Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 40: Are We Through?

Caesar's View

Suara suara ramai mengusik telingaku.

Aku membuka mataku, saat ini aku berada di sebuah rumah kecil terbuat dari kayu. Seorang teleporter berpakaian jubah Harmonia tampak lalu lalang membereskan berbagai perkamen perkamen yang bergunung di sisi ruangan.

Dia terus berusaha menumpuk perkamen itu dengan ulet, walaupun gulungan kertas itu menolak dan kembali berjatuhan saat ia melepaskan tangannya.

"Hallo, Selamat datang di North Wall!"

Dia akhirnya menyadari kalau aku sedaritadi terus memperhatikannya. Gadis itu segera menebas jubahnya yang tampak berdebu, kemudian segera tersenyum ke arahku

"Err, kamu melihat seorang priest berambut cokelat yang baru saja datang kemari?"

Gadis itu sejenak menerawang ke atas sambil menggigit gigit telunjuknya, kemudian dia menjentikkan jarinya.

"Ah! Priest imut itu kan! Ya ya! Dia barusaja keluar, tampaknya dia menyeberang ke gerbang perbatasan..."

Aku mengangguk angguk, kemudian tersenyum dan menundukkan kepalaku ke arahnya.

"Terimakasih.."

Aku berjalan keluar dari bangunan itu, dan gerbang perbatasan tampak berdiri kokoh tepat di ujung jalan.

"Pantas dia melihatnya, ternyata gerbangnya didepan mata.."

Aku bergumam sendiri sambil melangkahkan kakiku menuju bangunan batu keabuan yang berdiri kokoh di ujung kota.
Kiri kanan jalanku tampak berbagai orang duduk dan menghamparkan berbagai barang, kembali mengingatkanku pada pasar di L'Entracte, tempat dimana masalah panjang ini bermula. Masalah dimana aku dan Axel terpaksa harus menjalani pilihan yang begitu berat bagi kami.

Aku tahu, aku tidak pantas melemparkan kesalahanku pada hal hal lain, hanya saja, entah kenapa rasanya ingin aku melepaskan semua bebanku. Andai aku tidak perlu memilih jalan ini..

Lamunanku berhasil menghantarkanku ke gerbang utama. Sepasang penjaga berbaju besi segera menghadang jalanku.

"Kalian melihat seorang priest muda barusaja lewat sini? Apa dia melapor? Kemana dia akan pergi?"

Aku tidak menunggu lama, aku segera memberondong kedua penjaga itu dengan pertanyaan.

"Siapa kamu, dan apa keperluanmu menyeberang? Di sisi lain gerbang ini adalah wilayah kekuasaan Aronia, dan Lord Arsais melarang semua warga Harmonia yang tidak berkepentingan melewati perbatasan demi keamanan."

Aku menatap tajam ke arah mereka, Kurogoh sakuku, dan kukeluarkan lencana Harmonia dari sakuku.

"Saya Strategist dari Valerie Royals. Minggir, dan jawab pertanyaanku..."

Mataku masih menatap marah ke arah mereka. Jelas saja, karena kejadian konyol ini, tentu saja aku kehilangan banyak waktu dan mungkin Arsais sudah jauh di depanku. Lihat saja, kalau sampai aku kehilangan jejak, mereka harus membayar mahal!

Mereka terkesikap, dan segera menundukkan kepalanya
"Maafkan kami! Priest itu? Dia melapor dia akan pergi ke Catalun Bay City. Kukira kalau dia tidak ada keperluan di sana, mungkin dia akan pergi ke Midlake Village..."

Aku mengangguk sambil tetap mengunci pandanganku ke arah mereka.
"Kalau sampai, karena kejadian bodoh ini, aku kehilangan jejak, leher kalian sekarang dalam bahaya..."
Desisku sambil menatap kedua orang yang saat ini tidak berani menatap ke arahku.

Aku segera melangkahkan kakiku ke arah gerbang tanpa menoleh ataupun mengucapkan sepatah kata kepada kedua penjaga yang diam seribu bahasa.
Kupercepat langkahku, aku harus sesegeranya mencapai Catalun! Mungkin aku bisa dapat perahu kedua untuk menyeberang ke Midlake, kalau memang ternyata Arsais menyeberang ke Midlake...

"Acute Speed, Haste, Raging Charge..."

Kugunakan beberapa skill Knight ku untuk mempercepat gerakanku. Aku harus sesegeranya mencapai Catalun!
================================

"Sialan! Dimana kau!"

Kususuri setiap jalan yang ada di kota kecil itu. Kota ini memang diperuntukan sebagai pelabuhan ke Midlake Village dan ke Lorigard, Kota pusat dari Aronia. Karena itulah kota ini tidak didesain besar, dan termasuk sepi. Sehingga mempermudahku dalam menyisir sekeliling kota tanpa terkecuali.

Aku memasuki setiap bangunan yang bisa aku masuki, mulai dari Inn, Shops, sampai rumah rumah NPC yang dibuat untuk menambah jumlah bangunan di kota. Tapi tak kutemui sosok Arsais disana.

"Dia naik Kapal ke Midlake Village..?"
Aku segera mengarahkan pandanganku ke arah pelabuhan, beberapa orang tampak sedang berjalan masuk ke dalam kapal, dan palang kayu sebagai jalan masuk tampak mulai diangkat dari kapal.

naik? jangan? Naik? Jangan?
NAIK!

Aku berlari sekencang yang aku bisa, MP ku sudah habis untuk mempercepat perjalananku ke Catalun, sehingga sudah tidak tersisa untuk menggunakan skill lagi.

"SIALAN! TUNGGU AKU!"
Aku hanya beberapa meter lagi dari sisi kapal saat aku melihat parket kayu itu diangkat semakin meninggi.

"DASH!"
Aku menggunakan MP terakhirku untuk melontarkan diriku masuk ke dalam kapal.

BRUK!
Aku jatuh terjembab, tapi untungnya aku terjembab tepat di lantai dek kapal.

"YES!"
Aku berdiri dan merapikan pakaianku, aku melihat ke arah pelabuhan, tampak NPC yang menjadi penjual tiket kapal berteriak dengan marah sambil mengacungkan tinjunya ke arahku.
Aku tidak perduli!

Beberapa orang memandangiku dengan tatapan aneh, dan beberapa berbisik bisik sambil melihat ke arahku. Aku tidak ambil pusing. Kududukkan tubuhku di pinggir geladak, dan mengistirahatkan diriku sejenak.

Siapa tahu setelah ini aku bakal perlu MP untuk melakukan hal hal gila lain?
Tanpa kusadari aku terlelap di dalam perjalanan ke Midlake Village. Aku terbangun saat suara keras dari jembatan kayu untuk menyeberang dijatuhkan.

BRUAK!

"Ahh..."
Aku menggaruk garuk pipiku, sambil menatap sekeliling, orang orang sudah mulai berjalan turun dari kapal.
Aku berbaris mengikuti mereka untuk menapak turun dari kapal sial yang sudah menguras habis tenagaku.
Kutatapi sekelilingku. Penampilannya sangat berbeda dengan kota kota di Valerie yang umumnya dikelilingi daerah tandus. Kiri kanan bangunan hanya berupa rumah rumah reyot dari kayu berwarna cokelat keabuan yang mulai berlumut dimana mana.

"Apa yang kau lakukan disini, Arsais?"
Sejenak aku ragu, apakah benar aku sedang berada di tempat yang tepat. Keputus asaan dan keraguan mulai menjalari hatiku. Tampaknya aku lagi lagi kehilangan jejaknya...

Aku berjalan menyisir kota itu, dan berhenti di sebuah bangunan kecil dengan sendok dan garpu di depan pintunya.

Restoran?
Tidak meyakinkan sekali penampilannya jika dibandingkan restoran di Valerie yang berukuran besar dan berdinding kokoh serta terlihat bersih.

Aku berjalan melewatinya, memutuskan untuk terus melanjutkan pencarianku.

"..!!!"
Aku segera lari bersembunyi saat aku mendapati sosok Arsais duduk di tepi jendela bangunan itu. Aku mengambil tempat bersembunyi dan memandangnya dari kejauhan.
Seseorang berambut perak panjang tampak berdiri di hadapannya. Seorang Archer?
Arsais tersenyum...?

Aku menelan ludah menyaksikan pemandangan di hadapanku. Arsais tampak tersenyum ke arah wanita berambut perak itu. Dari gelagat tubuh mereka, sudah jelas mereka tampak mesra. Aku yakin kalau mereka memiliki hubungan khusus.

"Hmm, Seorang gadis Aronia eh? Alasanmu untuk pergi dengan pakaian Priest seperti itu?"
Aku mengangguk angguk tanpa sadar, seakan menyadari keadaan yang terjadi di hadapanku. Sepercik rasa marah terbersit di dadaku.

Dia menjalin hubungan dengan wanita ini, lalu apa maksudnya memberi perhatian dan berkata akan merebut Axel dariku?
Aku kembali mengingat semua kejadian yang telah terjadi. Kepalaku bagaikan tape yang memutar ulang semua kejadian yang ada.

Hmm, Kamu cuma mau bermain main dengan Axel?
Ga akan aku biarkan!
Wanita berambut perak itu membelai rambut Arsais, dan Arsais hanya menutup matanya, menikmati sentuhan lembutnya.

Aku membalikkan mukaku. Aku tidak tahan memandang ke arah mereka. Arsais yang selama ini kukira seorang yang baik dan tulus, ternyata menyimpan kelicikannya dalam dalam. Terlalu dalam, sampai aku tidak mencium kebusukannya.

Hmph...
Dengan gontai aku melangkahkan kakiku kembali ke arah pelabuhan, aku terus memikirkan semua kejadian yang barusan terjadi di dalam kepalaku. Berbagai praduga dan pikiran buruk terus menerus meracuniku, memupuk kemarahanku dengan sempurna.

Aku harus bicara dengan Axel!
Aku menghantamkan setiap langkahku ke batuan di bawah sepatuku untuk mengurangi tekanan di kepalaku. Tapi semakin aku berjalan, semakin besar kekesalan yang kusimpan.

================================

"Sir Caesar, anda sudah kembali... Eh..."

Kedua penjaga depan Gerbang Valerie terlihat bingung saat aku melewati mereka tanpa sepatah katapun dan dengan wajah merah padam bagai terbakar. Aku memang sedang terbakar! Terbakar dalam emosi yang luarbiasa.

Aku menapaki setiap lorong Valerie, mencari sosok kecil berpakaian hijau yang biasa selalu datang mendapatiku setiap aku muncul di Valerie. Aku terus berjalan dengan berat menyusuri ruangan demi ruangan di Kastil besar itu. Orang orang yang memberi salam kepadaku tak kuhiraukan, aku terlalu jengah untuk menjawab mereka, atau bahkan untuk tersenyum meladeni sapaan mereka.

"Axel..."
Axel ternyata masih berada di Aula Besar, dia berdiri di depan salah satu jendela dan menatap jauh ke arah seberang, aku tidak tahu apa yang dipikirkannya, tapi aku sangat jarang melihatnya semurung ini. Apakah berita yang akan kusampaikan akan memperburuk suasananya?

"Axel, ada yang ingin kubicarakan..."
Axel membalikkan tubuhnya, dia menatap kosong ke arahku. Sebuah senyuman jelas terpancar, tapi matanya tidak mengatakan kalau dia sedang tersenyum.

"Yeah, apa itu Sir Caesar?"
Aku meneguk ludah dengan berat. Aku merasa tercekat saat akan menyampaikan berita ini padanya.
Apa sebaiknya tidak kusampaikan? Tapi dia akan jadi mainan Arsais kalau ini diteruskan! Paling tidak aku bisa mencegahnya menangis lagi.

"Tentang Arsais..."
Axel mengerutkan keningnya.

"Bishop? Ada apa dengan Bishop?"
Aku mengeraskan raut mukaku, menyatakan kesungguhan dari perkataan yang akan aku ucapkan berikutnya.

"Jauhi dia, jauhi dia..."
Hanya dua kata itu yang terulang keluar dari mulutku. Axel melebarkan kedua matanya, Dia melangkah maju, dan menatapku tajam.

"Maksud Sir Caesar?"

"Jauhi dia, Dia tidak baik untukmu..."
Axel sejenak menundukkan kepalanya, kemudian dia kembali menatap tajam ke arahku.

"Tidak baik gimana?"

"Pokoknya jangan dekati dia!"
Axel mengerutkan dahinya semakin dalam, tapi kemudian dia tersenyum, dan terkekeh pelan.

"Aku mengerti..."
Giliranku yang mengerutkan keningku dalam tanda tanya besar.

"Maksudmu?"

"Tenanglah, aku ga akan mengganggu bishop! Aku memang menjijikan, tapi tenang, aku tidak berniat membuatnya jadi sepertiku."

Keningku semakin berkerut mendengar perkataannya. Dia jelas salah paham!

"Bu, bukan begitu.."

"CUKUP!"
Aku terperanjat, mulutku langsung terkatup saat dia membentakku dengan nada yang belum pernah kudengar sebelumnya.

"Kamu pikir aku sepicik itu? Tidak! Aku tidak sehina itu!"
Axel menggertakkan giginya dengan keras. Dia terlihat sangat marah, tapi tetap berusaha menahannya dalam kontrolnya.

"Perasaanku hanya ada padamu, aku bukan Gay, dan aku juga tidak tahu, hanya padamu aku merasa seperti ini..."
Desisnya pelan, suaranya tampak mulai bergetar. Aku berusaha mendekapnya, tapi tangannya segera menepis kedua belah tanganku.

"Aku tidak akan mendekati Lord Arsais, tenang saja. Pegang janjiku..."
Segaris airmata kembali menetes membasahi pipinya. Dan kali ini, lagi lagi akulah yang membuatnya meleleh.

"Terimakasih sudah mengingatkanku, Sir Caesar..."
Suaranya terdengar sangat lemah dan terbeban. Dia melangkahkan kakinya meninggalkanku.

"Aku cuma menyukaimu..."
Desisnya sebelum ia menutup pintu Aula Besar dan meninggalkanku sendiri.

Aku terpaku. Bagaikan dihujam ribuan batu yang dilemparkan padaku. Aku merasa terlalu lemah untuk berdiri, sampai aku akhirnya aku melorot dari kakiku.
Kusandarkan beban di bahuku di pilar besar yang terasa begitu dingin menyentuh tubuhku.

"Kenapa begini lagi... Kenapa harus aku lagi..."
Kutekuk telapak tanganku di depan mataku, kusandarkan kepalaku ke pilar dinding.

"Haha...."

"Hahahahahahaha....."
Kali ini kubiarkan tubuhku menertawakanku. Kubiarkan mataku membanjiri wajahku denhan airmata. Kubiarkan semua panca indraku bergerak sendiri melawan kehendakku. Aku sudah terlalu lelah untuk melawan...

================================

Silver's View

Arsais berjalan santai di lorong kastilnya. Dia menatap ke kiri dan kanan. Wajah dinginnya menyapu seluruh ruangan yang dilewatinya.
Sejenak dia menatap ke arah sesosok pemuda yang berdiri diam di tengah ruangan kecil yang menjadi gudang penyimpanan panah.

"Axel? Ada apa kamu disini...?"
Pemuda itu menoleh ke arahnya, kemudian menampilkan senyuman lebarnya ke arah Arsais

"Bishop! Aku sedang mempersiapkan untuk latihan perang sore ini..."
Arsais merapikan letak topi birunya, dan kembali menatap tajam ke arah Axel.
Axel tampak menyibukkan diri menyortir panah panah yang terikat dan terserak di sekeliling ruangan.

"Ada apa lagi...?"
Axel menggeleng lemah, kemudian dia kembali tersenyum ke arah Arsais.
Arsais hanya menghela nafas, kemudian memutar tubuhnya ke arah pintu.

"Aku tidak bodoh, Axel. Selamat berlatih."
Arsais menutup pintu kayu itu. Suara berderak pelan sejenak mengisi ruangan, disusul dengan keheningan.

"Maaf, Bishop..."
Axel menaruh panah panah yang dipegangnya, tidak ada satupun panah yang tersusun, bahkan yang sedaritadi dipeganginyapun hanyalah ditumpuk tanpa dirapikan. Ia kemudian menghela nafas dan menerawang ke arah jendela.
===============================

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro