Something about Her
Vote nya dulu yeorobun!
.
.
.
.
.
Doy masih berkutat dengan tugasnya, lagi. Ketika semua teman sekelasnya, bahkan Mark sudah meninggalkan kelas karena sejak belajar tadi, anak itu sudah mengeluh kelaparan. Padahal, tadi pagi dirinya sudah menghabiskan sepiring nasi goreng, ditambah nasi goreng milik Doy yang tidak dihabiskannya.
Di sinilah Doy. Kelas yang sepi dengan hanya dirinya yang sibuk pada setumpuk tugas. Matanya terasa lelah saat ini karena pandangannya yang mulai kabur. Oh, atau mungkin matanya memang sudah sedikit bermasalah. Ia harus memeriksanya setelah ini. Memakai kacamata tidak buruk juga, pikirnya.
Sebenarnya, Doy tidak sendiri di dalam kelas. Hanya saja, dirinya tidak menyadari ada orang lain yang juga tengah duduk di bangkunya. Lain halnya dengan Doy yang sibuk dengan tugas, gadis itu sibuk dengan ponselnya. Ya, seorang gadis yang baru kemarin Doy ketahui namanya.
"Argh, kok laper ya? Tau gini nitip roti sama Mark." Doy menggerutu sambil mengelus perut rampingnya yang sempat berbunyi.
"Makanya, jadi anak baru gak usah sok rajin!"
"A-Arasha? Lo di situ dari tadi?" tanya Doy yang sontak membalikkan badannya ke sumber suara.
"Nggak! Tadi gue di Arab, baru nyampe sini! Iya lah gue di sini dari tadi! Dasar!"
Doy hanya terkekeh menanggapi jawaban Arasha yang terdengar cukup sarkas.
"Kalo laper, makan. Gak usah sok jagoan!"
Lagi-lagi, Doy terkekeh mendengar ucapan Arasha. Kenapa ia merasa gadis itu tidak seburuk yang Jeff katakan? Dari caranya bicara, tidak sama sekali menunjukkan kalau gadis itu gila laki-laki. Tetapi, Doy juga masih tidak tahu apa-apa tentang Arasha. Hanya ada rumus bagaimana dan jika di kepalanya.
"Nih!" Arasha menyodorkan kotak yang dibawanya pada Doy. Benar, gadis itu menghampiri Doy yang masih setia duduk di bangkunya.
Doy mengambil sepotong sandwich dengan ragu. Sampai suara Arasha menginterupsi lamunannya. "Tenang, gue gak punya niat jahat sama lo," ucapnya seperti tahu apa yang Doy pikirkan.
"M-makasih, Arasha."
"Panggil gue Asha. Oh iya, bener kata temen-temen lo. Gak seharusnya lo deket sama gue. Tapi, buat apa yang lo denger tentang gue, gue gak seburuk itu, kok."
Ucapan Arasha benar-benar membuatnya bingung. Kalau ia tak seburuk itu, kenapa gadis itu memintanya untuk tak berdekatan dengannya? Doy jadi pusing sendiri. Lelaki bergigi kelinci itu lebih memilih menyantap sandwich pemberian Arasha dengan cepat sebelum Mark dan rombongannya kembali dan akan mempertanyakan dari mana sandwich itu berasal.
****
Doy cukup sering mengobrol dengan Arasha setelah percakapan mereka tiga hari lalu. Ya, meski diam-diam saat mereka tak sengaja berpapasan berdua.
Satu hal yang terus mengganggu pikirannya adalah ketika Arasha mengatakan kalau dirinya memang benar-benar mencintai Jeff. Doy tidak menemukan kebohongan di mata gadis itu saat bercerita singkat mengenai Jeff. Bahkan, Arasha seperti menahan air matanya.
Lalu, yang tak kalah mengganggu pikirannya adalah alasan Arasha melakukan itu bukan untuk menjerat Jeff. Ia benar-benar mencintai Jeff di luar apa yang sudah gadis itu lakukan. Sepertinya, kata 'benar-benar mencintai Jeff' sangat jelas tersimpan di kepala Doy.
Doy juga lebih sering memperhatikan Arasha di kelas, dan saat ia melakukan hal itu secara diam-diam, ia bisa menangkap raut sedih Arasha yang memandang punggung kokoh Jeff.
Mengapa Doy merasakan sesuatu yang aneh setiap kali melihat hal tersebut? Arasha tak jarang juga tersenyum tipis saat pandangannya tak sengaja bertabrakan dengan iris mata Doy.
"Gak istirahat lagi?" tanya Arasha yang entah sejak kapan berdiri di depan bangku Doy sambil membawa kotak bekalnya.
"Gue harus ngejar ketinggalan ini. Gue gak mau dapat masalah di akhir nanti."
Jawaban Doy membuat Arasha tertawa. Baru kali ini ia melihat seseorang belajar sungguh-sungguh seperti tak punya kesempatan lain saja. Bukankan mereka yang lulus dari YHS akan mendapatkan jenjang pendidikan lanjutan yang lebih baik? Ah, bahkan sangat baik. Arasha juga tahu kalau Doy bukanlah murid beasiswa. Karena, di sekolah ini nyaris tak ada murid beasiswa. Ini bukan berarti sekolahnya tak berkualitas, hanya saja yang bersekolah di sini tentu saja anak-anak orang dari kalangan atas.
"Kayak gak ada waktu lain aja lo? Lagian nyontek punya Mark, kan bisa? Gue denger lo sodaraan sama dia?"
"Hm..." Doy hanya bergumam.
Entah, ia tiba-tiba teringat ucapan Mahardika untuk tak mengatakan identitas aslinya. Bukan ia tak ingin jujur, hanya saja, ia merasa ucapan sang ayah ada benarnya. Ia ingin berteman dengan Arasha di luar apa yang terjadi pada gadis itu. Tetapi, bukankah ada hal yang memang tak harus ia beberkan?
"Kalo boleh tau, lo sodara Mark dari mana, ya? Setau gue, papinya Mark itu anak tunggal." Arasha yang sebelumnya ketus dan terkesan tak ingin didekati, kini malah menatap Doy seperti mengintimidasi.
"G-gue, sodara jauhnya, kok. Cuma, kebetulan papi Mark bilang ada sekolah bagus di sini. Jadi, gue nurut aja."
Doy merapalkan doa dalam hatinya. Semoga, Arasha tidak curiga dengan kebohongannya. Juga, semoga Tuhan mengampuni anak baik yang sedang coba menutupi jati dirinya ini.
"Um, terus, nama lo emang Doy? Kok pendek banget?"
Arasha tak kunjung menyerah dengan pertanyaannya tentang Doy.
"Itu, sebenernya, nama gue..." Doy berpikir cepat. "Nama gue Doyoung," cicitnya. Lagi-lagi, ia merapalkan doa agar Arasha percaya.
"Eh? Kayak gak asing? Lo bukan idol K-pop yang nyamar, kan?"
"Ya Tuhan. Kenapa lo kayak detektif sih? Bukannya dulu lo yang gak mau gue deketin? Nama gue Doyoung karena gue blasteran Korea-Malang!"
Arasha menunduk dan bungkam setelah mendapat kata-kata yang cukup sarkas dari Doy.
"Sha, m-maaf. Gue gak maksud bentak lo."
"Gue tau. Gue yang salah, kok. Maaf, Doy. Gue cuma kelewat seneng karena ada orang yang mau ngomong sama gue di sekolah ini. Hm, apa kesannya gue manfaatin posisi lo sebagai murid baru, ya?"
"Nggak, Sha. Gue beneran tulus pengin kenal lo, kok. Semoga, suatu hari kita bisa sama-sama terbuka satu sama lain, ya."
Ucapan Doy mengundang banyak pertanyaan di kepala Arasha. Kenapa lelaki itu bilang kita? Padahal, yang memang sedang menyembunyikan kenyataan, kan dirinya. Ah, lupakan semua rasa penasaran yang ada dipikirkannya. Ia harus kembali ke tempat duduknya sebelum Jeff dan gengnya sampai di kelas dan memergokinya yang tengah berbincang dengan Doy.
Benar saja, Jeff, Mark dan Ehsan sudah tiba di kelas saat Arasha baru mendaratkan bokongnya di tempat duduknya. Doy melirik gadis itu sekilas. Mengeri kenapa Arasha tergesa-gesa menuju bangkunya.
"Doy, lo lagi program diet, ya?" tanya Jeff yang duduk menghadap Doy.
"Nggak. Gue harus kerjain tugas-tugas ini. Huft!"
"Padahal, kita bisa bantuin lo. Gak usah terlalu keras sama diri sendiri," ucap Jeff sebelum memutar tubuhnya menghadap ke depan.
Doy tersenyum tipis tanpa membalas ucapan Jeff. Ia malah melirik sekilas pada Arasha yang diam-diam menatap punggung Jeff dengan penuh rasa kagum. Ah, Lebih tepatnya cinta. Doy paham, Jeff memang baik juga tampan. Tak menutup kemungkinan kalau semua gadis memujanya. Tetapi, kenapa dari sekian banyak kenyataan, harus tentang Arasha mencintai Jeff yang ia ketahui?
Nah, udah lumayan tau kan siapa Arasha? Mau tau gak, kelanjutan perasaan Doy?
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro