Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

◎ 27. Aneh, Mungkinkah? ◎

Davia mematut dirinya sekali lagi di cermin. Ia mengenakan terusan selutut bermotif zigzag dengan luaran warna pink pucat. Ia juga mengenakan stocking hitam menutupi kakinya. Matanya melirik sebuah kalung di kotak perhiasan biru miliknya. Setelah menimbang sebentar, ia memutuskan untuk memakai kalung itu.

Ia merapikan rambut ikal menggantungnya sekali lagi, lalu mengoles pelembab bibirnya. Ia kesal dengan dirinya sendiri yang begitu repot memilih baju untuknya, bahkan ia menghabiskan waktu hingga dua jam untuk mencari baju yang dirasa cukup cocok dengan tubuhnya. Dandanannya pun tampak lebih feminim hari ini.

Disambarnya tas ransel abu-abu yang menggantung di belakang pintu, lalu ia lari terburu-buru ke lantai bawah. Tanpa banyak bicara, ia mencium pipi Mama dan berangkat menggunakan taksi daring yang sudah menunggu di depan.

Cewek itu sangat gugup sekarang, sepanjang perjalananan, ia hanya memainkan jarinya sambil sesekali mengigit kuku. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih empat puluh lima menit. Jalanan cukup ramai, mungkin karena hari ini hari Sabtu dan banyak orang yang ingin berjalan-jalan.

Ia mengambil ponselnya, lalu menghubungi Devan. Panggilan diangkat pada nada sambung ke tiga. Lebih cepat dari biasanya.

"Halo, Kak. Gue izin dateng rada telat, ya?" kata Davia begitu panggilan diangkat.

Devan berdeham. "Kenapa?"

"G—gue ada janji sama orang, Kak. Gue izin gini sebenernya jaga-jaga aja, takutnya nanti rada lama," kata Davia lagi.

"Janjian jam berapa?" tanya Devan lagi.

Davia terdiam sebentar, kemudian menjawab, "Jam 10 sih, Kak. Cuma ini gue rada telat. Dan karena telat, takutnya nanti ikut telat dateng juga pas janjian sama lo."

Terdengar suara batuk Devan dari ujung sambungan.

"Kak, lo nggak apa-apa?" tanya Davia. "Kalo sakit minum obatlah."

"Nggak, gue cuma kaget. Jam sepuluh di mana? Di taman kota?" kata Devan lagi.

Kerutan di kening Davia muncul. Ia sedikit bingung kenapa kakak kelasnya ini seperti bisa membaca pikirannya?

"Iya, jam sepuluh di taman kota. Kenapa, Kak?"

"Jangan telat ya, nanti."

Setelah itu sambungan pun terputus secara sepihak. Davia memandangi layar ponselnya dengan kesal, bagaimana bisa Devan bersikap begitu aneh bahkan memutuskan sambungannya secara sepihak. Pikiran buruk mulai menghampiri Davia. Bagaimana kalau ternyata Jevan itu adalah Devan? Kakak kelas sekaligus rekan tim olimpiadenya?

Davia merutuk dalam hati. Tidak mungkin Devan adalah Jevan. Mereka sangat berbeda. Sangat berbeda dalam berbagai hal. Jevan yang sangat manis, berbeda dengan Devan yang tertutup. Mereka tidak mungkin satu orang yang sama.

Namun, kenyataan bahwa sikapnya sendiri juga sangat berbeda antara dunia nyata dan RP membuat Davia memukul balik rasa optimisnya tadi.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh tepat. Kaki Davia mulai menghentak beberapa kali untuk menghilangkan rasa gugup. Jarak ke taman pun semakin dekat. Bagaimana saat bertemu dengan Jevan nanti?

Ingatan Davia soal kencan virtualnya dengan Jevan waktu itu mulai mengganggu. Bagaimana jika Jevan nanti mengajaknya kencan sungguhan? Davia meremas jarinya sendiri. Terlalu banyak berpikir dan mengkhayal membuat Davia kehilangan akal sehat sekarang.

Mobil yang dinaiki Davia melambat dan berhenti di sebuah pintu masuk taman. Davia mengangkat ranselnya, lalu turun dari mobil. Ia menutup pintu sambil setengah membungkuk dan tersenyum pada pengemudi mobilnya.

"Davia, semangat. Sebentar lagi sampai," kata Davia sambil mengangkat tangannya ke udara. Ia melangkah masuk ke dalam taman, dengan hati berdebar.

◎ ◎ ◎

Devan memandangi layar ponselnya dengan pandangan setengah tidak percaya. Pembicaraannya dengan Davia tadi membuatnya bingung sekarang.

Bagaimana mungkin Davia bisa memiliki waktu dan jam janjian yang sama dengannya? Bahkan mereka sama-sama memiliki janji di taman kota.

Devan menggeleng, bukan hal aneh sebenarnya. Taman kota adalah tempat yang cukup nyaman untuk berbicara dan bertemu dengan seseorang. Banyak tempat nyaman yang tersedia di sekitar sana.

Akhirnya, Devan mengambil ransel dan kunci motor kesayangannya. Ia berjalan ke luar kamar perawatan ayahnya dengan perlahan.

"Devan."

Terdengar suara lirih yang memanggil namanya. Devan pun berbalik dan tersenyum begitu melihat ayahnya sudah bangun meski berbagai alat pembantu masih terpasang di tubuh pria itu.

"Kenapa, Pa?" tanya Devan sambil menghampiri tempat tidur ayahnya.

"Kamu mau ke mana? Jemput Mama?"

Pertanyaan ayahnya membuat Devan terkejut. Ia tidak bisa menutupi ekspresinya yang berubah menjadi lebih dingin.

"Kenapa, Dev? Mama mana?"

Devan memandang ayahnya, lalu tersenyum kecil. "Mama belum bisa pulang, Pa. Nanti kalo udah bisa pulang, saya bakal jemput Mama buat Papa."

Ekspresi ayah Devan langsung berubah dalam sekejap. Air mata memenuhi matanya. "Mamamu janji nggak akan pergi, Dev, dia janji akan terus temani Papa meskipun Papa susah. Sekarang mana? Mamamu pergi, nggak pernah kembali."

Rahang Devan mengeras melihat sikap ayahnya. Ia memegang tangan ayahnya, lalu meremas kuat. "Mama pergi pun kita baik-baik aja, Pa. Nggak masalah. Saya masih bisa jagain Papa di sini."

Tangan Devan langsung dihempas paksa oleh ayahnya. "Kamu yang bikin Mamamu pergi, kan? Anak sial!"

Ayah Devan menangis setelah mengatakan itu, ia membuang wajahnya ke samping, menghindari pandangan Devan. Hati Devan terasa remuk saat itu. Namun, ia memutuskan untuk berlalu. Ini bukan kali pertama ayahnya bersikap dan berkata kasar padanya. Dan dia selalu berhasil melalui semua ini.

Pelan, ia melangkah ke luar ruang perawatan sambil menekan nomor seseorang.

"Om, Papa kumat lagi. Bisa Om tolong temani Papa dulu? Saya ada urusan sebentar," kata Devan begitu panggilan itu tersambung.

Terdengar jawaban dari ujung sana, lalu Devan mengangguk. "Baik, Om. Terima kasih."

◎ ◎ ◎

Davia memperhatikan jam di ponselnya berulang kali. Sudah setengah jam ia duduk di bangku dekat kolam seperti yang dikatakan Jevan. Namun, tidak ada seseorang dengan ciri-ciri Jevan terlihat di sana.

Ia menyalakan ponsel, lalu memerika ruang obrolannya dengan Jevan. Tidak ada pesan di sana. Pikiran Davia mulai menertawakan dirinya sendiri. Mungkin saja Jevan hanya mempermainkannya? Dia saja bisa meninggalkan Davia tanpa kalimat terakhir saat itu.

Rasa kesal dan penyesalan menghampiri Davia, harusnya ia tidak perlu repot-repot berdandan hanya untuk bertemu Jevan. Tidak ada gunanya sama sekali semua ini.

Matanya mulai memanas, tapi sekuat tenaga ia menahannya. Tepat sebelum air matanya turun, sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.

By
Saya telat
Ada masalah tadi
Kamu di mana?

Cepat, jari Davia mengetik balasan untuk Jevan. Ia tidak boleh menangis sekarang, mungkin saja Jevan tidak seburuk yang ia pikir.

Di bangku dekat kolam
Kayak yang kamu bilang
Rambutku panjang ikal

Oke
Saya lihat ada cewek sendirian di sana
Kayaknya cewek cantik deh
Itu kamu, ya?
Bentar saya ke sana
Saya dari belakang kamu

Jantung Davia berdetak sangat cepat membaca pesan Jevan. Kalimat apa yang akan dikeluarkan Davia saat nanti menyapa Jevan? Apa yang harus dikatakannya pada Jevan? Bagaimana jika Jevan meninggalkannya begitu saja, untuk kedua kalinya? Dan yang terpenting, bagaimana jika dia mengenal Jevan sebenarnya? Di dunia nyata.

"Babydaff?"

Suara berat seorang cowok terdengar memecah lamunan Davia. Ia segera memutar tubuhnya dengan kikuk, penasaran siapa sebenarnya Jevan. Dan ketika ia bertemu pandang dengan Jevan, ia langsung menyesali keputusannya saat ini. Sangat menyesalinya.

"Elo?!"

◎ ◎ ◎



Cung angkat tangan yang tau maksud dividerku! Huehehehe.

Hari ini spesial banget, karena Kamis dan aku mengumumkan soal ... jengjengjeng. Vi—GIVEAWAY KE TIGA DARI #TIMTAM.

Kali ini GA-nya lebih mudah, serius mudah banget. Karena mudah itu, aku harap yang ikutan bakal banyak supaya hadiahnya keluar semua. Penasaran? Cek akun ig @PhiliaFate dan wattpad HiiragiIzumi buat tau apa persyaratannya! Cek messsage board mereka, ya.

Oh iya, ada satu lagi yang ngadain GA dan pengin dinotis, langsung meluncur ke devanotritaniya_ dan kepoin message board juga.

Terus, siapa nggak sabar dengan visual Davia? Here we go, semoga kalian nggak kecewa dengan pilihanku. Mamaku yang langsung milihin loh hehe.

Jadi, jadi, jadi setelah ini siapa yang nggak sabar sama visualnya Devan?

Mari menunggu! Selamat siang semuanyaaaa.

Kiss muah
Tamara

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro