah bersemu.

"Arsais! Gimana tanganmu!"

"Caesar!"

Aku menunjukkan tanganku yang terbebat perban ke arahnya. Axel tampaknya baru menyadarinya, dan segera menatap panik ke arah ikatan perban di tanganku.

"Lord Arsais! Anda kenapa! Itu bisa luka!"

"Yeah, cuma luka kecil! Caesar, kita pergi ke Central sekarang, apa kamu sudah siap?"
Caesar mengangguk mantap.

"Kapanpun~!"
Aku mengangguk, kemudian segera berjalan mendahului mereka.
Tidak ada waktu yang boleh terbuang, setiap detik yang aku sia siakan mungkin hanya akan membawa pasukan musuh semakin dekat dengan kami.
================================

Great Temple, Central Distric Harmonia

". . . . . . . . . . ."
Aku membuka pintu, berhadapan dengan tujuh pasang mata yang menatap tajam ke arahku.

"Kalian sudah berkumpul? Kenapa aku ga dikabari?"
Tidak ada sepatah katapun yang muncul dari bibir mereka, pandangan mata mereka terus mengikutiku sampai aku duduk di kursiku.

"Ada apa ini...?"
Aku menatap bingung ke arah mereka. Biasanya merekalah yang akan bertanya mengenai pendapatku tentang keadaan yang terjadi, tapi kali ini mereka semua terdiam tanpa berbicara apapun ke arahku.

"What have you done, Bishop Arsais....?"

"Apa...?"

"What have you done?!"
Lord Marty mengulangi perkataannya sambil menatap tajam ke arahku.

Aku menatap bingung ke arah keempat bishop lain, berharap mendapatkan jawaban dari mereka.

"Apa maksudmu...."
Bishop Greg akhirnya membuka mulutnya, sambil melemparkan sebuah kotak barang ke meja.
Aku mengambilnya, kemudian membukanya.

Deg!
Aku bagai tersambar petir saat menatap ke arah benda yang ada di kotak itu.

"Apa jawabanmu, Lord Arsais?"
Aku terdiam, tak mampu mengatakan apapun. Kepalaku berusaha keras menyambung kata demi kata untuk kumunculkan

"Ini, aku...?"
Lord Marty mengangguk sambil menatap tajam ke arahku.

"Yeah, Kau! gambarmu sedang membantai penduduk di pinggiran desa Aronia, dan beruntungnya ada seseorang mengabadikannya...."
Kotak itu terjatuh dari tanganku, aku mundur, kepalaku menggeleng pelan.

"Tidak mungkin..."

"Dan sekarang mereka meminta keadilan...."
Lord Marty menutup matanya perlahan dan menopang wajahnya dengan kedua tangannya.

"SIAPKAN PASUKAN UTAMA! KITA AKAN BERPERANG! MUNGKIN HANYA SATU YANG AKAN TETAP ADA, HARMONIA,  ATAU ARONIA!!"
================================

Silver's View

Aronia Capital

"Tenang!"
Keith menghardik gerombolan orang yang sedaritadi terus menggerutu di hadapan mereka, Cardinal tampak meremas kepalanya pelan, ribuan pikiran yang sangat menyiksa tampak memenuhi kepalanya saat ini.

"Jadi, kenapa kalian memanggilku padahal aku sedang ada kepentingan?!"
Cardinal berbicara dengan penuh tekanan, tanpa emosi, tapi dengan jelas penuh peringatan di setiap katanya.

"Hamonia! Sudah jelas sekarang! Kita berdiam dan sekarang mereka terang terangan menyerang kita!"
Cardinal mengernyitkan dahinya, kemudian menatap tajam ke arah Seagent.

"Yeah, dan sekarang apa yang kau inginkan, Seagent?"
Seagent menjilat bibirnya, kemudian menunjukkan telunjuknya ke arah Cardinal.

"Aku mau janjimu...."
Cardinal terkesikap, kemudian dia kembali memijit dahinya. Rambut peraknya tampak tergerai berantakan di pakaian merahnya.

"Kau mau kita melawan Harmonia? Aku masih belum percaya mereka yang melakukannya!"
Seagent menghentak tangannya di meja dan berdiri dengan cepat.

"Foto itu adalah janjinya! Kau lihat sendiri! Sekarang aku mau, J A N J I M U."
Cardinal menghela nafas berat, kemudian mengangkat kepalanya.

"Baiklah kalau begitu, dan sekarang, kita akan menghadapi salah satu ahli strategi paling brillian di Suikoworld! Bagamana kita akan menang?"
Seagent tersenyum pelan, seakan semua sudah berjalan sesuai dengan pikirannya.

"Aku sudah memperkirakannya. Bawa dia masuk!"
Dua orang priest dengan pakaian hitam masuk ke dalam, membawa seorang wanita berpakaian setelan cokelat panjang ke dalam ruangan rapat.

"Siapa dia?"
Caesar memeriksa dengan teliti wanita yang ada di hadapannya. Seagent tersenyum senang, kemudian bergerak ke samping wanita itu.

"Perkenalkan dirimu...."
Wanita itu membungkukkan tubuhnya, kemudian menatap ke arah Cardinal, seulas senyum tipis tergaris di wajahnya.

"Nama saya Kanna, Ahli Strategi dari Kanakkan. Siap melayani anda."
Cardinal menatap ke arah wanita itu, keraguan tampak menghiasi wajahnya.

"Kenapa kau memilih strategist wanita ini, Seagent?"
Seagent baru akan berbicara, saat wanita itu menahan kata katanya.

"Tidak ada Cardinal, hanya keinginan saya. Lagipula, tidak ada yang mengenal jalan pikiran muridnya lebih baik dari sang guru, benar?"
Cardinal melebarkan matanya, kemudian menggeleng sambil tersenyum pelan.

"Jadi kita akan perang? Baiklah, aku sendiri yang akan menghabisi pelakunya...!"
Sorakan memenuhi ruangan itu. Parlemen parlemen haus darah itu akhirnya mendapatkan keinginan mereka. Beberapa orang mulai segera mempersiapkan pasukan mereka untuk berperang.

***

"Kamu yakin dengan ini, Cardinal?"
Keith dan Cardinal sedang berjalan menyusuri lorong saat mereka kembali dari rapat itu.

"Yeah, mau bagaimana lagi? Aku menelan perkataanku sendiri. Lucu."

"Tapi kau tahu kan, Seagent pasti berada di balik semua ini."
Cardinal mengangguk pelan

"Yeah, dan dia melakukan semuanya dengan rapi. Apa kita punya bukti sekarang? Tidak! Tampaknya orang dalam Harmonia juga ikut membantunya..."
Keith mengangguk, sambil memeriksa sekeliling, memastikan tidak ada seorangpun mengikuti mereka

"Saya akan mencari bukti lain keterlibatannya"
Cardinal mengangguk pelan, kemudian menyodorkan sebelah tangannya.

"Kamu punya foto itu? Aku mau melihatnya. Pelakunya Lord Arsais? Aku mau melihat wajahnya..."
Keith berhenti sejenak dan merogoh ke dalam tas nya.

"Ini..."
Beberapa lembar foto diserahkannya ke tangan Cardinal, yang segera membolak balik foto foto tersebut.

"Ini...."
Cardinal mendadak menghentikan langkahnya, foto di tangannya mendadak terserak dari hadapannya, tangannya tampak bergetar hebat.

"Cardinal...?"

"Ti-Tidak mungkin....."
=======================================

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro