Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

◎ 24. Kembalinya Jevan dan Devan ◎

"Oh iya, Dav, gue kasih tau sama lo satu hal lagi. Devan itu punya gue, jadi jangan pernah mikir lo bisa dapetin dia meskipun lo sering ngabisin waktu sama dia!"

Setelah mengatakan itu, Davia hanya mendengar suara langkah kaki yang menjauh. Ia merasa takut, tapi juga begitu bodoh karena mengalami hal yang sama berulang kali.

Ia begitu kesal dengan cewek yang menguncinya di luar, tapi juga sangat kesal pada dirinya sendiri. Seharusnya, ia tidak membiarkan siapa pun menyakitinya lagi. Ia harusnya bisa menjaga dirinya sendiri.

Davia memeluk tubuhnya sesaat, kemudian teringat dengan ponsel yang masih ia simpan di saku rok abu-abunya. Ia bersyukur karena tadi sempat memindahkan ponsel miliknya ke dalam saku rok. Padahal biasanya ia akan menaruh ponsel di saku seragam. Mungkin saja, dewi keberuntungan sedang berpihak kepadanya sekarang.

Ia mengecek ponsel itu dan nyaris melompat kegirangan ketika mengetahui bahwa ponselnya masih berfungsi dengan benar. Dengan cepat ia mengetik pesan untuk Devan. Ya, hanya Devan teman yang dimilikinya sekarang. Ia tidak bisa meminta tolong siapa pun lagi.

Kak, gue kekunci di kamar mandi cewek. Bisa tolong bukain kan nanti? Balik sekolah aja.

Setelah mengirim pesan itu, Davia berjalan ke arah cermin. Ia memperhatikan pantulan dirinya sendiri di sana. Rambut lepek dengan baju seragam basah benar-benar membuat cewek itu tampak jauh lebih buruk dari sebelumnya.

Ia mulai mengutuk lagi, andai saja Davia secantik Sana, idol yang diperankannya di dunia RP. Mungkin, hidup Davia akan lebih baik sekarang. Tidak akan ada yang mem-bully cewek secantik Sana, kan?

Davia menggeleng, ingin sekali dia menampar pipinya sendiri yang berpikiran seburuk itu. Kata-kata Devan kembali terngiang di telinga Davia. Ia harus mencintai dirinya lebih sebelum membiarkan orang lain mencintainya. Ia harus menyayangi dirinya sendiri, sebelum orang lain boleh menyayanginya.

Cewek itu memandang lagi pantulannya di cermin. Ia menepuk bahu kirinya dengan tangan kanan, lalu tersenyum. "Hai, Davia. Kamu melakukan banyak hal dengan sangat baik. Kamu itu penting. Kamu cantik. Terima kasih karena kamu selalu menjadi kamu."

Perasaan hangat melingkupi Davia, ia menangis. Kali ini tangis yang benar-benar melegakan. Ia membiarkan air mata itu turun kali ini. Apa yang dialaminya ini sangat di luar ekspektasinya.

Ia tersenyum sekali lagi pada dirinya sendiri, lalu menghapus air mata yang membasahi pipi tembamnya. Setelah itu ia mencuci muka dan kembali menunggu dengan perasaan lebih tenang. Davia mulai mengerti, kesialan yang dihadapimya ini bukan karena ia gendut, tapi karena ia kurang peduli dengan dirinya sendiri.

Untuk membunuh waktu, Davia membuka ponsel dan mengecek aplikasi perpesanannya. Ia merindukan dunia keduanya dan memutuskan untuk kembali sebentar. Kali ini bukan karena ia membutuhkan pelarian, tapi karena ia rindu.

Notifikasi pesan kembali terdengar dari ponsel Davia. Ia menggerakkan jarinya lagi. Ia tersenyum membaca pesan yang masuk ke sana, hatinya semakin menghangat ketika menyadari bahwa banyak orang yang peduli padanya.

Davia melihat jam di layar ponselnya, lima menit lagi bel pulang berbunyi. Ia yakin Devan akan membukakan kunci kamar mandi, meskipun pasti cowok itu akan sedikit kesal.

Jari Davia kembali menggulir pesan hingga sampai di sebuah roomchat nama Jevan. Ia menimbang, kemudian membuka pesan itu. Banyak pesan dari Jevan yang ia abaikan, dan mungkin, jika saat ini ia memutuskan untuk berdamai dengan dirinya sendiri, ia juga harus berdamai dengan Jevan, orang yang melukainya.

Davia mengetik pesan pada ruang obrolannya dengan Jevan. Sangat singkat, hanya dua kata. Namun, tiba-tiba pesan balasan masuk dengan cepat.

Apa kabar?

By
Beneran ini akhirnya kamu bales?
Maaf saya waktu itu pergi gitu aja
Saya punya penjelasan

Davia menghela napas, ia memang akan berdamai dengan Jevan, tapi tidak seperti dulu. Ia mengetik balasan lagi.

Aku cuma tanya apa kabar kenapa panjang banget jawabannya? c:

Ah iya
Saya kangen sama kamu
Makanya waktu kamu bales saya, saya seneng banget
/peluk kamu/

Balasan Jevan membuat Davia sedikit ... tidak nyaman. Ia sudah cukup lama tidak melakukan imagine menggunakan garis miring, berpura-pura melakukan sesuatu. Davia segera mengetik balasannya.

Kenapa waktu itu pergi?

Balasan kembali masuk.

Kamu nggak mau saya peluk lagi, by?
Waktu itu saya merasa jenuh sama dunia ini
Makanya saya pergi
Tapi saya selalu kepikiran kamu
Dan akhirnya saya mutusin untuk balik ke sini demi kamu

Davia menahan tawanya, antara ingin memaki dan sedikit tersentuh. Bagaimanapun juga, belum ada orang yang memperlakukannya seperti ini.

Cringe, lol
Pergi dengan alasan jenuh itu jahat

Iya tahu
Maaf, oke?
Saya janji nggak akan ngelakuin hal yang sama lagi

Belum sempat Davia mengetik balasan untuk Jevan, pintu kamar mandi sudah terbuka lebar. Davia menaruh ponsel di saku rok dan berjalan ke luar.

Di depan kamar mandi sudah terlihat Devan yang menunggu Davia sambil memperhatikannya. Alis cowok itu terangkat, dan keningnya membentuk kerutan.

"Lo kenapa?"

Davia balik memandang Devan dan bingung, kemudian tertawa kecil. "Kesiram."

"Bohong. Mana bisa kesiram dan cuma basah di bagian atas kayak gitu? Kalo dihitung-hitung juga bagian yang basah pasti sekitar pinggang ke bawah," jawab Devan tidak acuh. "Lo itu nggak jago bohong, nggak usah sok bohong depan gue."

Davia meneguk ludahnya sendiri. Ia tidak tahu apa maksud Devan mengatakan itu, tapi rasa takut kembali muncul. Matanya memandangi Devan yang sudah berjalan menjauh. Davia pun berlari menyusulnya.

"Ambil barang lo di kelas," kata Devan. "Perlu ditemenin, nggak?"

Davia menggeleng cepat. "Nggak usah, gue bisa sendiri, Kak."

Tanpa menunggu jawaban Devan lagi, Davia sudah berbelok ke arah kelasnya dan berjalan menjauh. Devan yang semula berjalan menuju tempat parkir menghentikan langkahnya. Ia menimbang sebentar, kemudian menyusul Davia.

Devan sendiri tidak tahu apa yang membuatnya begitu ingin kembali dan menemani Davia mengambil tasnya, tapi firasatnya terbukti benar ketika ia sampai di depan kelas Davia dan menemukan cewek itu sedang memunguti barang-barang di lantai dekat meja nomor dua tempatnya duduk.

Sambil mendecak kesal, Devan berjalan menghampiri Davia. Ia melihat sebuah jaket berwarna biru tersampir di sisi atas lemari. Ia mengambil jaket itu dengan sedikit berjinjit kemudian mendekatkan diri pada Davia.

"Ini semua barang lo?"

Davia mengangkat wajahnya, lalu tersenyum lebar. "Eh, iya. Mungkin tadi kesenggol atau gimana, jadi berantakan di bawah."

Devan membungkukkan tubuh dan menyejajarkan diri dengan Davia. Ia berdeham, meminta perhatian Davia yang sibuk memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Gue udah bilang, kan, lo itu nggak jago bohong? Jawaban lo itu nggak logis. Nggak ada benda seberat apa pun yang nyenggol tas lo dan bisa bikin barang lo seberantakan ini," kata Devan lagi.

Davia tersipu, jaraknya dengan Devan saat ini sangat dekat. Apalagi kata-kata Devan tadi juga menyadarkan dia kalau berbohong pada Devan adalah hal yang percuma.

"Udah, nggak apa-apa, Kak. Gue males mikirin kenapa ini bisa begini, sih," kata Davia. Ia bangun dan memasukkan kembali semua bukunya dengan sedikit gemetar.

Devan memperhatikan Davia sesaat, lalu menyampirkan jaket biru tadi ke pundak Davia. "Nggak apa-apa, mereka nggak pantes lo pikirin. Lain kali, buat mereka mikir kalo mereka nggak bisa seenaknya gini sama lo."

Setelah mengatakan itu Devan berjalan keluar kelas, meninggalkan Davia yang tubuhnya semakin bergetar. Lagi, air mata tidak bisa ditahan olehnya. Devan benar, selalu benar. Davia harus lebih kuat dari saat ini agar tidak lagi ada yang meremehkannya.

◎ ◎ ◎

Suara motor Devan yang memasuki halaman rumah Davia membuat Mama Davia yang sedang menyiram tanaman menengok. Senyum lebar wanita itu muncul di bibirnya. Ia berjalan menghampiri Devan dan Davia.

"Sore, Tante," pamit Devan sambil menyalami tangan Mama Davia.

Mama Davia tersenyum. "Sore, Nak Devan. Udah lama nggak keliatan, gimana kabarnya?" tanya Mama Davia sambil tersenyum. Pandangan Mama langsung beralih ke Davia yang baru turun dari motor. "Dav, kamu kenapa basah gitu?"

"Tadi hujan, Ma. Udah, ya, Davia masuk ke dalam dulu bebersih dan ganti baju. Kak Devan langsung ke ruang tamu aja," kata Davia sambil berlari masuk ke dalam rumah.

Mama memandang Davia bingung. "Davia kenapa, Dev?"

Devan yang baru saja membuka jaketnya sedikit terdiam. Ia seperti berpikir, kemudian menjawab, "Mmm, saya juga kurang tahu, Tante. Tadi saya tanya, dan jawabannya sama. Kesiram juga."

Mama Davia mengangguk. "Semoga Davia nggak ada masalah di sekolah, ya."

Devan hanya diam, kemudian membungkuk sedikit. "Tante, saya izin ke kamar mandi, boleh?" Devan merasa canggung bicara dengan mama dari temannya ini.

"Ah, iya, Nak. Silakan. Langsung ke ruang tamu aja abis itu, nanti Tante nyusul," kata Mama dengan senyum ramah di bibirnya.

Devan mengangguk, tersenyum tipis, lalu berjalan menuju ruang tamu. Sudah beberapa kali ia memasuki rumah Davia dan ia cukup hafal letak ruang tamunya. Devan merasa sedikit aneh jika harus berurusan dengan perempuan, dan itu membuatnya menghindari komunikasi berlebih. Hanya Davia satu-satunya cewek yang sering diajaknya bicara.

Tidak lama setelah Devan sampai di ruang tamu, Davia yang sudah berganti baju masuk ke dalam ruangan dan duduk sebelah Devan.

"Jadi hari ini paket yang ke berapa? Bab integral dan pertidaksamaan udah semua, kan?" tanya Davia.

"Lo kenapa bohong sama nyokap, Dav?"

◎ ◎ ◎


Happy Thursday!

Udah aku balikin yaa, Devan + Jevannya jadi satu paket. Bilang apa sama aku? :3

Pertama, GA ke dua resmi aku tutup, ya. Karena partisipan nggak memenuhi target, jadi TimTam lagi berunding hadiah apa yang bakal keluar dan nggak keluar.

Yang ke dua, grup WA TMoA masih close member, ya. Nanti kalau open member lagi, aku pasti share ke sini dan silakan kontak adminku.

Yang ke tiga, pas bab Davia sama Devan ngobrol di taman, pernah ada yang minta, "kak, boleh ngga kita tau chatan davia sama jevan kayak apa sih?" Dan itu aku kasih liat di sini, yaaa.

Yang ke empat, besok hari pertama eliminasi dari bentang belia, keep support TMoA dan Double D, k? Aku deg-degan :')

Yang ke lima, kasih tau aku dong, apa yang bikin kalian tertarik dan suka sama TMoA?

Terakhir, aku sayang kalian semua. Muah muah muah. Semoga kita ketemu lagi hari Sabtu.

Love,
Tamara

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro