Reason
Vote dulu yeorobun
.
.
.
.
.
Meski masih bingung dengan apa yang terjadi padanya, tapi kali ini Doy lebih menikmati kehidupan barunya. Yang ternyata tak lebih menyeramkan dari yang selama ini ia bayangkan. Ya, setidaknya mereka tidak mengetahui asal-muasal dirinya. Lagi dan lagi, Doy lupa anak siapa sebenarnya.
"Mark, buku tugas gue dibawa, kan?" tanya Doy begitu mereka sampai di kelas.
Aneh tapi nyata, Doy yang notabene merupakan murid baru malah memberikan contekan pada Mark. Tentu saja, semua itu tanpa pengetahuan Mahardika. Kalau sampai ketahuan, Mark bisa mendapat ceramah semalaman.
"Aduh!" Mark yang tiba-tiba panik karena ucapan Doy, sontak membuat sang pemilik buku mendelik sebal. Kalau ada masalah nanti, ia tak segan mengadukan semua itu pada papinya.
"Bercanda, Doy. Tegang banget. Susah keluar ya?" cengir Mark tanpa dosa dengan pertanyaan ambigunya.
"Kurang ajar! Hampir aja mau gue aduin ke papi!"
"Cie aduan..."
Doy masih dengan mode mendiamkan Mark dan memilih pura-pura sibuk pada ponselnya. Padahal, tidak ada yang mengirimnya pesan sama sekali. Huh, Doy jadi rindu ponsel dan provider lamanya yang menyimpan banyak kontak teman-teman di sekolah terdahulunya.
Memang, kepindahan Doy tentu sudah diketahui teman-teman dari sekolah lamanya. Namun, ia masih belum memberi kabar apapun atau menemui salah satu di antara mereka. Doy terlalu takut meminta izin pada Mahardika. Ia hanya berani pergi ke panti sebentar. Itu pun diantar oleh sopir.
"Doy, kenapa bengong?"
"Gak bengong, kok."
"Ey ey, you can't lie to me."
Doy mendengus kasar. Mark sudah kembali pada mode bulenya dan ia malas mendengar. Ia ingin mengatakan pada Mark, tapi sama-sama takut.
"Mark, kalo kangen sama orang boleh, gak?"
"Aw, kangen siapa sih, Abang?"
"Mark, serius!" Doy merotasikan bola matanya. "Gue kangen temen lama, masa. Sejak pindah, gue gak pernah ketemu mereka. Apalagi temen deket gue. Sejak HP gue ganti, gue bener-bener lost contact."
Mark bisa melihat raut kesedihan di wajah Doy. Namun, setelah itu Mark langsung memukul bagian belakang kepala Doy.
"Kan ada instagram, twitter, sama temen-temennya. Lo gak coba DM?"
"Gue gak inget password-nya. Bisa aja mereka DM gue juga, kan?"
Mark sudah kehilangan semangat untuk menimpali ucapan Doy. Ia memilih menenggelamkan wajahnya di atas meja. Semalam, setelah mengerjakan, lebih tepatnya menyalin tugas Doy, Mark main game diam-diam sampai subuh. Alhasil, pertahanan matanya sangatlah minim.
Lagi-lagi, Doy tidak punya lawan bicara. Ia juga tidak tahu akan melakukan apa. Bangku Jeff dan Ehsan masih kosong. Akhir-akhir ini, dua orang yang cukup akrab itu sering kali telat datang ke sekolah. Apa lagi penyebabnya kalau bukan bermain game sampai pagi?
Arasha :
Bete banget, lo?
Doy menoleh ke arah gadis yang mengirim pesan padanya sebelum membalasnya.
Doy :
Iya ): Mau ngapain lagi, ya? Ini guru belum masuk juga.
Arasha :
Ngantin dulu, gak?
Doy tidak langsung membalas pesan Arasha. Ia masih menerka-nerka, apakah gadis itu bertanya atau bermaksud mengajaknya?
Doy :
Udah sarapan gue. Lo mau ke kantin?
Arasha :
Iya. Tadi lupa sarapan.
Doy :
Mau gue temenin nih ceritanya? Wkwk
Arasha :
Lo gapapa nih kalo ketauan Mark?"
Doy :
Dia kalo tidur mana bisa diganggu? Yuk! Lo jalan duluan, ya. Gue nyusul.
Arasha hanya membalasnya dengan senyuman saat melewati bangku Doy yang juga membalasnya dengan senyuman yang tanpa seorang pun mengetahuinya.
Bagi Doy, baru kali ini ia berteman dengan seseorang secara diam-diam. Dulu, ia bisa memilih berteman dengan siapa pun tanpa harus tahu latar belakangnya. Namun, seperti ini ternyata membuat dirinya lumayan tertantang. Duduk berdua dengan gadis misterius yang tengah menyantap nasi goreng dengan lahap di hadapannya.
"Sha, lo gak sarapan apa gak makan dari kemarin?"
"Tepat. Gue gak makan dari kemarin malam," jawab Arasha setelah meminum teh hangatnya hingga tandas.
"Serius? Memang, gak ada yang masak?"
"Em, itu, semalam gue ketiduran. Iya, ketiduran. Terus, paginya gue kebablasan tidur, jadi kesiangan."
Doy hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Arasha. Sebenarnya, ia sedikit heran, apa benar gadis seperti Arasha senang sekali tidur?
"Dua menit lagi masuk. Lo lari duluan ke kelas, gih."
"Lo gimana?" tanya Doy khawatir.
"Santai. Gue bisa telat dikit gak bakal kena hukuman, kok."
Seperti perkataan Arasha, Doy yang sudah sampai di lantai empat, langsung berlari sepanjang koridor menuju kelasnya. Ini agak membuatnya kesal. Kenapa sekolahnya sangat luas?
Setelah drama marathon, ia sampai di kelas tepat saat bel masuk berbunyi dan langsung mendapat tatapan meminta penjelasan dari Mark dengan barefacenya.
"Abis dari toilet."
Mark mengangguk saja sambil mengeluarkan catatannya meski wajahnya masih terlihat lesu dan mengantuk.
****
"Doy, masih mau ketemu temen-temen lo, kan?"
Doy mengangguk sambil terus memakan eskrimnya karena takut mencair.
"Syukurlah. Gak sia-sia gue izin ke papi."
"Maksudnya?"
"Gue udah izin ke papi buat main dulu ke sekolah lama lo."
Doy tidak bisa menahan keterkejutannya saat mendengar apa yang Mark katakan. Ia sampai mengguncang tubuh Mark yang duduk di sebelahnya.
"Remuk badan gue, Doy!"
Memang, sekolah lama Doy memiliki jam belajar yang lebih lama dari sekolahnya kini.
"Mark, lo jangan ikut masuk, ya." pinta Doy saat mereka tiba di depan gerbang sekolah Doy.
"Kenapa? Ih gapapa, kan? Orang kayaknya lagi istirahat juga. Jangan-jangan, lo mau nemuin pacar lo, ya?"
"Gue gak punya pacar! Gak usah aja."
Tentu saja, ucapan Doy tak diindahkan oleh Mark yang ikut turun dari mobil dan coba mensejajarkan langkahnya dengan Doy. Tujuan anak lelaki itu adalah kelasnya dulu. Uh, Doy rindu suasana ramai seperti ini. Dulu, tak ada orang yang memperdulikan kehadirannya meski lalu lalang setiap hari di sekolah ini.
Kini, dirinya dan Mark benar-benar menjadi pusat perhatian. Apalagi, Mark yang sibuk tebar pesona ke sana ke mari.
"Mark, jangan malu-maluin!"
"Ish, Doy. Kok murid sekolah ini visualnya oke punya?" bisik Mark.
"Dih, kudet lo! Anak 127 emang visualnya keren-keren!" balas Doy jumawa.
Ia tidak mengindahkan tatapan rekan sekolahnya dulu dan terus berjalan menuju kelas lamanya.
"Juju, Tiway!" teriak Doy dengan tidak tahu malunya.
Penghuni kelas yang tengah ramai itu mendadak hening. Semua tatapan tertuju pada Doy yang berdiri di depan kelas.
"Doy! Ini lo? Sumpah? Anjir, ini seragam sekolah yang gedungnya tinggi banget itu, kan?" tanya salah satu anak lelaki yang dipanggilnya tadi.
"Juniar alias Juju. Biasa aja gak usah heboh!" balas Doy yang langsung memeluk temannya itu.
"Tiway, lo gak mau peluk gue juga?"
"Ogah! Lo ilang gitu aja terus tiba-tiba dateng gak bilang juga."
"Idih, lebay lo!"
Ketiga orang remaja ini memang sangat dekat sebelum Doy tiba-tiba dikabarkan pindah oleh pihak sekolah. Juniar, Doy dan Tonny atau lebih sering dipanggil Tiway memang sudah satu sekolah sejak sekolah dasar.
Acara reuni dadakan mereka membuat Mark menjadi terabaikan dan bingung sendiri. Ditambah siswa-siswi yang entah sejak kapan mengerumuninya.
"Papi, tolongin Mark," gumam Mark.
"Ini ada apa ribut-ribut?" teriakan guru piket membuat semua kerumunan itu bubar.
Sialnya, Doy dan Mark kini dalam masalah.
Masih stay di sini kah? Semoga gak bosen ya a (:
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro