[2] Curahan terpendam
Hai pembaca, enjoy baca ceritaku ya! ♡
⛄𝔗𝔥𝔢 𝔐𝔬𝔰𝔱 𝔉𝔯𝔬𝔷𝔢𝔫 ℑ𝔠𝔢 ℭ𝔯𝔢𝔞𝔪⛄
Bel istirahat menggema ke seluruh seantero sekolah. Guru-guru yang mengajar di kelas bersiap-siap untuk mengakhiri materi hari ini. Para siswa merapihkan alat tulis, lalu siswa-siswi kelas lain telah dulu berlari kesetanan berbondong-bondong menyerbu kantin. Namun Kana lebih memilih berdiam diri di kelas.
Kana masih sibuk memecahkan soal matematika yang barusan diberi pak Zaenal. Konsentrasinya tertuju pada soal essay berkemas cerita pelajaran trigonometri.
Kana menggaruk tengkuk dan berdecak frustasi melihat jawaban jalan matematika yang ia kerjakan tidak ada di jawaban.
Kana terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, sehingga ia tidak melihat ada sepasang mata yang mengamati dari jauh. Sepasang mata milik Annaka. Ia tersenyum sinis melihat cowok itu tampak begitu memusatkan pikiran dan konsentrasi hanya untuk menumpas rasa penasaran terhadap matematika. Kelihatannya nih cowok lebih demen mendep di goa!
Walaupun dingin, orang ini unik, ada kharisma tersendiri. Annaka bisa memandang sesuka hati karena jarak bangku mereka bersebrangan.
Drt.. drt..
Handphone Annaka bergetar. Ia meraih handphone di atas meja dan melihat siapa yang mengiriminya pesan singkat.
From: Flora
Ka, cepetan ke kantin barat. Gercep ya...
Annaka langsung menyusun buku-buku yang terpencar di atas meja. Sebelum menuju ke kantin, Annaka sengaja melewati tempat duduk Kana dan memberikan pena yang sempat tertinggal.
"Terima kasih, Kana," Diletakkan pena mendekati Kana, namun ia tak peduli, tidak sedikitpun berniat mengalihkan pandangan dari soal matematikanya.
⛄𝔗𝔥𝔢 𝔐𝔬𝔰𝔱 𝔉𝔯𝔬𝔷𝔢𝔫 ℑ𝔠𝔢 ℭ𝔯𝔢𝔞𝔪⛄
Sepasang kaki jenjang milik Annaka terus berjalan cepat dan melihat kesana kemari tempat duduk kantin. Mengingat jam istirahat singkat, Annaka menelpon Flora. Setelah Terdengar suara Flora dan mencari arah sumber suara, panggilan terputus. Matanya, menangkap keberadaan Flora yang sedang duduk di sudut kantin.
"Hai Flora fauna! Kenapa muka lo kusut gitu?" tanya Annaka tanpa basa-basi.
"Jangan mulai deh Kaa, gue lagi badmood," jawab Flora sambil mengaduk-aduk bakso tak berselera.
Annaka tersenyum simpul, lalu duduk berjajar dengan Flora. Ia merangkul Flora pelan.
"Badmood kenapa?"
"Makan bakso lo, nanti keburu dingin," ucap Flora jelas-jelas mengalihkan perhatian.
"Kalau ada masalah cerita aja sama gua, gua siap menjadi pendengar setia," ujar Annaka spontan sambil meraih botol saus sambal menuangkan ke mangkuk miliknya.
Flora tampak menimbang-nimbang perkataan sahabatnya. Mengapa ia tak terpikir? daripada terpendam sendiri lebih baik ia tumpahkan semua curhatan pada orang terpecaya. Seperti Annaka, sahabat terbaik. Selama ini belum pernah Annaka berbuat suatu hal sampai Flora kecewa. Ia selalu menjaga persahabatan. Persahabatan mereka langgeng, tahun ini telah berjalan dua tahun. Jadi, buat apalagi ia meragukan kesetiakawanan dengan Annaka.
"Gue memang ada lagi bingung sama seseorang," tutur Flora pelan. Menatap gelas es jeruk dengan tatapan kosong.
"Bingung kenapa?" selidik Annaka, melihat sahabatnya berkata ragu-ragu.
"Tapi Ka, gue malu mau cerita sama lo, karena cuman masalah percintaan," Ucap Flora akhirnya, dengan suara nada pelan.
Annaka mendengus geli. Jadi ini permasalahan sahabatnya karena urusan cinta. Jauh di luar dugaan, Pikirannya menduga lain. Bisa jadi karena hal keluarga atau ada masalah diri sendiri.
Merasa belum mendapat informasi yang jelas, Ia terus berusaha menggali informasi lagi.
"Cie ... ciee ... terus apa yang membuat lo galau?"
"Jadi gini, gue pernah dekat sama seseorang dari SMP. Waktu itu, sengaja nungguin dia selesai organisasi dan pulang bareng ama dia. Gue sepaket ama dia, dimana ada dia pasti ada gue."
"Terus?" tanya Annaka merasa tidak menemukan titik masalah.
"Masalahnya dia nggak peka dengan perasaan gue. Rasanya gue malu kalo terusan dekat sama dia apalagi status kami belum jelas. Dulu banyak yang ngira gue ama dia pacaran. Padahal hanya temen biasa," jelas Flora diselingi helaan napas.
Annaka melihat Flora dengan tatapan iba. Kasihan juga memendam perasaan bertahun-tahun tapi belum berbalas juga. Bisakah disebut bertepuk sebelah tangan? Yang tau hanya Flora tersendiri.
Sebenarnya seseorang itu nggak peka atau sahabatnya terlalu sensitif?
"Memang siapa orang itu?"
"Orang itu dekat dengan kita. Bahkan gue yakin lo pasti mengenal dia ..." Annaka menaikkan alis sebelah.
Siapa dia?
Sepertinya Flora sengaja menggantungkan kalimat curhatnya.
Rasa penasaran Annaka memuncak. Plis, Flora jangan bikin gue penasaran
"Ah, yakin lo mau tau?" celetuk Flora usil. Perlahan senyumnya mengembang. Ia tau bahwa Annaka saat ini dirundung rasa penasaran.
"Cepetan kasih tau!" Annaka gemas dengan tingkah Flora.
"Namanya...." Flora tergelak. Ia sengaja mempermainkan Annaka lagi.
"Janji nggak heboh?" bisik Flora santai.
Annaka mengangguk.
"Namanya Kana Aldryc Raymond, dulu mantan gebetan gue, sekarang boleh lah naik dikit jadi calon pacar," ucap Flora dengan wajah memerah, sesekali mengulum senyum.
Kana Aldryc Raymond.
Rasanya pernah dengar namanya. Terdengar tidak asing bagi Annaka. Annaka berusaha mengingat nama tersebut dan kemudian ia tersentak kaget.
Tunggu?
Dia bilang apa barusan? Kana? Jangan bilang itu nama orang berhati Es balok yang pagi tadi ketemu.
"K-kana?" ucap Annaka terbata-bata. Mengapa Annaka gugup sekali mendengar nama Kana?
"Menurut lo, dia gimana?"
"Kana? Si bocah kanebo? Biasa aja, orangnya nggak asik," ketus Annaka. kejadian tadi pagi tiba-tiba terulang di memorinya, membuat ia malas membahas seseorang itu.
"Hah?"
"Apasih yang istimewa dari Kana? Hatinya dingin seperti es kutub, matanya seram seperti kelalawar. Gak akan bahagia Ra, sama orang sedingin dia. Paling yang menjadi applouse nya hanya potensi akademik saja."
"Jadi intinya?"
"Gue nggak rekomendasiin lo sama dia! Wajar kan sebagai sahabat--gue ngasih pilihan yang terbaik, jangan mau sama si abnormal."
"Abnormal?" Flora tidak menyangka sahabatnya berkritik tajam tentang Kana.
"Tepat sekali, Biasanya cowok normal itu kalo dideketin cewek merespon. Ini lebih milih comic dan buku yang jadi ceweknya. Padahal banyak cewek ngantri sama tuh cowok."
Flora memberi isyarat kepada Annaka melalui kedipan mata. Namun Annaka terus berceloteh ria. seseorang telah berdiri di belakang sambil menyimak setiap tutur kata yang keluar dari mulut Annaka.
"Percuma Ra, mengejar Kana nggak akan ada happily after dan nggak ada habisnya. Harusnya dia dari sekian cowok perlu lo hindari, sekarang aja kaku gimana nanti yang ada lo bakal makan hati tiap hari. 'Move On'. Daripada lo nyakitin batin send-" Flora semakin panik. Flora membekap mulut Annaka dan spontan menyuruh diam.
"Gue juga nggak nyangka, gue bisa seperti itu!" sahut Kana tiba-tiba dengan suara bass-nya.
Satu suara khas itu memecahkan konsentrasi mereka berbicara. Terlebih lagi Annaka yang kaget mendengar suara petir dari Kana. Terdengar menusuk dan mampu membuat bulu kuduk Annaka merinding.
Apakah Kana mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi? Rasanya ingin sekali mencabut kata-kata barusan ia ucapkan. Tapi tidak mungkin, kata-kata bukanlah sebuah makanan kadaluarsa yang mudahnya ditarik kembali.
Kemudian kana menaruh sesuatu di atas meja makan membuat mata Annaka membulat sempurna. Ternyata itu adalah pena yang ia berikan tadi sewaktu Kana sibuk mengerjakan soal. Lalu apa yang salah? Ada. Terlihat ukiran pena di situ tertera nama 'Naka' artinya Annaka salah memberi pena. Annaka menyadari bahwa nama mereka berdua menpunyai kesamaan huruf konsonan dan vokal.
"Penanya tertukar."
Kana menatap Annaka tanpa ekspresi, terus membuat Annaka menunduk. Bahkan ia membayangkan ada malaikat ganteng pencabut nyawa dihadapannya. Tuhaaan, tatapan Kana membuat mati rasa.
Kana bergabung dengan Flora dan Annaka tanpa meminta izin terlebih dahulu. Lebih tepatnya sekarang Kana duduk bersebelahan Annaka. Saat sedang duduk tenang tiba-tiba sahabat Kana yang bernama Andre datang dengan membawa seplastik snack yang berisikan kwaci sedangkan Kana tenggelam dengan membaca comic serial Detective Conan terbaru.
"Kwaci lagi?" tanya Kana heran.
"Gini-gini makan kwaci itu sehat loh, nggak terlalu banyak micin dan gak pokoknya cocok buat vegetarian."
"Sehat ya sehat, sehat buat lo tambah krempeng. Pantesan lo minim gizi gak pinter milih asupan makan," cerocos Kana tanpa mengalihkan pandangan dari comic.
"Sialan, lo Kan. Daripada lo lebih milih ngisi otak dan pikiran tapi gak mikirin isi perut sama sekali," gerutu Andre sambil menghisap kulit kwaci.
"Cicip," ucap Kana sambil merogoh bungkusan kwaci dan mengambil satu.
"Nyicip juga akhirnya," cibir Andre sambil mengalihkan pemandangan dari kantin.
Annaka dan Flora masih duduk tak jauh dari Kana dan Andre. Mereka berdua layaknya penyimak yang sedang menonton pertunjukan. Annaka dan Flora tidak tahu harus menimpali obrolan apa disela-sela Kana dan Andre berbicara.
Gimana nih, apa gue harus kabur aja ya, biar nggak berurusan ama Kana?! Mulut juga kayak rem blong, teriak Annaka dalam hati.
"Kwaci ladies," tawar Andre kepada Annaka dan Flora.
"No! makasih," jawab serentak.
"Giliran jawab aja pada kompak!" cibir Andre kesal, mengurungkan niatnya membagikan kwaci.
Kana diam-diam menertawakan Andre. "Ck.. makanan bocah ditawarin, kayak gak ada makanan lebih elite."
Jelas mereka menolak, selain itu hanya orang kurang kerjaan yang repot-repot mau makanan serumit itu. Kayak Andre yang sangat terobsesi dengan kwaci. Alasannya karena kwaci merupakan makanan nostalgia.
Kana beranjak dari tempat duduk dan menarik tangan Annaka. "Ayo."
"Kemana?" ucap Annaka setengah berdiri kemudian terduduk lagi.
"Kelas,"sahut Kana singkat.
"Sama gue?"
Kana memutar matanya, langsung meraih pergelangan tangan Annaka. "Emang ada orang lain yang sekelas sama gue selain dengan lo?"
Cewek itu tersenyum kikuk, belum sempat pamitan dirinya sudah ditarik Kana. Tarikan tangannya sedikit kencang membuat Annaka sedikit meringis.
Ada motif apa Kana tiba-tiba mengajak ke kelas bersamaan? Bukankah istirahat masih ada 15 menit lagi. Atau Kana dendam dengan perkataan Annaka barusan. Memikirkan itu saja membuat kepala pusing tujuh keliling. Belum lagi rasa bersalah bercampur takut mengahadapi Kana setelah ini. Tapi itu realistis kan? Kalo sifat Kana memang begitu.
"Lepas! Gue nggak mau digeret-geret kayak kambing." Sentakan dari Annaka membuat Kana refleks melepaskan genggaman.
Kana kembali menarik tangan Annaka. "ada pemilihan sturuktur kelas."
Annaka mengerti dan mengangguk ia berjalan mengikuti Kana yang sudah jalan duluan meninggalkan dirinya. Tak lupa, ia melambaikan tangan kepada sahabatnya.
Ada rasa iri mengerayangi hati Flora, Bagaimana tidak? Semenjak SMP Kana tidak pernah menyentuhnya secara langsung atau berpegangan tangan. Tapi, tadi? Apa itu sebuah gerakan tidak sadar atau memang sengaja ingin memegang tangan Annaka.
⛄𝔗𝔥𝔢 𝔐𝔬𝔰𝔱 𝔉𝔯𝔬𝔷𝔢𝔫 ℑ𝔠𝔢 ℭ𝔯𝔢𝔞𝔪⛄
Annaka terus mengejar Kana yang mempercepat langkah jalan. Butuh dua langkah atau tiga langkah lagi agar mereka jalan berjajaran. Tapi Kana sepertinya tidak mau jalan dengan Annaka. Ia terus mempercepat langkah jalan, membuat Annaka harus berjalan lebih cepat lagi.
Saat menyusuri lorong koridor ketiga, tiba-tiba Annaka dan Kana dihadang oleh adik kelas yang merupakan fans berat Kana atau bisa dibilang pengagum rahasia Kana. Adik kelas itu tidak sendirian, ia membawa pasukan-pasukan pecinta Kana untuk memberikan sebuah hadiah. Hadiahnya berupa susu kotak, bunga bucket, permen, dan coklat.
"Kak Kana!!!" Suara wanita cempreng itu nyaris membuat gendang telinga Kana rusak, saking dahsyatnya suara itu menggema sudut-sudut koridor.
Kana menghela napas berat. Ia melihat adik itu lari-lari dari kejauhan seperti kesetanan. Bahkan, tampilan adik ini memang cocok dibilang setan. Lihat rambutnya tergerai panjang menutupi mata dan muka, tangan seperti menggapai-gapai. Membuat Kana bergidik ngeri.
"Nih kak."
"Buat kakak."
"Untuk kakak."
Sekian dari mereka berlomba-lomba mengambil hati Kana. Namun Kana tetap membisu dan tidak mengambil hadiah satu pun dari mereka. Melihat itu Annaka hanya menggeleng-geleng kepala.
Kana memang unik. Biasanya jika seseorang mempunyai banyak penggemar ia akan merasa bangga atau kagum pada diri sendiri. Tapi ini tidak berlaku dengan Kana, ia malah terlihat tidak tertarik, selalu menampilkan ekspresi datar ala dirinya. Bahkan Kana terlihat menghindar dari kejaran-kejaran buas oleh sekelompok fans yang kelaparan akan dirinya. Tapi apa yang membuat Kana digandrungi banyak fans? Ini membuat Annaka bingung.
"Ambil aja." Annaka menyenggol lengan Kana
"NGGAK." Kana bersikeras menolak.
"Hargai mereka, mereka membeli semua barang itu dengan uang bukan dengan sehelai daun," nasihat Annaka singkat.
"Ambil," perintah Kana pada Annaka.
Annaka maju selangkah lalu mengadah semua hadiah pemberian adik kelas. Tanpa mengucapkan terima kasih Kana terus berjalan melewati pasukan-pasukan yang berjajar dihadapannya. Annaka mengekor Kana dari belakang.
"Semua hadiah itu buat lo," ucap Kana tanpa menoleh kebelakang.
"Kenapa buat gue?" tanya Annaka pelan.
"Takut ada macam-macam."
"Maksudnya?"
"Ada pelet guna-guna atau sianida," jawab Kana asal-asalan.
"Mereka semua suka sama gue, siapa tau salah satu antara mereka ada yang memakai cara licik dengan pelet. Begitu juga sebaliknya, mereka pasti ada yang benci sama gue dan menaruh sianida agar cepat mati muda. Karena bisa jadi mereka benci dengan sikap gue," jelas Kana mengeluarkan asumsi mengenai penolakan hadiah.
"Jadi lo mau ngasih ke gue? Terus kalo gue kena dampak dari fans-fans lo gimana?"
"Risiko."
⛄𝔗𝔥𝔢 𝔐𝔬𝔰𝔱 𝔉𝔯𝔬𝔷𝔢𝔫 ℑ𝔠𝔢 ℭ𝔯𝔢𝔞𝔪⛄
Baru saja Kana membuka setengah pintu kelas, terlihat keadaan kelas seperti pasar. Berantakan dimana-dimana. Ada yang sahut-sahutan seperti orang hutan. Ada yang main kertas-kertasan membuat pesawat terbang dan bagi siswi wanita mereka lebih memilih curhat atau berselfie ria dengan teman sekelasnya. Walaupun kelas mereka terkenal dengan otak jenius, jangan salah, mereka juga butuh hiburan-hiburan atau kenakalan seperti kelas yang lain. Tapi tetap, jika sudah masuk pelajaran mengajar mereka bisa terlihat seperti musuh satu sama lain.
Dalam artian ada atmosfer jahat yang menguasai suasana panas dalam kegiatan belajar mengajar.
Tak jauh dari Kana berdiri, ada seorang wanita berhidung mancung, rambut dikuncit ekor kuda dan tangannya memegang penggaris panjang sedang berkacak pinggang melihat Kana dan Annaka. Wanita itu adalah Stefie. Stefie adalah wanita yang pandai bergaul, ia tidak pilih-pilh teman. Tak heran, stefie kerap dijadikan sumber informasi menggantikan mbah google, ia tahu segala informasi sekolah, dan stefie juga sebagai juru kunci kelas.
Walaupun begitu, stefie tidak mau terlibat dengan masalah-masalah yang berkaitan tentang kelas. Contohnya tidak mau menjadi kandidat pengurus kelas.
"Ngaretnya keterlaluan, udah terlambat lima belas menit," seru stefie sambil melirik jam tangan kulit, melingkar manis ditangan.
"Sorry deh, stef.. gue gak tau kalo kelas kita ada pemilihan pengurus kelas," cengir Annaka, sedangkan Kana terdiam ditempat.
"Lain kali ngaretnya lebih lama yaa, sudah duduk sana," sindir stefie kemudian menyuruh duduk.
Saat mereka duduk ketempat masing-masing, Stefie mengetuk-ngetukan papan tulis dengan penggaris yang ia bawa sejak tadi. Seketika kelas bersuasana pasar itu berubah menjadi kelas kuburan. Mata Stefie tertuju pada Rony yang masih asyik dengan permainan smartphone genggam dan teman-teman yang lain.
Merasa diabaikan, Stefie melemparkan suatu benda kepada Rony yang membuat Rony meringis kesakitan.
Rony ingin marah tetapi setelah melihat mata sangar stefie ia langsung meneggelamkan kepala dalam tas.
"Perhatian-perhatian! Sesuai janji kita hari ini, kita akan ada pemilihan struktur kelas. Terus wali kelas kita berhalangan hadir, tapi tetap beliau memandatkan ke saya untuk menyampaikan pesan ini-"
Belum selesai berbicara, semua anak murid sudah bersorak gembira mendengarkan ketidakhadiran wali kelas mereka, sontak membuat stefie marah.
Memang, bagi murid-murid mendengar kabar guru tidak masuk itu lebih indah daripada mendengarkan perintah pengumpulan tugas.
Tugas hanya bisa membuat para murid sengsara akut. Apalagi kalau tugas banyak lalu hanya diberi tanda tangan, rasanya ingin sungkeman dengan guru.
"Diam!" bentak Stefie menunjuk lurus satu-satu keseluruh siswa.
Kana melihat itu hanya menatap tatapan tanpa minat. Ia sibuk menyumpalkan headseat di kedua telinga agar ia tidak mendengar suara-suara kicauan tidak jelas, termasuk suara cempreng Stefie.
"Pemilihan ini secara vote. Untuk kandidat calon ketua kelas kita yang pertama adalah Kana Aldryc, kedua Ziyan Mahendra dan ketiga Zafran Pratama, silahkan pilih salah satu," ujar Stefie mantap sambil menuliskan nama kandidat dipapan tulis.
Saat nomor satu disebutkan Stefie, semua murid mengacungkan tangan ke udara. Apalagi hampir rata-rata siswi cewek memilih Kana. Tetapi, Annaka tidak ikut menunjuk. Sedangkan siswa cowok hanya sebagian saja memilih Kana.
"Kedua," Annaka wanita yang mengacungkan sendirian, sedangkan semua pria yang tidak memilih calon pertama, ikut menunjuk milih yang kedua. Dan berarti tidak ada sisa untuk suara terakhir artinya suara terakhir mendapat nol suara.
Kasian Zafran. Zafran tersenyum miris ketika kandidat ketiga disebutkan. Tidak ada yang memilih. Itu wajar karena Zafran tidak pantas menjadi pengurus kelas, Zafran tidak berbakat dalam hal komunikasi dan ia juga kaku dalam segala hal mengenai percaya diri.
Pemilihan berlangsung selama jam akhir pelajaran, hasil pemilihan menetapkan Kana sebagai ketua kelas dan jajaran-jajaran lain yang sudah disepakati bersama. Termasuk Annaka, ia terpilih sebagai bendahara kelas.
Walaupun Annaka mempunyai sifat ceria dan friendly terhadap sesama teman. Tetap saja ia akan berubah, jika sudah berurusan dengan duit. Dalam sekejap Annaka bisa berubah menjadi pereman pemalak di pasaran.
⛄𝔗𝔥𝔢 𝔐𝔬𝔰𝔱 𝔉𝔯𝔬𝔷𝔢𝔫 ℑ𝔠𝔢 ℭ𝔯𝔢𝔞𝔪⛄
"Kana, Annaka nanti abis selesai piket temuin bu Nadine ya, katanya ada yang mau disampein. Btw, gue balik dulu," ucap Stefie kencang, sambil meletakan sapu menggeletak begitu aja.
Kana menatap Stefie dengan tatapan tidak suka. Entah karena Stefie menyapu tidak bersih atau karena Stefie sengaja meninggalkan berduaan dengan Annaka.
Kemudian satu tepukan bahu pelan membuat Kana menoleh. Kana melihat Annaka membersihkan semua sampah-sampah yang berserakan sekitar lantai.
Kana ingin membantu Annaka yang sedang kepayahan memegang sapu, serokan dan kantung plastik sampah. Tetapi rasa ego menyelimuti dirinya.
Ngapain cowok abnormal membantu cewek upik abu.
"Gue tunggu depan kelas,"
Tingkah laku Kana membuat Annaka mendengus kesal. Sama sekali tidak ada perhatian. Padahal Kana melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Annaka sedang kesusahan. Tapi benar-benar ia tidak peduli akan hal itu. Kana memang cowok berhati Freezer!
Annaka melanjutkan bersih-bersih kelas seorang diri. Tangannya sigap menyapu asal-asalan agar cepat selesai. Kemudian secepat kilat menyambar tas ranselnya dan menyusul Kana keluar kelas.
Kana terlihat santai melihat kedatangan Annaka," Ikut."
Annaka belum selesai mengatur napasnya sudah ditarik duluan dengan Kana. Saat Annaka bertanya, Kana tidak merespon. Kana merasa jalan sendirian. Bahkan ia berjalan cepat dari Annaka. Membuat Annaka harus berlari kecil untuk mengejar Kana.
"Tunggu Kana!"kejar Annaka cepat.
"Janjian ketemuan sama bu Nadine dimana?"
"Sampe," ucap Kana singkat.
Kana dan Annaka menatap lurus ke sebuah tempat.
Langkahnya pelan-pelan memasuki bagian wilayah berbahaya tersebut. Sebab banyak barang pecah belah atau barang bersifat korosif berjajar pada rak tersebut.
Tiba-tiba ada sesuatu yang membuat Annaka menjerit ketakutan dan Kana datang menenangkan Annaka yang sedang ketakutan.
TBC
THANKS PEMBACA YANG SUDAH MAMPIR LIKE, COMENT DAN SHARE CERITAKU...
SAMPAI JUMPA DI BAB SELANJUTNYA
TTD
CIAL
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro