Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. More Than Beautiful

Harimau bengkak, serius, deh enggak ngerti lagi tentang gimana landasan teorinya dari keputusan Fariz dan Annora saat memilih Negara Belanda sebagai stand kita buat jualan?

Gabung sama anak semester tua a.k.a yang udah tidak punya kelas serta hanya tinggal ngerjain skripsi, ternyata bukan pilihan tepat. Meski Fariz ketika briefing mengatakan bahwa gabung sama kakak tingkat semester tua merupakan pilihan cemerlang karena dalam persiapannya bisa lebih matang sebab mereka memiliki banyak waktu luang akibat no routine class, no home work, only skripsi. Nyatanya itu semua cuma uap belaka, ugh!

Dari semua stand negara-negara terpilih di depan gedung dekanat Ilmu Sosial dan Politik, jika kalian hadir di sini maka akan terlihat stand yang paling menyedihkan, paling enggak kreatif, paling enggak niat, dan paling enggak jelas, yaitu stand Belanda. Percaya, deh, waktu pertama kali menginjakkan kaki di halaman gedung dekanat, rahangku sudah terjatuh hingga menjadi bahan permainan para kucing liar hanya karena melihat betapa parahnya stand pilihan kami. Kecebong asap! Isinya cuma kumpulan orang-orang pada nongkrong sambil ngerumpi, dengan isi stand yang hanya dihiasi oleh kincir angin dari kertas, pita-pita yang bisa dibeli di toko ATK, serta papan nama bertuliskan 'Welcome to Belanda' menggunakan tiga bahasa; Indonesia, Inggris, Belanda bagian ini agak modal dikit karena dibuat melalui beberapa bahan seperti; seni hand latering, balon, dan styrofoam yang dibentuk menjadi huruf. Sisanya ....

... benar-benar kosong. Tidak akan menjadi apa-apa jika tidak ada sound system di sana dan seprengkat alat disk jokey sehingga karena—mungkin—bingung mau ngapain mereka malah menawarkan jasa ajib-ajib di sana. Seriusan dari semua stand, menurutku stand Belanda-lah yang paling enggak niat dan enggak nyambung.

Maksudnya, bagaimana bisa seseorang mengadakan pameran atau lebih tepatnya mengenalkan seperti apa suatu Negara dengan kehebohan disk jokey? Apa mereka pikir hanya hiburan semata yang harus diperlihatkan? Ini salah besar dan sejak awal mood-ku jadi hancur. Alhasil berdagang serta melayani pembeli pun jadi setengah hati, padahal Boss Benji selalu berpesan bahwa harus selalu tersenyum serta menjadi sosok menyenangkan jika berhadapan dengan seorang pembeli.

"Darka, muka kamu jangan dilipet terus, dong." Fariz berdiri di sampingku, sambil menaburi gula-gula halus yang dicampur dengan cokelat bubuk sebagai topping poffertjes kemudian menyerahkannya kepadaku untuk dibungkus kemudian diberikan kepada para pelanggan. "Kalau muka kamu dilipet terus pelanggan bisa kabur," keluhnya, sambil menyubit pipiku gemas, diikuti oleh cubitan Annora di pipi kiri di mana sebelumnya dia sibuk membakar poffertjes.

"Kalau masih enggak mau senyum dan masih pasang muka jutek, ntar aku tambahi adonan kuenya di pipi kamu, loh, Kak," kata Annora, sembari memamerkan senyumnya kemudian mencolek adonan kue di telunjuk kanannya. Merasakan serta mendengar pengakuan Annora, refleks aku pun meraba pipiku kemudian ... bingo! Ucapan Annora bukan kaleng-kaleng, noda adonan kue tampak jelas di tanganku sehingga jika tidak ditahan oleh Fariz, perang adonan kue pasti tidak bisa dihentikan lagi sampai kami melupakan keberadaan pembeli yang sedang menunggu orderan.

Rasa ingin mengumpat Annora dengan kalimat, 'Dasar Cacing lumutan!' tapi kutahan karena ucapan tersebut sangat tidak dibenarkan jika berhadapan dengan pelanggan, sehingga kutahan emosiku setengah mati sambil mengelap wajah menggunakan tissue dan bersikap bersahabat saat memberikan pesanan, sekaligus menerima lembaran uang.

"Terima kasih, silakan datang kembali," kataku ramah sambil tersenyum sesuai permintaan Fariz, meski hati ini lagi bad mood berat akibat salah pilih stand.

Diam-diam mengamati kegiatan para kakak tingkat di stand Belanda, mereka malah keliatan makin absurd aja. Pasalnya, stand mereka Belanda, tapi malah nyalain lagu India plus salah seorang anggotanya sibuk joget-joget India dengan begitu piawai. Sekali ngeliat aja, aku yakin banget kalau itu cewek suka banget sama India sampai gerakan serta ekspresinya mendukung banget kayak artis-artis India yang sering nongol di stasiun TV ABTV.

Beralih ke stand Belanda yang beneran terkesan nganggur dan enggak niat, pandanganku beralih pada stand-stand lainnya, yaitu; India, Arab Saudi, Mesir, China, serta Korea Selatan. Mengamati sambil bekerja melayani para pembeli, atensiku tertarik pada lapak Mesir—menurutku cukup unik—dihiasi oleh gorden bercorak ala timur tengah sebagai gerbang masuk, memiliki permadani bermacam corak sebagai lantai, lagu-lagu arab yang disetel sayup-sayup sebagai penunjang suasana, dan jika masuk ke sana maka akan diberi fasilitas menikmati shisa gartis plus berfoto dengan maskot pasangan berkostum tradisional Mesir. Selain itu ada satu yang membuat lapak tersebut semakin diminati ialah, mereka menyediakan jasa meramal kartu tarot. Kapan-kapan kalau free nanti mau coba mampir ke sana, ah!

"Kak, aku pesannya pakai topping gula halus, aja." Perhatianku seketika teralih pada suara cewek berseragam SMA yang berdiri di hadapanku—hanya terhalang oleh meja—setelah menerima pesanan poffertjes-nya. Ia menatapku bingung, begitu pula denganku sebab yang bertugas memberikan topping adalah Fariz sehingga jika terjadi kesalahan, maka—

"Yang pakai topping susu bubuk sama bubuk cokelat itu punyaku, Mas. Yang ini punya punya dia," kata seorang lelaki—mungkin adik tingkatku—memcahkan kebingungan ini. Tanpa disuruh atau tanpa aba-aba, ia pun memberikan kotak poffertjes-nya yang cuma ber-topping gula halus kepada si gadis SMA kemudian menengadahkan tangannya ke arahku agat aku memberikan pesanan nyaris salah kirim itu.

"Oh, err ... oke, maaf salah fokus. Untung bukan uangnya yang salah fokus." Tertawa konyol, sebisa mungkin kucairkan suasana meski sadar bahwa Faris sedang menatap tajam, seperti Boss Benji yang sedang mengawasi bagaimana pekerjaan karyawannya di toko bunga Dahlia.

Di lain sisi, setelah semua kesalahan kecil, tapi nyaris menjadi besar itu selesai kucoba untuk melirik Annora yang sedang sibuk di bagian masak-memasak. Semakin dilihat-lihat, sebenarnya cewek itu enggak buruk-buruk amat cuma tingkah frontalnya suka bikin malu. Apalagi kalau ingat kejadian tadi pagi waktu kita masih berbenah, dengan entengnya Annora ngasih sebuket bunga matahari untukku sambil bilang 'Hari yang cerah untuk orang yang selalu mencerahkan hatiku.' di depan umum, di depan para kakak tingkat, serta mahasiswa lainnya hingga memicu gosip bahwa aku dan Annora adalah pasangan bucin.

Kuda ompong! Siapa yang pasangan bucin? Jelas-jelas yang suka nempel-nempel itu Annora dan lagi sekadar FYI aja, itu bunga ternyata keluaran dari toko bunga Dahlia. Entah kapan Annora memesan karena dilihat dari cara merangkainya, tentu bukan aku pelakunya. Mungkin Kirana atau Putri atau Boss Benji. Nama terakhir masih berada di kemungkinan nol koma satu persen sebab lelaki bergaya koboi tersebut kurang mahir dalam hal merangkai bunga.

"Kak Darka, sudah jam istirahat. Kata Kak Fariz kita tutup sementara dulu buat solat Dhuzur," kata Annora dengan suara cempreng khas dua panci saling bertabrakan sambil memeluk lenganku dan meletakkan kepalanya di bahuku. Tidak persis di bahu, sih karena dia pendek, tapi masih di lengan dekat dada. Kedelai hitam Maylika, demi apa jantung ini malah kembali jumpalitan hanya karena sentuhan kecil nan luar biasa tersebut.

Menggoyang-goyangkan lengan secara acak, kucoba sekuat tenaga untuk menjauhkan tempelan Annora. Namun, memang kuda bengek, ini anak malah masih aja nempel kayak lem kayu sambil senyum-senyum sambil sesekali colek-colek hidungku. Tentu saja kegiatan absurd ini menimbulkan teriakan heboh bin mengejek dari para kakak tingkat yang menonton kami, mereka bahkan menyanyikan kami banyak lagu romantis cenderung bucin hingga aku sendiri jijik mendengarnya.

"Ann, lepasin, dong. Kalau kamu nempel terus bisa-bisa kita diseret Pak RT buat kawin paksa," kataku memelas sudah kayak cewek karena enggak mungkin menjauhkan Annora pakai kekerasan, meskipun bisa.

"Disuruh kawin paksa sama Pak RT pun, aku enggak masalah. 'Kan sudah kubilang hatiku, diriku, cintaku, sungguh besar kepadamu uuuu ...," kata Annora dengan kalimat terakhir menggunakan senandung ala lagu dangdut. Aku enggak tau siapa yang nyanyi, intinya Boss Benji lumayan sering dengerin itu lagi lewat Youtube yang disetel nyaring-nyaring saat toko tidak terlalu ramai.

Memutar mata, rasanya pengen banget nendang ini cewek ke lubang hitam supaya enggak kembali lagi dan enggak ganggu-ganggu ketenanganku. Apa yang dikatakan Fariz kemarin itu beneran nihil kebenarannya, gimana mau dikasih hati, orangnya aja sudah agresif duluan?!

Masih bertempel-tempel ria dengan Annora, netraku berkeliaran mencari sosok Fariz. Maksud hati ingin solat Dhuzur bareng, tapi kenyataan pahit menyapa karena lelaki itu sudah melipir duluan bahkan sudah selesai wudhu dan siap untuk sholat. Refleks wajahku memberengut atas kecurangan yang dilakukan Fariz, sehingga tanpa perlu pikir-pikir tentang lelaki gentle segera kujauhkan tangan Annora dengan kasar. Namun, tidak seperti pelaku KDRT, cenderung kayak cowok lagi ngambek sama pacarnya.

"Ann, jangan nempel-nempel terus. Aku mau solat, emang kamu enggak solat?!" tanya yang pengennya terdengar normal, tapi malah kedengaran kayak emak-emak ngomel, nyuruh anaknya ibadah.

"Pengennya, sih sholat. Tapi ibadahku adanya setiap hari minggu."

Setiap hari minggu? Oh, jadi dia non muslim? Baguslah, jadi ini cewek enggak bakal berlari-lari cantik dan menganggu ketenangan ibadahku, sehingga setelah menarik napas panjang demi merelaksasikan diri, kutatap Annora dengan gaya melipat kedua tangan di atas dada.

"Dengar, Ann. Selama kita—aku sama Fariz—sholat, lapak kita kosong dan kita enggak tau apa semua orang di sini jujur atau enggak, jadi tugas kamu sekarang adalah jaga lapak, jangan keluyuran ke mana-mana. Meski kita sudah pasang tulisan tutup sementara. Paham?" Bebek penyok, gaya ngomong ini sudah kayak Boss Benji kasih nasihat setiap pagi aja! Dalam hati, aku tertawa-tawa mengingat bagaimana cara bicaraku barusan, kemudian di detik kelima Annora mengangguk mantap sambil mengacungkan dua jempolnya.

"Sip markosip," kata Annora lalu duduk di kursi plastik tempat aku meletakkan pantat jika situasi memungkinkan untuk memanjakan kedua kaki yang pegal.

***

Pukul tujuh malam dan acara pun benar-benar berakhir, meski beberapa stand masih ada yang nekad untuk buka jasa pameran—mengabaikan stand Belanda di mana baru jam tiga sore sudah pada bubaran—menyisakan kami si pedagang pengejar Rupiah—secara tidak langsung dituntut membersihkan lapak mereka setelah kekacauan akibat ulah Annora. Sebenarnya, bukan kekacauan secara harfiah, sih karena berkat Annora dagangan kita jadi laku keras, sampai adonan baru pun harus dibuat demi memenuhi keinginan konsumen. Beruntung aku dan Fariz beli bahan-bahannya sengaja dilebihkan sehingga enggak perlu repot lagi kalau situasi seperti ini terjadi.

Jadi kronologinya seperti ini, entah apa yang dilakukan Annora, sepulang kami dari solat Dhuzur tiba-tiba saja lapak dagangan kami jadi super ramai bahkan diluar kendali sampai-sampai tragedi poffertjes gosong pun terjadi berulang kali. Pokoknya sibuk banget, deh hingga di jam enam sore kelelahan menimpa kami dan beberapa orang masih menanyakan ketersediaan poffertjes.

"Ahh, capeknya," keluh Annora setelah meletakkan box berisi peralatan bahan-bahan jualan ke dalam mobil Fariz hasil pinjaman. "Ada niatan buat sekalian nonton pensinya, enggak?" tanya Annora, masih saja berkicau meski tadi bilangnya sudah lelah pake banget.

"Kamu yakin mau nonton pensi?" tanya Fariz, "katanya kemarin habis sakit." Duh, jangkrik jumpalitan! Perhatian banget si Fariz.

Annora menggeleng. "Enggak ngefek, kalau sama Kak Darka, mah, aku bakalan sehat terus." Sambil memamerkan otot lengannya ia mengangkat kedua tangan kemudian memamerkannya di hadapanku. Demi apa, coba?!

"Ngapain, sih? Jauh-jauh sana aku masih sibuk," kataku bohong banget karena dari tadi cuma berdiri doing, sambil ngitungin seberapa besar keuntungan yang kita dapat hari ini. Keberuntungan bertubi-tubi kami untung banyak dan jika dibagi bertiga pun, per orangnya masih bisa merasakan nilai Rupiah lebih dari cukup.

Masih sibuk menghitung-hitung Rupiah, Fariz menepuk pundakku lalu berbisik. Isi percakapannya pun bukanlah sesuatu yang kuharapkan karena ditengah drama lupa ini, Fariz mengatakan bahwa kita akan tampil sebentar lagi. Seriusan, deh badan bau keringat dan bulukan gini disuruh manggung, mau jadi apa?

Bekicot jongkok, tanpa menunggu persetujuan, Fariz sudah menyeretku dan tentu si tokoh utama misi ini yaitu Annora juga turut mengikuti kami setelah si cunguk mengajaknya dengan iming-iming pembagian gaji. Enggak tahu aja itu cewek, kalau sebenarnya dia bakalan liat aksi panggung paling kacau sedunia.

"Seriusan, nih kita mau manggung?" tanyaku ragu, saat kami sudah berada di atas panggung dan Annora berada di barisan terdepan. Seriusan, kalau situasinya kayak gini, rasanya sudah kayak mau nembak atau ngelamar cewek aja. Deg-degan banget!

Fariz si biang kerong malah senyum-senyum doang, sambil mengetuk-ngetuk microphone yang bertengger gagah di tangannya menggunakan telunjuk, kemudian duduk di kursi yang telah disediakan. "No need to worry, she will understand about your feeling," katanya, lagi-lagi sok English—melahirkan kerutan dalam di antara kedua alisku.

Masalahnya, emang kita mau bawain lagu apa? 'kan sebagai seorang gitaris harus tau dulu supaya terjadi keharmonisasian yang hakiki.

"Jadi teman-teman, sekarang kita akan mendengarkan sumbangan lagu romantis dari Fariz dan Darka, Lebih Indah-Adera, waktu dan panggung dipersilakan."

Penyut beracun! Seketika itu pula aku berharap jemariku kebas agar bisa kabur dari tanggung jawab sebagai gitaris dadakannya Fariz. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro