VII
Even if it's a false God
We'd still worship this love
╰─── * • * 。 • ˚ ˚ ˛ * 。° 。 • ˚ • * ───╯
Yeosang tidak menyangka kalau ia akan melihat San lagi, tidak dengan cara seperti ini. Yeosang tentu telah menyusun rencana untuk menemuinya, tapi mengingat bahwa ia baru saja ditemukan setelah sekian lama melarikan diri membuat Raja memperketat pengawasan terhadap Sang Pangeran. Hal itu membuat Yeosang tidak bisa pergi kemana-mana. Namun kemudian San datang dan dengan berani mengaku bahwa keduanya dekat. Ocehannya terdengar tidak masuk akal tapi itu benar adanya, meski Yeosang menyangkal pada akhirnya.
Yeosang tidak bisa berdiam diri di dalam kamar hanya untuk merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. Jadi ditemani satu pengawal pribadinya, Yeosang meminta untuk dibawa ke penjara bawah tanah. Tempat itu gelap dan sedikit lembab, San pasti tidak akan tahan berada di sana untuk waktu yang lama. Sel tempat San dikurung dijaga oleh dua pengawal, mereka sontak membungkukkan badan ketika Yeosang datang.
"Aku ingin melihatnya, tinggalkan kami berdua."
"Tapi, Yang Mulia--"
"Ini perintah, aku hanya ingin bicara dengannya seorang diri." Yeosang menoleh pada pengawal pribadinya, "Termasuk kau, Minho, tolong tinggalkan kami berdua."
Ketiganya mengangguk lalu membuka pintu sel tempat San dikurung sebelum melangkah pergi dari sana. Berbeda dengan sel biasanya, sel itu berpintu kayu dan dilapisi jeruji besi membuat tahanan yang berada di dalamnya merasa begitu terisolasi. Yeosang tak ingin menyebut San tahanan, tapi nyatanya ia yang membuat San menjadi seperti itu. Pintu berderit ketika Yeosang melangkah masuk, ditatapnya San yang menyender di tembok dengan pandangan kosong, separuh wajahnya terkena cahaya matahari dari jeruji besi berukuran sedang di dinding sebagai tempat sirkulasi udara.
"San, ini aku."
Sang lawan bicara tak menjawab, ia memalingkan wajah.
"Aku hanya ingin bicara."
"Kau masih memakai kalung pemberianku, tapi sekarang kau membuang aku begitu saja. Di mana harga dirimu, Yeosang?"
"Jika kau lupa, aku masih berstatus pangeran."
Dengus kasar terlontar dari bibir San, "Jadi itu yang membuatmu melakukan ini padaku? Karena kau seorang pangeran dan memiliki kuasa lebih dari siapapun?"
"Aku berusaha melindungimu. Kau tahu akibatnya jika kuakui bahwa kita saling kenal dan selama ini aku tinggal di rumahmu? Bukan hanya aku yang mendapat hukumannya tapi kau juga!"
San menggeleng, kali ini ia menatap Yeosang dengan marah, "Kau hanya berusaha melindungi dirimu sendiri. Katakan, Yang Mulia, kau malu karena telah menumpang di rumahku? Karena aku miskin dan lusuh dan tidak lebih dari segalanya?! Aku tidak bisa merubah hal itu, kau mengerti? Aku memang miskin tapi aku masih memperbolehkanmu untuk tinggal karena aku peduli padamu!"
"Kau memperbolehkanku tinggal karena aku berjanji akan memberimu imbalan, San! Katakan, apa yang kau mau? Emas? Berlian? Uang? Berapapun jumlahnya akan kuberikan--"
"Persetan dengan hadiah aku tidak menginginkannya lagi!" Kedua tangan San bergetar hebat, "Aku melakukannya karena aku mencintaimu."
San hanyalah orang biasa. Ia terlahir dari seorang ibu yang bekerja sebagai penjahit baju dan seorang ayah tukang kayu, sama seperti pekerjaannya sekarang. Namun Yeosang berbeda. Ia berdarah biru, sebiru matanya yang kini menatap San dengan sendu.
"Kau tahu kita berbeda." Yeosang berbicara.
"Meski begitu kau jatuh cinta padaku." San membela diri, mencoba membalik keadaan padahal ia tahu kesenjangan membentang dan tak dapat ditentang.
"Kau tidak tahu derita apa yang sedang kutanggung, San." Yeosang berucap lirih.
"Deritamu terjadi karena kau yang membuatnya sendiri. Apakah kau memahami deritaku saat menatapmu dari sini?"
Yeosang mendekat, keduanya beradu pandang sebelum San meraih wajah Sang Pangeran dan menciumnya. Yeosang tidak melawan, malah melingkarkan kedua lengannya pada pinggang San untuk memperdalam ciuman mereka. Dalam hati, Yeosang bersyukur telah mengusir pengawalnya sejak tadi. Ciuman itu tergesa-gesa, penuh kefrustasian San dan keputusasaan Yeosang, meski begitu keduanya saling berperang lidah dan mengisap wajah sambil sesekali berhenti untuk mengambil napas.
San menyuruh Yeosang untuk berbalik, menghimpit tubuhnya di tembok sementara tangannya dengan cepat meloloskan celana panjang Sang Pangeran. Yeosang terkesiap, ia menoleh ke belakang untuk melihat sang dominan mempersiapkan dirinya.
"S-San? Kau yakin ini tidak apa-apa?"
"Ayo ambil resiko, sekali ini saja." Kedua jari San telah mengisi lubang Yeosang dan membuatnya mengejang, "Kau mungkin melupakanku, tapi kau tidak mungkin lupa tentang malam di mana kita melakukan ini."
Yeosang memejamkan mata ketika jemari San meregang di dalam sana, kemudian terganti oleh rasa dingin dan kekosongan sebelum sesuatu yang lebih besar menggantikannya.
"San...San--angh!"
San mengerakkan pinggulnya perlahan, kepalanya bertumpu pada bahu Yeosang dan memberi gigitan pelan di sana. Yeosang mengerang, kedua tangannya mencengkram jeruji besi sambil menundukkan kepala agar tak seorangpun dapat melihat mereka dari luar, tapi sepertinya percuma karena bunyi kecipak basah yang diciptakan oleh kegiatan panas keduanya terdengar begitu jelas. Yeosang sedikit mendongak, melihat beberapa pasang kaki berbalut baju zirah sedang berdiri di luar dan menghalangi cahaya matahari yang masuk.
"Mendesahlah, Yeosang. Ucapkan namaku dengan keras agar mereka dapat mendengarmu."
Kejantanan San menumbuk lubang hangat Yeosang semakin cepat, peluh bercucuran di dahi keduanya.
"Teruslah menyangkal dan berdusta tentang kita, tapi nyatanya kau begitu menikmati bagaimana aku menghancurkanmu semakin dalam." San mendesah, kemudian berbisik. "Kau ingin aku berhenti?"
Yeosang menggeleng.
"Aku ingin kau berbicara."
"Tidak... sungguh, jangan berhenti. San..anghh.. San. Aku minta maaf...enghh."
Yeosang mungkin punya kuasa tapi pada akhirnya San tetap mendominasi. Ia senang mendengar pengakuan Yeosang yang begitu putus asa juga memohon di saat yang bersamaan.
"Bagaimana jika salah satu pengawal di luar sana mendengar kita? Kau tetap tidak ingin berhenti?"
Yeosang kembali menggelengkan kepala, genggamannya pada jeruji besi itu menguat. "Aku tidak peduli... hanya ingin kau. San--anghh, ingin keluar.."
Jari jemari San mengcengkram pinggang Yeosang lebih erat, pinggulnya bergerak lebih cepat untuk mencapai pelepasan bersama. Yeosang sudah tidak karuan, wajahnya memerah dan bibirnya terus terbuka untuk mendesah ketika San menghantam titik nikmatnya. Sejenak ia melupakan siapa dirinya, statusnya, gelarnya, yang Yeosang ketahui saat ini adalah ia hanya merasakan nikmat juga sedikit rasa bersalah dalam hatinya. Hingga cairan Yeosang keluar dan menyembur pada tembok di hadapannya, disusul oleh San yang mengeluarkan pelepasannya di dalam lubang Yeosang. Rasanya hangat dan lengket, juga melelahkan.
"Para pengawal itu pasti mendengarmu dari luar." Ujar San sambil membersihkan sisa cairannya yang mengalir di paha Yeosang.
"Aku bukan satu-satunya yang mendesah di penjara ini."
San terkekeh, ia membalik tubuh Yeosang dan memakaikan celana Sang Pangeran seperti semula. Yeosang hanya diam menatapnya, ia masih kelelahan akibat seks singkat yang baru saja mereka lakukan.
"Aku minta maaf karena telah menyakiti hatimu, San."
"Tidak apa-apa, aku mengerti bahwa kau juga bingung dan kalut. Kita hanya harus mencari jalan keluarnya bersama." San menarik tubuh Sang Pangeran ke dalam pelukannya, memberi rasa nyaman karena ia tahu Yeosang sedang gelisah.
"Mungkin kau harus bermalam di sini untuk sementara." Gumam Yeosang, ia mengecup leher San beberapa kali, mengundang tawa geli dari lelaki itu.
"Asalkan kau berjanji untuk tetap mengunjungiku."
Yeosang tersenyum, ia menenggelamkan wajahnya pada pundak San sambil memejamkan mata. Ia tak ingin memikirkan apapun untuk saat ini, cukup berada di dekapan San dan hal itu sudah memberi ketenangan untuknya.
*****
"Ayah ingin bicara."
Yeosang mendongak dari buku bacaannya ketika Raja masuk ke dalam kamar tidur seraya menutup pintu. Ini aneh, Ayahnya terlihat serius sama seperti ketika beliau hendak membicarakan tentang pernikahan Yeosang dengan Pangeran dari negeri seberang.
"Kau mengunjungi penipu itu tadi?"
Yeosang hendak menyangkal tapi ia tahu hal itu tidak ada gunanya, "Ya, Ayah perlu tahu bahwa namanya adalah Choi San."
"Ayah tahu, Ayah berbincang dengannya tadi. Beberapa jam sebelum kau mengunjunginya."
Yeosang melotot, ditaruhnya buku bacaan itu di atas meja dan menatap Ayahnya dalam-dalam. "Apa?"
"Yeosang, kau mungkin bisa kabur dan berbohong, tapi ketahuilah kau merupakan pembohong yang buruk karena Ayah tidak pernah mendidikmu seperti itu. Dari gelagatmu, Ayah tahu sekali bahwa sesuatu terjadi di antara kalian tapi kau enggan mengakuinya jadi kau menyangkal. Dan kau tahu? Kau melakukannya dengan sangat buruk. Kau gemetar, gelisah, berkeringat dingin karena kau tahu hal itu tidak benar dan hanya berakhir menyakiti San."
Sang Pangeran tidak menjawab, ia termangu dan enggan menatap Raja. Menyadari bahwa penyangkalannya berakhir sia-sia.
"San memang miskin, tapi ia tidak bodoh. San mengatakan yang sebenarnya secara keseluruhan, mulai dari kau yang bersembunyi di bawah meja sampai kalian bersenang-senang di bawah hujan. Ayah berkata akan memberinya hadiah karena telah menjagamu selama ini dengan syarat bahwa ia harus segera pergi dan tak kembali lagi, tapi San menolak. Ia berlutut dan memohon agar Ayah memberi satu kesempatan lagi supaya ia bisa berbicara denganmu."
Raja menepuk bahu Yeosang kemudian melanjutkan bicara, "Ayah bertanya, 'Kenapa kau masih bertahan di sini padahal Yeosang tak ingin bertemu denganmu lagi?' Lalu San tersungkur di kakiku, kedua tangannya terkatup memohon ampun, 'Saya mencintai Yang Mulia Pangeran dan saya akan memperjuangkannya.' San kembali memohon agar Ayah tak menghukumnya karena telah menaruh perasaan padamu."
Yeosang menunduk, tetes demi tetes air mata mengalir di pipinya. Ia sungguh merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya, Yeosang hanya memperburuk keadaan dan membuat San sengsara. Deritanya tak sebanding dengan derita lelaki yang tengah mendekam di dalam penjara itu.
"Kau mencintainya?"
"Sangat. Rasanya sampai aku mau mati karena terlalu mencintainya. Namun aku melakukan kesalahan besar, Ayah. Aku minta maaf."
Raja mengangguk, memeluk putra tunggalnya yang kini terisak, menumpahkan segala emosi dan penyesalannya.
"Jangan minta maaf pada Ayah, minta maaflah pada San. Katakan dengan tulus bahwa kau menyesal dan mencintainya, San anak yang baik, ia pasti memaafkanmu."
San telah memaafkannya. Meski ia sangat marah tapi cintanya pada Yeosang lebih besar. Hal itu membuat Yeosang malu.
"Sekarang hampir tengah malam, kemasi barang-barangmu dan prajurit akan mengluarkan San dari penjara. Mereka akan mengawal kalian melewati hutan sehingga tak seorangpun dapat mengenali kau dan San."
Yeosang mengerjap, dilepaskannya pelukan itu dan menatap Raja seksama, "Maksud Ayah..."
"Pergilah, Yeosang."
"Tapi Ayah berkata besok Pangeran dari negeri seberang akan datang untuk menemuiku."
"Kenapa Ayah harus menjodohkanmu dengan orang lain jika kau sudah jatuh cinta pada San?" Raja terkekeh lalu mengusap-usap rambut Yeosang dengan sayang, "Ayah tidak mengusirmu, Ayah hanya ingin kalian saling menyadari perasaan satu sama lain terlebih dahulu, jika kau dan San sudah melakukannya maka jangan ragu untuk membawanya ke istana."
"Bagaimana dengan--"
"Biar Ayah yang mengurusnya, kau tidak perlu khawatir. Pikirkanlah San dan jangan lupa meminta maaf padanya."
Yeosang berseru lalu memeluk Ayahnya erat-erat dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia tak sabar ingin menjemput San dan memberitahu tentang kabar gembira ini. Keduanya akan pergi dan tak ada yang dapat menghalangi mereka lagi.
*****
A/N :
Emosi di chapter ini campur aduk banget. Sedih iya, napsu iya, seneng iya, tapi aku pribadi suka banget sama chapter ini karena SanSang ribut!! Dari kemarin ngebucin mulu soalnya 😩
-yeosha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro