Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Di Beranda Fotocopy

"Baik, sampai di sini saja perjumpaan kita pada hari ini."

Sebaris kalimat itu berhasil membuat mata Garnish yang tadinya sepat jadi terang kembali. Padahal kantuk sudah menguasainya sejak satu jam terakhir, meski tadi pagi dia sudah sarapan dengan sereal yang diberi Gavin. Mendadak ketika mengingat hal itu, sudut-sudut bibir Garnish terangkat membentuk lengkungan serupa bulan sabit.

Sesaat ketika Bu Randa keluar ruangan, kelas mendadak ramai oleh suara-suara celetukan. Juga helaan napas lelah setelah tadi diserang tegang dengan kuis.

"Makin glowing aja nih si Tias," kata seorang gadis yang duduk tepat di samping Garnish, Nida.

"Iya, dong, perawatan." Tias yang dipuji tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. "Eh, tahu enggak, gue dapat skincare baru makanya cocok."

"Oh ya, apaan?"

Tias mendekatkan mulutnya ke telinga Nida, hendak berbisik untuk menyebutkan merek skincare yang ia pakai. Karena tak bisa menguping, Garnish memilih mendekat, menggeret kursinya ke arah dua gadis itu.

"Sebagus apa, sih?" tanyanya yang membuat Tias dan Nida menengok bersamaan.

Meski agak kaget, Tias tetap menjawab, "Nih, liat aja muka gue jadi lebih cerah, kan?"

"Iya, cantik!" puji Garnish.

"Lo pake juga, gih."

"Kalo gue mah mana bisa putih."

"Pakai skincare juga bukan buat putih aja kali Nish, tapi merawat kulit," ucap Nida menambahkan. "Kulit lo kalo dirawat pasti jadi cantik, kan yang eksotis gitu juga banyak yang mau loh."

"Kalo selain itu pakai apalagi emang? Ada rekomendasi gak?"

"Kalo gue pakai krim aja sih tiap pagi sama malam, lumayan jerawat bisa minggat."

"Kalo buat panu kira-kira skincare apa ya?"

Tawa Tias dan Nida pecah begitu saja.
"Lo kan gak panuan," kata Nida kemudian.

"Ya, kali aja ada"

"Gak tahu sih, aku gak pernah panuan."

Garnish menyengir, ada rasa malu yang menyerangnya secara tiba-tiba. Namun, ia merasa beruntung karena Tias dan Nida tak mempermasalahkannya lebih jauh. Gadis-gadis itu kembali sibuk dengan obrolan mereka mengeni liptint yang sedang diskon di mal depan. Sedangkan Garnish beralih mengambil ponsel, mencari tahu soal penyembuhan panu dengan herbal. Jika mengingat perlakuan yang didapatkan Gavin dari teman-temannya kemarin, gadis itu merasa tak bisa tinggal diam. Jika harus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar makanan sehat, Garnish berniat membuat ramuan.

"Nish, temenin ke fotocopy-an, yuk," ajak Vivian yang baru saja menyelesaikan catatannya. Menyalin hal-hal penting yang tadi dituliskan Bu Rinda di papan tulis.

Tanpa menyahut, gadis itu segera merapikan buku dan ponselnya ke dalam tas. Lantas berdiri dan mengekori langkah Vivian keluar kelas.

"Lo laper enggak?" tanya Vivian di tengah perjalanan mereka.

Garnish ikut menengok ke arah kantin yang mereka lewati. Di mana aroma soto dan sop ayam menguar dari ruangan ramai itu. Melodi yang dihasilkan oleh tabrakan pelan antara sendok dan garpu ikut menarik perhatian. Ditambah pemandangan embun yang menetes di pinggiran gelas es teh, yang Garnish lihat berada di meja ujung dekat pintu seolah sedang dipamerkan itu, sukses membuatnya meneguk air liur yang serasa tersangkut di tenggorokannya.

"Laper, sih," katanya meski masih melangkahkan kaki, bersegera untuk menyelesaikan urusan Vivian di fotocopy-an yang terletak di ujung area kampus mereka.

"Yah, gara-gara nemenin gue kita enggak bisa ke kantin, gue traktir deh buat order makanan di ojek online."

"Asik!" seru Garnish kegirangan. Wajahnya yang tadi tampak lelah jadi terbilas penuh gairah. Gadis itu merapat, menggandeng tangan Vivian dengan erat.

Vivian yang sudah terbiasa dengan sikap Garnish hanya tertawa. "Lo mau apa?"

"Sate kambing Mang Dadang! Sepuluh tusuk!"

"Mau ngerampok gue, ya?"

"Ih, kan lo yang nawarin."

"Ya udah nih gue pesen."

Seperti janjinya, gadis itu mengeluarkan ponsel dari saku kemeja dan membuka sebuah aplikasi. Tanpa perlu waktu lama mengetikkan nama makanan yang diinginkan sahabatnya itu dan mengklik tombol pesan.

"Vivian memang tuan putri paling baik sejagat raya," puji Garnish, tak lupa pula mengangkat jari jempolnya. "Sekarang mah gampang ya, enggak perlu repot-repot pergi ke tempatnya langsung kalo mau apa-apa."

"Lo juga bisa, Nish, kenapa enggak coba buka online shop juga? Pasti jangkauannya lebih luas."

"Eh, ide bagus tuh," balas Garnish tersadar.

Ketika kaki mereka menjejak lantai fotocopy-an itu, Garnish melepaskan tangan Vivian. Membiarkan gadis itu maju sendirian ke depan etalase, sedangkan dia duduk di beranda.

"Eh, ngomong-ngomong gue udah dapat loh kontaknya si cowok seminar," kata Vivian setelah menyerahkan buku yang ia bawa, sedangkan gadis itu masih berdiri tegak di tempatnya.

"Oh ya? Wah, diam-diam lo jago stalking, ya. Terus penggemar-penggemar lo itu gimana?"

"Biarin aja, mau gimana lagi?" Vivian mengendikkan bahu tak peduli. Sejurus kemudian senyuman kembali mengembang di wajahnya.
"Percaya enggak sih, Nish? Gue ngerasa beruntung banget, jatuh cinta pada pandangan pertama."

"Tapi ... bisa juga itu karma."

"Ih, kok lo gitu?"

"Ya bisa aja, Vi, gara-gara lo yang sering nolak cowok, akhirnya lo suka sama satu cowok yang bahkan belum pernah ketemu langsung, dan akhirnya dia nolak lo."

"Lo penulis kisah horor, ya?" tanya Vivian diiringi kekehan, tak menganggap serius ocehan Garnish barusan. "Garnish bikin badmood."

Suara motor dengan seorang pengendara yang memakai jaket hijau terang mengalihkan pandangan Garnish, menimbulkan efek dopamin memenuhi dirinya. Vivian yang melihat hal itu jadi beranjak, mendekati ojek online itu dan menyelesaikan pesanannya. Ia berbalik, seiring dengan langkah Garnish yang mendekat. Tapi Vivian dengan sigap membuka bungkusan di tangannya dan mengambil alih dua tusuk sate terakhir milik Garnish. Kemudian memasukkannya dalam plastik yang miliknya.

"Nih," ucap Sherlin seraya menyodorkan bungkusan sate yang telah ia kurangi tadi kepada Garnish.

Garnish jadi melongo. "Eh, punya gue! Kok, dikurangin?"

"Biarin, lo jahat!"

Gadis itu mencibir pelan, hingga matanya tanpa sengaja menatap seorang pria dengan jas hitam yang selalu jadi ciri khasnya. Pak Toto, dosen statistikanya semester ini, yang tampak kesulitan membawa beberapa berkas menuju fotocopy-an.

"Itu Pak Toto?" tanya Garnish yang kemudian menyerahkan kembali bungkusan sate itu pada Vivian, lantas beranjak mendekati Pak Toto. "Siang, Pak. Mau saya bantu?" Ia tersenyum, tampak tulus menawarkan bantuan.

"Ya, siang," jawab pria itu sambil menelisik Garnish, mencoba mengingat-ingat identitas gadis itu. "Kamu yang waktu itu terlambat di kelas saya, ya?"

Garnish tak bisa menahan ringisan keluar dari mulutnya. Ia malu karena hal yang dapat diingat Pak Toto darinya adalah soal skandal terlambat saja.

"I-iya, Pak, itu saya."

Dosen itu mengangguk, diserahkannya sebagian berkas-berkas yang tadi memenuhi tangan. Lantas berlalu memasuki fotocopy-an dengan Garnish yang dengan sigap mengiringi.

Setelah tangannya telah bebas, Pak Toto mengeluarkan sebuah kartu dari dalam tas laptopnya yang tersampir di bahu. "Ini, saya kembalikan, lain kali jangan terlambat lagi."

"Iya, Pak, siap! Terima kasih banyak, Pak."

Garnish tersenyum senang. Ia tak menyangka bisa mendapatkan kartu tanda mahasiswanya kembali sesingkat ini, padahal menurut cerita para kating, Pak Toto termasuk orang yang pelit. Padahal KTM sangat diperlukan Garnish untuk laporan beasiswa dan masalah lainnya.

Walaupun sebenarnya, ada untungnya juga kartu itu disita sehingga Gavin tahun ulang tahunnya. Sebelum menghampiri Vivian dan pergi dari sana, Garnish sempat melirik Pak Toto sekilas. Kalau dilihat-lihat, wajah Gavin memang mirip dengan Pak Toto. Dua-duanya menyeramkan bagi Garnish di penilaian pertama. Gadis itu jadi tertawa kecil. Hingga getaran di ponsel mengambil alih fokusnya, namun berhasil menambah lebar senyumannya.

Baru saja Garnish membuat status open order, sudah ada beberapa yang mengirimnya chat. Banyak orderan yang terpampang dengan begitu manis, membuat gadis itu berseru girang.

[To Be Continue]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro