Chapter 03 - You Should Be Silent
Lagi-lagi suasana kantin yang awalnya dipenuhi berbagai jenis perbincangan, kini beralih pada pembicaraan penuh bisikan—semua itu tertuju pada Maddie dan Aaron.
Maddie masih diam di tempat, membiarkan tetesan sup dari rambutnya yang mengotori baju dan memilih untuk mengabaikan tindakan Aaron selanjutnya.
Aaron dengan senyum miring dan gaya angkuhnya, menumpahkan minuman bersoda di kepala Maddie, padahal ia tahu bahwa semenit lalu sengaja menumpahkan sup ke arah gadis itu. Aaron ternyata belum puas mempermalukan Maddie dan diamnya Maddie menjadikan Aaron semakin menikmatinya.
"Kau memang seharusnya diam seperti ini, daripada melawanku, babe." Aaron melemparkan kaleng minuman bersoda yang telah kosong ke sembarang arah. Ia tidak peduli bahwa benda itu telah mengenai murid lain.
Jika dilihat, Aaron memang sedang berdiri seorang diri tepat di belakang Maddie. Namun, sebenarnya tidak, teman-teman satu geng, Aaron tampak menikmati ekspresi mematung Maddie dari bangku di depan mereka bertiga.
"Bersiaplah jika dia menendangmu lagi, Aaron! Kau tidak berniat untuk mematahkan kakinya, bukan?!" seru pemuda berambut cokelat yang dikenal sebagai Clay—teman terdekat sekaligus tangan kanan Aaron dalam urusan geng.
Aaron memalingkan wajah ke arah Clay lalu meletakkan sebelah kakinya di punggung Maddie. "Ide bagus, Clay. Meninggalkan bekas di wajahku, sama saja memulai peperangan." Tanpa aba-aba dan tanpa peringatan, tiba-tiba Aaron mendorong tubuh Maddie dengan kaki kanannya—berniat untuk menubrukkan tubuh Maddie ke pinggir meja. Namun, siapa sangka bahwa gadis itu menahan dorongan Aaron.
Tangan Maddie sedikit gemetar, menandakan betapa kuat dorongan kaki Aaron, sehingga di antara suara riuh para murid Maddie berkata, "Menyerang seseorang dari belakang. Bukankah itu juga salah satu perbuatan seorang pecundang?" Wajah Maddie memerah bahkan dengan sekuat tenaga berusaha menegakkan punggung, melawan kekuatan Aaron.
"Maka kau sama pecundangnya, menendangku secara tiba-tiba. Merusak hiburanku bersama si domba itu," tukas Aaron, memperkuat dorongan kakinya dan secara spontan mendorong punggung Maddie hingga berhasil membentur ujung meja.
Alma memekik ketakutan dan juga khawatir, sedangkan Shone tampak sekali bahwa ia ketakutan bahkan tubuh pemuda itu bergetar hebat. Jauh di dalam lubuk hati, mereka sebenarnya ingin menolong dan menghentikan semua ini. Namun, setelah mengingat bagaimana prilaku Aaron terhadap orang-orang yang mengusiknya, mereka tidak bisa melakukan apa pun selain menonton dan diam.
Tidak terkecuali para murid populer atau murid tanpa skandal, mereka terlihat sibuk merekam kejadian tersebut lalu menyebarkan ke media sosial. Menjadikan hal tersebut sebagai hiburan dan memperlihatkan, bahwa Aaron adalah bad boy tampan dari Santonius High School.
Maddie bangkit dari kursi setelah menggebrak meja lalu berdiri tepat di hadapan Aaron. Jarak mereka hanya sekitar kurang dari satu meter dan jika perkelahian terjadi, maka ini akan sangat mengerikan.
Perkelahian jangka pendek bukan pilihan yang tepat untuk dilakukan di kantin sekolah, terlebih para guru tidak akan tinggal diam jika mengetahui hal tersebut. Mereka berdua akan mendapatkan hukuman terberat yaitu skorsing andai salah satunya mengalami luka-luka.
Beruntung, Maddie tahu di mana ia sekarang sehingga setelah menenangkan diri untuk beberapa saat, ia maju selangkah membuat jarak Aaron semakin dekat dengan dirinya.
Tidak peduli seberapa tinggi tubuh Aaron yang menjadikan Maddie tampak kerdil karena hanya se-bahu pemuda itu, ia berkata dengan penuh ketegasan, "Kau memancing amarahku, mencoba menjebakku untuk berkelahi denganmu di area sekolah. Maaf, aku tahu batasan tidak sepertimu yang hanya menjadi sampah masyarakat dengan predikat bad boy idola para gadis dan orang-orang tidak waras yang sibuk merekam bentuk penindasan."
Tanpa pikir panjang Maddie menampar wajah Aaron, hingga membuat pemuda itu membalasnya dengan jambakan sampai-sampai Maddie menampilkan ekspresi kesakitan.
"Jika aku ingin, aku bisa mematahkan tulangmu sekarang juga. Tapi kau beruntung, karena tidak mau menghancurkanmu secepat itu, ada cara lain yang lebih menyakitkan," kata Aaron penuh penekanan. Bahkan urat leher pemuda itu menyembul jelas menandakan amarahnya hampir mencapai puncak.
Memangnya siapa yang suka dikatakan sebagai sampah masyarakat? Terlebih jika julukan tersebut diarahkan kepada seseorang dengan emosi mudah terpancing, seperti Aaron.
Dengan kasar Aaron mendorong tubuh Maddie lalu pergi meninggalkan gadis itu—bergabung bersama geng-nya. Aaron tidak mau repot memikirkan bahwa jambakannya berhasil membuat kepala Maddie berdenyut nyeri. Ia hanya memikirkan cara tentang bagaimana membuat Maddie menundukkan pandangan seperti para pecundang dan murid lainnya.
Bagi Aaron berhasil menindas Maddie adalah suatu prestasi karena selama ini hanya gadis itu yang berani melawannya.
"Aaron Dawson, dari yang kau katakan, aku bisa mencium aroma bahwa kau bangga dengan predikat bad boy. Akan kuperjelas sebelum aku pergi dari sini." Maddie melipat kedua tangan di atas dada, mengabaikan bahwa aroma tubuhnya benar-benar sudah mengganggu dan terasa begitu lengket. "Apa sebenarnya definisi bad boy, selain pecundang tak punya otak yang hanya mengandalkan otot untuk menindas. Kau sama saja seperti seorang keledai bertubuh tirex."
Refleks ekspresi Aaron semakin menegas. Ucapan Maddie barusan berhasil membuat teman-teman Aaron dan para murid di kantin menjadi bungkam. Bukan karena definisi seorang bad boy versi Maddie, tetapi karena baru saja Maddie mengatakan bahwa Aaron adalah keledai. Dengan kata lain, Maddie telah memukul genderang peperangan secara resmi.
***
Maddie masuk ke dalam toilet lalu menguncinya rapat-rapat. Beruntung hanya ia yang berada di sana karena seketika teriakan tertahan terdengar dari salah satu bilik toilet. Jika itu bukan Maddie, maka isak tangis mungkin saja terdengar. Terlebih ruangan sempit itu membuat aroma tak mengenakkan semakin tajam.
Maddie sudah tidak tahan lagi, tak mungkin membuang waktu hanya untuk meluapkan amarah di bilik toilet. Diliriknya benda bulat yang mengelilingi tangan kiri lalu berdecak pelan—sebentar lagi jam makan siang berakhir dan Maddie butuh waktu membersihkan diri.
"Persetan! Bolos bukanlah hal baru bagiku." Maddie membuka kemejanya, meninggalkan tubuh bagian atas yang hanya mengenakan bra lalu mencuci rambut di washtafel.
Sial, Maddie tidak memiliki shampoo dan aroma sup ayam begitu kuat di rambutnya. Sejak awal tidak mungkin Maddie sempat mengikuti kelas selanjutnya. Namun, lima menit kemudian seseorang memasuki toilet—menghampiri Maddie yang sibuk mencuci rambut.
"Pake saja shampoo-ku sebagai permohonan maaf karena tidak membelamu, tapi kau tahu kami semua takut pada Aaron." Alma menggulung rambutnya, sebelum menuangkan shampoo di rambut Maddie dan membantunya. "Kau lebih baik, daripada kita, Maddie."
"Tidak ada yang lebih baik, daripada membolos kelas demi membantu seorang teman menghilangkan bau sialan ini," ucap Maddie, sambil tersenyum meski Alma tidak bisa melihatnya. "Thanks, Alma."
"Aku juga membawakan handuk, hoddie, dan tasmu. Kau meninggalkannya di kantin ...."
Maddie memiringkan kepalanya menatap Alma—Maddie yakin bahwa sekali pun dia tidak pernah membawa peralatan mandi ke sekolah. "Aku tidak pernah membawanya, tapi kau mempersiapkan hal itu. Apa mereka melakukan hal yang sama padamu?"
Diam sesaat, sambil menunggu jawaban Alma, Maddie memutuskan untuk mengambil handuk di tangan Alma kemudian mengeringkan rambutnya. Well, meski Alma tidak atau belum menjawab pertanyaan Maddie, gadis itu bisa memahami bahwa Alma mengalami perlakuan buruk.
Fakta yang membuat Maddie semakin tidak menyukai para penindas.
"Orang-orang seperti kami selalu memiliki persiapan—"
"Alma, aku bisa menendang bokong si kepala perak itu jika kau mau. Di luar lingkungan sekolah," ucap Maddie memotong perkataan Alma.
Refleks Alma menggeleng cepat, menolak tawaran Maddie. Tentu saja, dia malah langsung memikirkan hal terburuk jika Maddie berurusan lebih jauh dengan sosok Aaron.
Siapa pun di Santonius High School tahu, bagaimana perangai Aaron terhadap lawannya—di tahun pertama mereka di sekolah, salah satu korban termalang pemuda itu adalah pasangan Zac dan Alsou—senior tingkat tiga yang berakhir di rumah sakit karena ingin menjebak Aaron sebagai agen perdagangan ganja.
Masalah yang sangat berat untuk usia belasan tahun seperti mereka. Namun, membuat lawan berakhir di ruang ICU rumah sakit lebih menyeramkan dalam hal perkelahian dua lawan satu. Parahnya, Aaron tidak memandang apakah itu perempuan atau laki-laki.
"Sebaiknya kau jangan terlibat terlalu jauh dengan Aaron, Maddie. Meski kupikir kau pandai bela diri, tapi Aaron adalah laki-laki," ucap Alma yang bergidik ngeri, teringat peristiwa dua tahun lalu.
****
Bagaimana chapter ini?
Kalian butuh percakapan lebih banyak atau narasi?
Salam sayang, maaf lambat up.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro