Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Quality Time

Hayuk ah vote dulu (: fotonya anggap aja yang di mulmed lah ya.
.
.
.
.
.
Doy menjatuhkan tubuhnya di sofa super empuk miliknya. Ia bisa saja langsung berbaring di ranjang, tapi mengingat tubuhnya yang berkeringat, pasti tempat tidurnya tidak akan nyaman lagi nanti.

Masih menikmati pendingin ruangan yang menyentuh kulitnya, Doy perlahan terpejam sampai bunyi gedebuk terpaksa membuatnya membuka mata. Hampir saja ia berteriak marah karena ranjang yang tak ia biarkan kena keringat itu kini malah sudah tertimpa tubuh berseragam Mark dan lebih parahnya, masih mengenakan sepatu. Namun, senyuman Mark mengurungkan niat Doy untuk membentaknya meski sangat kesal. Ya,  tapi namanya kesal, ia akhirnya mengutarakan semuanya meski tidak dengan nada yang meninggi.

"Mark, lo kan punya kamar sendiri. Kenapa mesti ke sini sih? Mana main lompat ke kasur aja. Nanti, keringatnya kena kasur."

Ocehan Doy malah dibalas tawa kencang khas Mark. Bukannya mendengar, lelaki penyuka semangka itu malah semakin mendudukkan tubuhnya di tengah tempat tidur.

"Doy, tinggal juga ganti bed covernya. Atau mau ganti kasurnya juga bebas," ucap Mark enteng.

"Gak gitu juga, Mark! Ah gak tau deh, serah!"

Dari pada memikirkan Mark yang sama sekali tidak merasa bersalah karena kelakuannya, Doy memilih kembali terpejam dengan tubuh yang hampir merosot dari sofa.

"Hallo, Papi ganteng coming!"

Teriakan dari balik pintu kamar Doy yang terbuka itu sontak mengundang dua remaja yang tengah melepas lelahnya.

Mark sebenarnya tidak terlalu terkejut. Lain halnya dengan Doy yang menganga lebar dengan tubuhnya yang sukses merosot sempurna dari sofa saat melihat Mahardika melakukan hal yang sama dengan Mark.

"Papi, jangan lompat ke kasur masih pake baju kerja. Nanti, ibu kosnya marah," kekeh Mark yang tentu saja menggoda Doy.

"Au ah!" Doy tidak peduli lagi dengan kelakuan Mark dan Mahardika yang sifatnya setali tiga uang.

Jika kalian bertanya kenapa Mahardika memiliki sifat narsis, jawabannya adalah, pria empat puluh tiga tahun itu menganggap Mark sebagai sahabatnya. Iya, dirinya memang menyayangi Mark sebagai anak. Tetapi, ia mengikuti apa yang terjadi dengan kehidupan remaja seorang Mark. Bisa dikatakan, ia seperti hidup kembali setelah semua tragedi yang dialaminya dulu.

"Pi, Doy gak suka ranjangnya kena keringat, katanya."

"Kan nanti bisa diganti, Doy. Santai aja. Kalo perlu, Papi beli sama pabriknya."

Mark tentu saja mengangguk setuju dengan apa yang diucapkan papinya.

"Maaf, aku gak biasa kayak gini. Dulu, aku selalu ngelarang adik-adik main di tempat tidur." Doy menunduk sedih. Ia memang sangat jauh berbeda dengan kehidupan keluarga Mahardika meski dirinya kini merupakan bagian dari keluarga itu.

"Duh, anak Papi. Sini peluk dulu." Mahardika merentangkan tangannya menyambut Doy.

"Mark ikuuut!"

"Mark, Mark. Namamu Armand.  Gak usah aneh-aneh!"

"Papi kan janji, Doy boleh pake nicknamenya. Masa, Mark gak boleh?"

"Iya, Pi. Lagian, mending dipanggil Mark," sahut Doy yang langsung mendapat pelukan erat dari Mark.

"You are my best bro."

"Kenapa kalian yang jadi pelukan? Papi dikacangin lagi. Dikira martabak apa?" Gerutuan Mahardika mendapat tatapan mengejek dari kedua putranya.

"Pi, kurang-kurangin, deh." Doy menahan tawanya.

"Iya, Pi. Inget, Papi kemarin ngeluh sakit pinggang, kan? Itu artinya, Papi udah tua. Jangan lebay." Mark turut menyetujui apa yang Doy katakan. Akhirnya, Mark si anak bandel itu menemukan partner in crimenya.

"Oh, jadi kalian gitu sama Papi? Oke!" Mahardika bangun dan langsung meninggalkan kamar Doy tanpa mempedulikan kedua putranya yang saling menatap satu sama lain.

Setelah beberapa detik menutup pintu, Mahardika kembali lagi. "Jam lima nanti kita ketemu di home theater. Jangan telat!"

"Aye, captain!" sahut Mark.

Doy hanya diam karena bingung.

****

Seperti yang diinstruksikan Mahardika sebelumnya, Doy dan Mark kini sudah berada di depan home theater.

"Telaaat! Lama banget kalian jadi anak muda!"

Hampir sama Doy dan Mark berlari kembali ke luar saat mendengar teriakan yang menggema. Mereka kira jin penunggu tempat itu.

"Papi! Ngagetin aja!"

Mahardika hanya tertawa sebelum menatap Doy dan Mark secara bergantian semuanya tak luput dari perhatiannya.

"Kalian kok pake piyama gitu? Sok imut banget, deh!" cibir Mahardika pada Doy dan Mark.

Doy mengenakan kemeja dengan motif kelinci, tak lupa juga sandal bulu-bulu dengan kepala kelincinya. Sementara Mark menggunakan piyama rilakuma dengan sandal yang senada juga. Jadilah kedua putranya itu seperti tengah berada di acara pesta piyama anak sekolah dasar.

"Bilang aja Papi sirik!" balas Mark.

"Nggak! Papi juga pake piyama, ya!" balas Mahardika tak mau kalah.

"Tapi, Papi gak seimut kita. Iya gak, Doy?"

"Berisik banget! Jadi nggak nontonnya? Kalo gak jadi, aku balik lagi ke kamar, nih."

Mahardika dan Mark menghentikan perdebatan mereka. Alih-alih saling marah, mereka duduk berjauhan. Menyisakan satu tempat kosong yang tentu saja akan diisi oleh Doy. Tetapi, mana bisa ia menonton dengan tenang kalau orang di kanan dan kirinya terus saja saling meledek.

"Karena kalian telat, jadi Papi yang menentukan apa yang bakal kita tonton."

"Yha! Mark mau film action, Pi."

"Fantasi aja, Pi." Kali ini, Doy juga turut menyampaikan usulannya.

"Hm, saran kalian Papi terima. Tapi, Papi mau kita nonton Upin & Ipin the movie."

"PAPIII..." teriak Doy dan Mark bersamaan.

Yang diteriaki hanya terkikik. Niatnya memang bukan mengajak menonton film itu, melainkan Frozen 2.

Meski masih melayangkan protes, kedua anak lelaki itu menurut juga. Entah sejak kapan posisi duduk mereka juga berubah. Mahardika sudah berada di tengah, bertukar posisi dengan Doy. Mereka juga tampak serius menatap layar besar di depannya sambil tak henti-hentinya mencomot popcorn di pangkuan masing-masing.

Baru tiga perempat film, Mahardika melirik kanan kirinya dan mendapati kedua putranya sudah terlelap dengan posisi yang sangat aneh.

"Gelap, adem, udah enak banget ya." Mahardika mengusap kepala mereka.

Karena terlalu pulas, keduanya hanya menggeliat dan mengubah posisi tidurnya. Mahardika hanya bisa menatap maklum.

"I'm lucky to having you, all." gumam Mahardika sebelum mengecup dahi mereka.

Sampai akhirnya, pria itu ingat kalau tidak baik kalau putranya tidur dengan posisi seperti ini. Tetapi, ia tidak tega membangunkan. Sialnya lagi, kamar mereka terletak di lantai dua.

"Oke, jadi siapa dulu yang bakal digendong." Mahardika menimbang-nimbang sampai akhirnya memutuskan untuk menggendong Doy terlebih dahulu.

Setelah membersihkan popcorn yang tercecer di pangkuan Doy, ia meletakkan putranya itu di punggungnya.

Sepuluh menit kemudian, ia kembali untuk memindahkan Mark ke kamarnya. Sama seperti Doy, Mark digendongnya melewati tangga melingkar yang jumlahnya tidak bisa disepelekan saat menggendong tubuh lelaki remaja.

Mahardika bertekad setelah ini akan memindahkan home theater ke lantai dua. Ia tak ingin mendapat resiko semacam ini lagi.

"Papi, Mark mau nginep di kamar Doy malam ini," gumam Mark saat mereka sampai di depan pintu kamar miliknya.

"Mark! Kamu kebangun?"

"Dari tadi juga kita gak tidur. Orang mau ngerjain Papi aja," ucap Mark sebelum berlari ke kamar Doy.

"Dasar anak nakal!" pekik Mahardika sambil mengejar Mark. Awas saja, setelah ini kedua anak nakal itu tak akan mendapat ampun darinya.

"Aw, remuk dah pinggang!" teriaknya setelah itu.










Ke Arasha lagi gak nih? Atau family life mereka? Ah gimana gue lah ya 🤭
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro