Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

◎ 11. Taman ◎

Kak Jevan left the chat.

"Kenapa?" tanya Devan lagi, ia tidak mengerti apa yang ada di pikiran cewek di hadapannya.

Davia mengerucutkan bibir, lalu menghentak kakinya kesal. "Dia itu Kak Jevan, pacar RP gue."

"Terus?"

"Terus dia hapus akunnya mendadak, nggak pake ngomong apa-apa sama gue," jawab Davia lagi. "Gue nggak tau kenapa, salah gue apa, masa dia ninggalin gue gitu aja."

Devan memandang Davia dengan skeptis. Ia melipat tangannya di dada. "Penting? Dia kan cuma pacar bohongan lo. Mendingan lo mikirin gimana caranya minta maaf sama gue karena udah telat."

"Penting, lo nggak akan ngerti. Dan oh, gue udah minta maaf," jawab Davia ketus. "Soal delapan menit lo yang terbuang itu, gue bakal traktir makan nanti selesai belajar. Apa lagi?"

"Ditambah obrolan ini, waktu gue yang kebuang jadi dua belas menit. Berarti lo harus tambah traktiran lo," sahut Devan. Ia menarik tas Davia lagi, menuju pintu masuk perpustakaan.

Davia tidak bergerak, ia memandang ponselnya terus. "Dari mana dua belas menit? Masih lewat sepuluh di gue."

Devan berhenti, lalu mengambil ponsel Davia. Menekan beberapa kali layarnya, kemudian mengembalikannya lagi pada Davia. "Sekarang jam lo udah sama menit dan detiknya kayak gue. Nggak ada alesan terlambat atau beda menit lagi. Ngerti?"

Davia memandang ponsel di tangannya, lalu beralih memandang Devan. "Bisa banget ya, Kak, jangan-jangan lo malah nyepetin jam gue supaya gue nggak terlambat lagi," kata Davia curiga.

Perkataan itu membuat Devan tertawa, ia baru sadar belakangan ini banyak tawa yang telah dihasilkannya. "Bodoh."

"Apa kata lo?" tanya Davia ketus, ia sebenarnya sangat tidak dalam kondisi hati yang baik karena Jevan menghilang, tapi ... dia memutuskan untuk menutupinya lagi. Devan tidak akan peduli, untuk apa dia bercerita?

"Lo bodoh, mana mungkin gue ngelakuin itu," jawab Devan menggantung, "tapi ide lo boleh juga. Nanti gue lakuin deh. Sekarang kita harus belajar karena debat sama lo nggak akan ada abisnya." Devan menarik tas Davia lagi.

"Kak Devan!" rengek Davia, ia semakin kesal dengan tingkah kakak kelasnya yang menyebalkan itu. "Bisa nggak kita berenti belajar hari ini?"

Devan menghentikan langkah, ia berbalik memandang Davia tajam. "Kenapa?"

"Karena gue nggak mood," jawab Davia. Tadinya ia berusaha menutupi perasaannya, tapi setelah menimbang dengan matang dan menyadari Devan akan terus mendebatnya, ia memutuskan untuk memberanikan diri mengatakan itu.

"Kenapa?"

"Ya nggak mood."

"Nggak mood itu pasti ada alasannya," kata Devan lagi. "Dan gue nggak bisa biarin mood lo pengaruhin apa yang harusnya kita kerjain."

Davia menghela napas. "Iya gue tau orang yang perhitungan kayak lo nggak akan mau rugi. Ya udah ayo belajar."

Setelah mengatakan itu Davia berjalan mendahului Devan dengan cepat, meninggalkan cowok berkacamata itu dalam kondisi yang sedikit membingungkan. Cowok itu tahu ada beberapa masa di mana cewek akan begitu sensitif dan ia merasa perlu menoleransinya.

"Davia."

Davia menoleh. "Hm?"

"Gue nggak bisa kalo batalin jadwal belajar hari ini," kata Devan sambil berjalan ke arah Davia. Davia hanya memutar bola matanya, kesal, lalu memutuskan untuk terus melangkah.

"Tapi gue bisa mundurin jam belajar kita, jadi abis makan siang. Gimana?"

Mata Davia langsung berbinar mendengar perkataan Devan. Ia menghampiri Devan lalu berkata, "Serius? Lo lagi kesambet ya, Kak? Tapi nggak peduli, yang penting gue bisa nenangin diri dulu. Ayo cari es krim."

Devan tidak menjawab apa pun, ia hanya menggelengkan kepalanya, merasa aneh, bingung, juga tidak habis pikir dengan sikap Davia. Devan tidak mengeluarkan satu kata pun bahkan ketika Davia menarik tangannya menuju taman di sebelah perpustakaan.

"Lo duduk sini aja, Kak. Gue mau cari es krim," kata Davia, ia menaruh tasnya di bangku yang ia tunjuk pada Devan, lalu berlari menuju sisi jalan.

Setelah Davia pergi, Devan duduk dan membuka ponselnya sambil menunggu. Ia membuka beberapa materi di dalam ponsel. Merasa lelah, ia menaikkan kacamatanya lalu menggulirkan layar ponsel ke sebuah aplikasi perpesanan.

"Kak, lo suka rasa cokelat apa strawberry? Karena lo cowok, jadi gue beliin lo rasa cokelat, tapi kalo lo mau yang strawberry boleh juga kok," kata Davia sambil mengulurkan tangannya yang membawa es krim.

Tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Devan, Davia akhirnya duduk di seberang Devan. Devan sedang sibuk dengan ponselnya, kelihatan serius sekaligus berpikir panjang. Davia hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.

Devan yang merasa diperhatikan pun mengangkat kepalanya. Bertepatan dengan itu, dia menyadari bahwa Davia sedang berusaha melihat isi layarnya. Cowok itu segera mematikan layar ponsel dan menaruhnya di kantung kemeja.

"Ngapain lo ngintip handphone gue?" tanya Devan jengah.

"Uhm, nggak, Kak. Habisnya gue nanya malah nggak dijawab. Gue kan jadi penasaran, soal matematika mana yang bikin seorang Kak Devan ngerutin keningnya gitu," jawab Davia polos.

"Gue nggak lagi ngeliatin soal," sahut Devan. Kerutan di keningnya masih saja tercetak jelas. "Mau nanya apa, lo?"

"Mau yang strawberry atau yang coklat?"

"Gue yang cokelat aja," katanya sambil mengambil es krim dari tangan Davia.

Davia memandang Devan yang melakukan gelagat aneh dengan curiga. "Kenapa, Kak?"

"Apa?" jawab Devan tidak peduli.

Davia memperhatikan Devan lagi, pandangannya tertuju pada tangan Devan yang terlihat aneh dengan dua jari menyilang. "Lo lagi nyembunyiin sesuatu?"

Devan memutar bola matanya sambil menghela napas jengkel. "Berapa harga es krimnya?"

"Gue kan bikin lo mundurin waktu belajar, anggep aja es krim ini sogokan dari gue," jawab Davia yang sibuk melahap es krimnya. Bibir cewek itu tersenyum lebar, es krim selalu menjadi jawaban dari semua kekesalannya.

Devan memutuskan untuk diam dan memakan es krim di tangannya. Ia sebenarnya tidak begitu suka es krim, tapi pagi ini cukup panas dan mungkin es krim bisa meredakannya.

"Abis," kata Davia, ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas lalu sibuk dengan benda kecil itu. "Gue sering banget ke taman loh, Kak. Misal lagi sedih atau kesel, gue hujan-hujanan di taman. Kalau gue lagi seneng, ya ke taman sambil makan es krim. Tapi biasanya sendiri."

"Enakan juga sendiri," jawab Devan cuek.

"Enggak. Enakan sama temen, bisa becanda atau ngobrol. Masalahnya ya, gue nggak punya temen. Jadi ya gue sendirian deh," kata Davia lagi. "Lo makan es krim lama banget sih, Kak."

Devan menoleh ke arah Davia. "Gue makan es krim pake kecepatan normal. Nggak ngebut kayak lo."

"Gue juga nggak ngebut."

"Bingung gue sama lo, giliran jalan aja lama, tapi kalo makan bisa cepet banget," jawab Devan lagi.

Davia memandang sinis Devan. "Lo mau bahas soal gue terlambat di hari pertama kita ketemu? Ya lo pikir aja, Kak. Mana ada manusia normal jalan pake kecepatan lima puluh meter per detik? Itu sih namanya kecepatan cahaya. Lo pikir gue Flash?"

"Gue jalan secepet itu, kok."

"Ya badan lo kan sekurus Flash juga," jawab Davia ketus. "Besok-besok gue minta Doraemon ajalah sama Nobita, biar gue bisa muncul sekali kedip depan lo."

Devan kembali memperhatikan wajah Davia yang kesal, ia tertawa. "Dasar anak kecil."

"Apa kata lo?"

Davia sudah siap menyerbu Devan dengan kata-kata lagi, sayangnya cewek itu terdiam bingung ketika melihat Devan mengeluarkan sesuatu dari kantung kemejanya.

"Anak kecil, nontonnya kartun, super hero, berasa mereka nyata," jawab Devan lagi, ia memberikan benda itu ke tangan Davia, "dan lo juga makan es krim berantakan banget. Bersihin tuh bibir lo."

Mata Davia mengerjap beberapa kali melihat sikap Devan. Ia tidak percaya kalau kakak kelasnya ini memperhatikan sikap kekanakannya.

"Apa? Perlu gue juga yang bersihin bibir lo yang belepotan bekas es krim?"

◎ ◎ ◎

Haloooo lagi!

Ada yang kangen sama Tamara, nggak? Atau cuma kangen sama TMoA dan Double D?

Minggu ini aku panjangin loooh, khusus banget buat kalian. Menurut kalian Double D ini bikin gemes nggak, sih? Apa kesel?

Ah, aku mau nanyaaaa. Siapa tokoh yang paling kalian nggak suka di The Memories of Algebra ini? Dan, alasannya apa?

Aku minta maaf juga belum sempet sweeping komen sejak hari Minggu karena alergiku lagi kumat:( Malam ini aku usahain buat sweeping deh, aku juga kangen sama kalian moodbooster aku /chuu/

Terakhir, ada yang beneran seru buat kalian. KAMIS INI AKU AKAN ADAIN SESUATU YANG HADIAHNYA MENARIK.

Siapa yang mau tulisannya dibaca dan di-review sama tiga penulis yang keren? Penasaran nggak siapa aja penulisnya? Terus baca TMoA dan pantengin akun WP juga IG-ku, yaaa!

Mungkin, akan ada kejutan lain nanti. Aku nggak akan berhenti bikin kalian terkejut dan jatuh cinta, sama kayak matematika hihi. Oke deh, see you soon!

Love love love,
Tamara

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro