Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5 :: Jebakan Aidan ::

  'Tatapan yang dia tujukan haram untukku'
Rose Alexander

***

"Hei Sweet heart, kenapa jadi tidak sopan?" Aidan ingin mendekat tapi Rose menahannya dengan kedua tangan wanita itu, sebagai tanda Aidan jangan mendekatinya. "Kau tidak bisa melarangku untuk mendekatimu Rose." Apa yang Aidan katakan benar-benar membuatnya gila saat ini. Rose tertawa mengejek.

"Anda sudah punya tunangan Bos, lagi pula kita tidak punya hubungan apapun."

"Aku dan Tifanny belum bertunangan. Lagi pula aku berhak memilih siapa yang akan bersamaku." Rose menggelengkan kepalanya, Aidan memanglah sangat kaya begitu juga keluarganya, tetapi apakah dia bisa diam saat dirinya serta sahabatnya di rendahkan seperti ini.

Wajah boleh tampan, otak bisa pintar, tapi sikap dari pria di hadapan Rose ini benar-benar tidak ada baiknya. "Aku tidak sudi bersamamu." Rose ingin meninggalkan Aidan tapi tangannya di tahan pria itu, tatapan mata Aidan sangat tajam sampai Rose tidak bisa berkata apapun.

"Jangan memaksaku sweet heart," katanya tepat di depan wajah Rose. Mengecup lembut pipinya dan memberikan senyum tipis andalan seorang Aidan. Rose menarik tangannya dari Aidan dan tidak berhasil yang ada tubuhnya tiba-tiba di angkat Aidan untuk pria itu gendong.

"Hei, apa yang kau lakukan?!" teriak Rose masih dalam gendongan Aidan. Langkah Aidan yang ingin membawa Rose pergi dari rumah Lion itu terhenti ketika dia mendengar suara Tifanny memanggil Rose.
Begitu dapat menginjakkan kakinya ke lantai lagi, Rose langsung berlari. Dia tidak mendengar Tifanny memanggilnya sehingga terus saja berlari masuk menuju ke dalam rumah.

"Rose," panggil Tifanny lagi sambil dia melihat ke segala arah. Sudah dari tadi dia mencari sahabatnya tersebut, tapi ke mana Rose. Dia terkejut di taman belakang ternyata ada Aidan. Tifanny memang ke taman dekat kolam itu melalui pintu samping, sehingga dia tidak berpapasan dengan Rose. Dia hanya melihat Aidan sedang berdiri entah sedang melakukan apa.

"Aidan, kau di sini?" tanya Tifanny dengan sopan dan lembut.

"Ya, aku di sini." Pria itu memberikan sedikit saja senyumnya. "Oh ya, aku akan mengadakan pesta di Singapura. Jika kau mau, kau bisa ikut dengan kami."

"Kami?" tanya Tifanny tidak mengerti.

"Biasa, para sepupu dan sahabat dekatku. Ada perayaan besar di sana. Kau bisa berlibur bersama kami, ajak saja temanmu jika kau mau."

"Begitu ya, tapi bukankah besok ada pertemuan antara keluarga kita?"

"Ya, benar. Aku dan yang lainnya akan berangkat setelah acara makan bersama itu selesai." Tifanny menganggukkan kepalanya. Dia juga tersenyum bahagia karena dia yakin Aidan memulai pendekatan dengan dirinya sebab Aidan menawarkan berpergian bersama.

"Aku akan beritahu bisa atau tidak besok ya, karena aku juga harus minta izin ke atasanku di rumah sakit. Jika ke Singapura tidak mungkin hanya satu atau dua hari."

Aidan mengangguk dan menarik sudut bibirnya, entah mengapa dia melakukan semua ini. Hanya saja, rasanya mempermainkan Rose membuat dia begitu bahagia. Aidan berpamitan dengan Tifannya untuk kembali ke apartemen miliknya, dengan sedikit berat hati Tifanny harus memberikan senyum pada pria itu. Padahal pesta belum selesai. Aidan juga tidak mengantarkan dia pulang seperti harapannya.

***
Rose menikmati pemandangan langit pagi ini, ketika dia sedang dalam kondisi tidak baik maka hal ini dapat menenangkannya.

Teringat akan pesta semalam, Rose merasa kini sahabatnya Tifanny benar-benar adalah wanita beruntung di Dunia ini. Sukses di pekerjaan dan sebentar lagi dia akan bertunangan dengan salah satu pewaris dari keluarga Derson Orlando. Sungguh hidup yang menyenangkan untuk di jalani, sementara dia tetap berada di titik yang sama.

Menjadi pegawai kantor yang tidak tahu kapan akan bergeser menjadi seorang desainer seperti impiannya. Rose berdiri, dia harus bergegas untuk sampai ke perusahaan itu sebelum gajinya di potong karena terlambat.

Dia tinggal di salah satu kota besar di Dunia ini, London adalah kota yang indah untuk di nikmati saat berjalan kaki seperti saat ini. Rose tidak menyesal memilih tinggal di kota itu meski harus bertengkar lebih dulu dengan sang ibu.

Pekerjaan Rose selesai sore itu, dia berniat akan menghabiskan waktu dengan menggambar sketsa desain baju yang baru dia dapatkan idenya tadi pagi saat menatap langit. Namun, ponselnya bergetar dan ternyata si penelpon adalah Tifanny.

"Hi beb, do you miss me ?" tanya Rose sambil tertawa dia membayangkan wajah Tiffany di tempatnya.

"Rose stop berbicara tidak penting."

"Hem, ada apa ?" tanya Rose sambil berjalan menuju stasiun kereta bawah tanah.

"Aku mendapatkan undangan dari keluarga Derson malam ini, apakah kau bisa menemaniku ?" tanya Tifanny dan Rose bingung, dia tahu Tifanny mengajaknya pasti karena tidak ingin merasa canggung di pertemuan itu.

"Oke baiklah! Apa aku harus ke rumah mu malam ini ?"

"Tidak perlu, katakan kau di mana. Aku akan menyuruh supir ku menjemput mu. Thanks Rose, I love you."

Sambungan telpon terputus, Rose menggelengkan kepalanya lalu memutar arah agar bisa menunggu jemputan dari supir Tifanny.

Rose bingung ketika dia diantarkan ke sebuah salon kecantikan, tapi ketika melihat Tifanny ada di sana dia mengerti jika sahabatnya itu ingin melakukan hal yang terbaik malam ini.

"Rose ayo, kau juga." Tifanny menyuruhnya untuk juga ikut di make over. Bagi Tifanny uang bukanlah suatu masalah besar karena dia lahir dari keluarga yang cukup terpandang dengan darah bangsawan Kerajaan Inggris yang ada dalam dirinya.

Rose juga tidak habis pikir kenapa Tiffany mau berteman bahkan kini menjadi sahabatnya. Padahal dia hanyalah seorang wanita dari keluarga biasa saja, tapi Tiffany dan keluarganya sangat baik terhadapnya.

Berbeda dengan riasan Tifanny yang jelas di buat seanggun mungkin dengan rambut yang di sanggul manis, Rose lebih memilih rambutnya di gerai saja dan make up yang sangat natural.
Ketika mereka siap, mereka berdua langsung pergi ke sebuah rumah besar dan mewah di daerah Keningstone palace. Sebuah tempat di mana hanya orang-orang dengan kekayaan super kaya yang bisa memiliki hunian di sana.

Tifanny mengatakan orang tua-nya sudah berangkat lebih dulu jadi keluarga itu hanya tinggal menunggu kehadiran sang Putri. Iya, bagi Rose Tiffany adalah seorang Putri cantik dari negri dongeng dengan kelembutan hati dan jiwa yang benar-benar mulia.

Rose ikut tegang ketika sudah melangkah memasuki rumah besar yang biasa di sebut mansion bagi orang-orang kaya. Seorang wanita menyambut mereka dengan wajah bahagia.

"Hi Tifanny right ? Mereka sudah menunggu mu, ayo ikuti aku."

"Oh ya terima kasih."

"Aku Adella, kau terlihat sangat cantik." Tifanny tersipu malu, Rose juga ikut bahagia.

Mereka menuju sebuah taman dimana sudah di hias sedemikan rupa dengan banyak lampu dan bunga-bunga yang indah. Meja makan panjang dengan banyaknya kursi membuat Rose kagum, dia menatap satu persatu secara singkat semua orang yang ada di sana.

"Waw...ada dua wanita cantik yang datang," ujar salah satu pria di sana.

"Diam lah Lion, kau terlalu banyak bicara sedari tadi."

Rose menatap pria yang berada di ujung meja yang tidak lain akan menjadi tunangan sahabatnya itu. Pria bernama Aidan itu hanya diam dengan wajah tampannya , dan jelas tatapan dinginnya itu tertuju kepada Tifanny.

"Mr dan Mrs. Derson Orlando ini Putri saya Tiffany dan juga sahabatnya yang bernama Rose." Ibu dari Tiffany memperkenalkan mereka berdua membuat Rose dan Tiffany otomatis menunduk memberikan salam.

"Hei kalian tidak perlu kaku seperti ini, ayo silakan duduk dan kita nikmati hidangan ini sambil berbincang-bincang."

Makan malam mewah dengan menu-menu yang Rose tahu harganya fantastis. Bahkan dari yang Rose dengar saat ini mereka mengundang koki khusus untuk membuat makanan super enak yang tengah Rose nikmati saat ini.

Tanpa sengaja Rose mengalihkan pandangannya dan bertemu dengan sorot mata tajam yang juga tengah tertuju padanya.

"Sial! Pria ini memiliki tatapan tajam seperti vampir yang siap menghisap darah saja."

Rose bergumam dalam hati, daging empuk yang tengah dia nikmati menjadi sulit dia telan.

"Aunty apa kau keberatan jika kami membuat pesta besok dan membawa Tiffany bersama kami ?" tanya saudara laki-laki Aidan yang Rose tahu namanya Allard.

"Tidak masalah asalkan Tiffany dan Rose mau ikut bersama kalian," kata Akira menjawab pertanyaan itu.

Kini semua mata memandang Tiffany dan dia mengangguk sambil tersenyum. Rose tersenyum lebar, rasanya sangat bahagia karena sahabatnya di terima baik oleh keluarga ini.
"Kau harus ikut dengan ku," ucap Tiffany dengan nada pelan

"Tiffany aku tidak bisa, kau tahu aku besok harus kerja."

"Aku akan meminta staff mengurus cuti mu." Aleya yang juga ada di sana memberikan ide. Sehingga Rose tidak dapat mengelak tentang masalah pekerjaan.

"Ayolah Rose tolong, aku tidak memiliki teman selain dirimu. Kau tega membiarkan ku pergi seorang diri."

Percakapan kecil mereka mampu membuat sedikit senyuman tipis keluar dari wajah Aidan, hal itu membuat Akira sebagai ibu sangat bahagia. Tapi dia juga kembali meneliti apa yang membuat Aidan tersenyum, dan hal itu adalah karena wanita bernama Rose bukan Tiffany.

Oh tidak ! Dia pasti salah menilai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro