Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

◎ 9. Berteman? ◎

"Kenapa lo suka matematika?"

Devan menatap tajam Davia. "Gue udah pernah bilang kan kalo urusan kita itu cuma sebatas rekan tim? Kenapa lo masih nanya soal alasan gue suka matematika?"

Davia mengangkat bahu, mungkin ia mulai terbiasa dengan sikap Devan. "Biar akrab. Tujuan Bu Eka bikin kita belajar berdua kan supaya akrab. Kalo kita nggak akrab, tim kita juga nggak akan bisa kompak."

"Oke," Devan menghela napas. "Bukan gue suka matematika sebenernya, tapi kebetulan aja gue lebih ngerti matematika dibanding yang lain. Lo kan tau, fisika itu gabungan matematika dan biologi, kimia gabungan fisika, kimia, biologi. Jadi yang lebih simpel dan akar semuanya itu matematika."

Jawaban Devan membuat Davia mengangguk paham. "Ternyata lo nggak sependiam itu, ya, Kak?"

"Maksudnya?"

"Ya kan orang-orang ngerasanya lo jutek, irit ngomong, tapi lo ngomong sepanjang tadi dalam satu tarikan napas itu keren loh," jawab Davia, bibirnya tersenyum lebar hingga matanya menyipit.

Devan membuang wajahnya ke samping, berdeham. "Jadi, dari mana lo dapet rumusan kayak gitu?"

Tawa Davia pecah, ia menaruh ponselnya di meja dan mengambil pensil. Ia menjelaskan secara rinci awal dari rumus itu ada. Sesekali Devan mendebat penjelasan Davia, lalu mereka saling beradu pendapat, sampai akhirnya kembali menemukan penyelesaian.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Langit pun telah menggelap, Devan merapikan buku-bukunya sementara Davia masih sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Nak Devan, udah selesai belajarnya?"

Suara Mama yang masuk ke ruang tengah mengagetkan keduanya. Devan menunduk sambil tersenyum tipis, sementara Davia tetap sibuk dengan ponselnya sambil tertawa sesekali

"Iya, Tante. Saya pamit pulang, ya. Maaf udah ngerepotin," kata Devan, ia hendak menyalami mamanya Davia.

"Eh, makan malam dulu aja. Kamu bawa motor, kan? Nggak apa-apa dong pulang rada malem? Tante udah siapin makan malamnya, Om juga udah di meja," ajak mamanya Davia.

Devan menggeleng sopan. "Nggak usah, Tante. Nanti ngerepotin. Saya langsung pulang aja."

"Nggak ngerepotin, kok, Nak. Kamu kabarin orang tua kamu ya, kalau kamu pulang telat," kata Mama sambil tersenyum. Pandangannya beralih ke Davia. "Davia, ajak temen kamu makan. Mama tunggu di ruang makan, ya."

Setelahnya, Mama keluar dari ruangan meninggalkan Devan yang memandang Davia bingung. Ia merasa tidak enak untuk menerima ajakan makan malam itu, tapi juga akan terlihat tidak sopan jika menolaknya. Lagipula, sudah sejak lama ia tidak nyaman makan bersama keluarga orang lain.

"Ayo, Kak. Mama udah masakin," ajak Davia, kakinya berjalan menuju pintu meskipun matanya masih terpaku pada layar ponsel. "Nolak ajakan orang tua itu ngga baik—aw!"

Sebuah suara benturan terdengar. Cukup keras. Devan berjalan menghampiri Davia yang sekarang sedang mengusap keningnya.

"Makanya, mata itu dipake bukan cuma buat melototin layar handphone," omel Devan. Ia mendekati Davia dan menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Davia. "Rada memar, tuh. Obatin pake salep."

Napas Davia tertahan ketika menyadari jarak antara dia dan kakak kelasnya itu begitu dekat. Rasa sakit yang menimpanya beberapa waktu lalu hilang, berganti dengan rasa malu yang tidak jelas.

"Lo ada salepnya kan? Gue lupa namanya apa, Throm—apa gitu," tanya Devan lagi, ia mengusap pelan kening Davia. "Seru banget emang handphone lo sampe lo nggak sadar nyium pintu?"

"Thrombophob," jawab Davia pelan. Ia menepis tangan Devan dan berjalan meninggalkan cowok itu untuk menghilangkan rasa aneh di perutnya. "Iya, seru. Gue punya dunia lain di sini."

Devan mengikuti Davia dari belakang. "Dunia lain lo itu boongan, cuma refleksi. Nemu apa sih lo di sana?"

Tepat sebelum Davia menjawab, bunyi ponsel cewek itu kembali terdengar. Kali ini beberapa kali. Davia membuka isi pesannya, kemudian menatap Devan tajam. "Meskipun semu, mereka baik sama gue."

"Tapi nggak akan selamanya. Lo harus siap kehilangan," jawab Devan. "Tapi ya gue nggak peduli juga, yang penting itu nggak ngeganggu belajar lo."

Davia tidak menjawab, ia hanya diam dan berjalan ke arah ruang makan. Devan pun tidak peduli, ia terus mengikuti Davia karena tidak enak dengan mamanya. Urusan Davia sama sekali tidak menjadi masalahnya, karena ia merasa melakukan hal yang benar, dan Davia memang harus diingatkan.

◎ ◎ ◎

Jam menunjukkan pukul dua belas malam. Davia masih sibuk dengan ponsel di tangannya. Kali ini tiba-tiba saja ponsel Davia dipenuhi dengan pesan dari beberapa orang yang tidak dikenalnya.

Gefandi
Daff, lu ngerebut pacar noona gua?
Jawab lu
Jangan diem aja

Jari Davia gemetar ketika membaca pesan itu. Ia sama sekali tidak tahu apa yang dilakukannya hingga orang itu mengirimi pesan dengan nada kasar.

Selama ini Davia menjaga agar lingkungan roleplayer-nya positif, tanpa ketikan kasar ataupun buruk. Sejauh ini pun teman dan keluarganya di sana hanya mereka yang manis juga memiliki ketikan sopan.

Ia sudah mencari tahu lebih dulu soal roleplayer dan bagaimana agar terjaga dari lingkungan buruk di sana. Namun, ia sama sekali tidak paham kenapa pesan seperti itu bisa masuk ke akunnya.

Davia menutup telinga dengan bantal ketika ponselnya terus berdering. Akhirnya ia membuka aplikasi dengan lambang berwarna hijau terang itu dan mengetikkan balasannya.

Siapa?
Dapet kontak saya dari mana?

Tidak lama kemudian pesan balasan kembali masuk. Davia membuka pesan itu.

Jevan hyung itu cp noona gua
Apus bio lu

Balasan itu membuatnya berkedip tidak mengerti. Dari sepuluh orang yang mengiriminya pesan, hanya akun dengan nama Gefandi itu yang ia balas. Jawaban Gefandi pun tampak tidak masuk akal.

Kak Jevan adalah couple alias pacar dunia maya Davia. Bagaimana bisa Gefandi mengatakan bahwa Kak Jevan milik orang lain? Dan sepintar apa Gefandi sampai ia menyuruh Davia menghapus nama Jevan dari status akunnya.

Kesal, cewek itu hanya menggeleng. Ia menarikan jarinya di papan ketik dan memblokir akun Gefandi juga sembilan akun lainnya. Dunia nyatanya sudah sangat melelahkan. Ia tidak ingin dunia keduanya ini menjadi tidak lagi menyenangkan.

Pelan, ia menutup kedua matanya. Ia harus beristirahat.

◎ ◎ ◎

Tamara lagi di sini lagi lagi lagi.
Selamat hari libur semuaaaaa♡

Kembali lagi dengan divider matematika, ya. Jangan bosan-bosan. Mari cintai angka dari sekarang kekekeke.

Oh iyaaa. Aku mau jawab lagi pertanyaan yang biasa ditanyain.

1. Visual Davia sama Devan ada, Kak?
—Ada, tapi masih aku coba buat deskripsiin, ya.

2. Visualnya ulzzang (selebgram, model, dkk) Korea?
—Engga, bukan ulzzang.

3. Kakak nggak mau buat RP-nya TMoA?
—Ada rencana, tapi aku mau kalian mengenal karakter di TMoA dulu sebelum aku open RP TMoA.

4. Davia beneran seberat itu?
—Yap. Dari awal aku coba gambarin Davia itu gendut. Kalau 60-70 kg masih termasuk gemuk, jadi aku beneran buat berat Davia segitu. Aneh? Kenyataannya adaa, kok. Kenapa aku berani pakai berat segitu? Karena aku tahu kalau itu nyata :')

Nah, kayaknya itu aja, ya? Ada lagi nggak pertanyaan yang banyak ditanyain tapi belum aku jawab?

Selanjutnya, aku mau nanya nih. Kalian #TimDevan, #TimDavia atau #TimTam? Kekekekeke.

Kalau aku membiarkan akunku dibajak sama karakterku lagi, kalian mau ngobrol sama siapa?

Oke deh, see you on saturdate! Love love love
Tamara

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro