Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

New Life

Monmaap ya mulmednya rada lumayan. Ahihi
.
.
.
.
.
Sejujurnya, Doy merasa sangat awkward. Ia masih belum terbiasa berada di kalangan anak-anak orang berada seperti ini. Lain dengan sekolah lamanya yang notabene lebih bebas karena siswanya yang kebanyakan anak orang menengah ke bawah. Sesekali, ekor matanya menelusuri isi kelas. Mereka semua tampak elegan.

"Mark, suruh kenalan dong tuh yang ngekorin lo!" teriak seorang siswi yang duduk tepat di depan Mark dan Doy.

Pekikan perempuan itu membuat Doy agak tersentak karena suara cemprengnya.

"H-hai. Gue Doy," ujarnya dengan ragu.

"Aw, lucu banget!" pekik gadis itu lagi.

"Nay, berisik!" bentak Mark yang lumayan terganggu dengan teriakannya padahal ia sudah menggunakan earphone.

"Nama gue Nayshilla, panggil aja Cila," balas gadis itu riang.

Doy hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Tentu saja, ia bukan anak yang pendiam. Hanya saja, ia takut salah bertindak di antara orang-orang kaya seperti ini.

Keadaan kembali riuh saat pelajaran pertama hampir dimulai dan Doy diperkenankan untuk mengenalkan diri. Tentu saja, ia tak menyebutkan nama aslinya. Nilai plus sekolah ini adalah kerahasiaan antarsiswa sangat terjaga. Hanya staf yang berwenang saja yang berhak tahu mengenai identitas siswa. Itulah kenapa presensi kehadiran dilakukan dengan ID.

Doy agak lega saat mengetahui kalau kelas yang ia tempati sekarang tak beda jauh dengan kelas di sekolah lamanya. Ternyata, orang kaya tak semengerikan yang ada dipikirannya.

"Doy, ayo ke kantin," ajak Mark membuyarkan lamunan Doy.

"Mager, Mark. Tapi gue laper juga sih," kekehnya.

Kini, ia berjalan bersama teman-teman Mark. Ia sempat melirik siswa yang berjalan di sebelahnya. Sangat berkelas meski wajahnya imut. Doy kembali merasa sangat kecil. Padahal, tak ada yang tahu tentang asal-usul Doy sebelumnya. Bahkan, kalau dilihat, Doy juga sama seperti mereka. Tak ada bedanya. Ya, hanya perasaannya saja yang berbeda.

"Mark, sodara lo pemalu, ya?"

"Tanya aja sendiri," jawab Mark acuh.

"Doy, kok diem aja?"

Doy bingung harus menjawab apa. Ia hanya menatap orang di sebelahnya dengan pandangan canggung.

"Yeh. Santai kali, Doy. Oh iya, kita belum kenalan. Nama gue Ehsan, tapi bukan temennya kembar botak."

Mau tidak mau, Doy terkekeh mendengar penuturan lelaki berkulit tan tersebut. Bukan karena namanya, tapi cara bicaranya yang menggemaskan tak bisa membuatnya menahan tawa.

"Oy, Jeff!" sapa Mark pada pemuda yang sudah duduk di sudut kantin.

"Lama banget, njir. Eh, sodaranya Mark. Kok lo diem aja sih?"

Selain Ehsan, kini siswa yang dipanggil Jeff oleh Mark itu ikut menilai kalau Doy pendiam.

"G-gue cuma masih agak canggung aja. Takut salah ngomong," jawab Doy.

"Idih. Santai aja kali, nih si gendut kalo ngomong mana ada akhlaknya?" cibir Mark pada Ehsan yang tengah sibuk memainkan sedotan.

"Ngaca lo!" bentak Ehsan tak terima.

Tak sesulit itu untuk beradaptasi ternyata. Doy sudah mulai menikmati waktu bersama teman barunya. Bahkan, ia sudah berani melontarkan sedikit candaan.

Di sela candaannya, pandangan Doy tak sengaja tertuju pada gadis yang duduk besebrangan dengan tempat duduk Doy dan kawan-kawan. Gadis itu sepertinya sekelas dengannya. Ya, gadis yang duduk di pojok paling belakang dan tidak bicara dengan siapapun.

Sampai di kantin pun, ternyata gadis itu sendiri juga. Padahal, tampangnya sama sekali tidak aneh. Cantik dan seperti tanpa cela sedikitpun. Tetapi, tunggu dulu. Auranya terlihat mengerikan. Ah, mungkin itu yang membuatnya tak punya teman.

Candaan teman-temannya kini mulai menghilang di telinga Doy. Semua pusat perhatiannya tertuju pada gadis itu sampai Jeff menepuk bahunya.

"Doy, cepet habisin makanannya. Bentar lagi masuk."

"Em, i-iya."

Sebelum menjawab perkataan Jeff, ia sempat melihat kalau gadis itu menatap sekilas ke arahnya. Namun, setelah ia menoleh sebentar, gadis itu sudah tak ada di tempatnya.

"Merhatiin apa sih?" bisik Mark saat mereka kembali ke kelas.

"Em, lo liat cewek yang duduk di seberang kita gak tadi?"

"Cewek? Bro, belum sehari mata lo udah jeli aja sama cewek," goda Mark.

"Bukan gitu!"

"Cewek yang mana, Doy? Jangan bilang cewek yang duduk sendiri tadi. Gue saranin lo gak usah berurusan sama cewek psycho kayak gitu. Cewek cantik di sini banyak. Asal jangan dia."

Doy hanya mengernyit mendapat pernyataan demikian dari Jeff. Pemuda itu tampak tak main-main dengan ucapannya.

"Biasa, sensi tuh kalo sama mantan." Ehsan menyenggol lengan Doy yang tadi sempat termenung.

"Cih! Sumpah ya, gue peringatin Doy karena gue gak mau dia jadi korban. Tolong ya, gue titip nih. Mark, jagain sodara lo!"

"Right. You must remember that. Kalo emang cewek yang lo maksud tadi, sebaiknya gak usah lanjut kepo." Mark menambahkan.

Doy malah semakin penasaran karena tidak tahu apa-apa.

****

Hari pertama di sekolah baru tidaklah buruk. Kali ini, Doy dan Mark tengah menunggu jemputan mereka tiba. Mark tampak kesal sambil melirik jam tangannya. Memang, tak biasanya jemputannya telat seperti ini.

"Ah, finally!" pekik Mark saat melihat mobil mewah yang berhenti di depan mereka.

"Hey, boy! How are you?" teriak orang di balik kemudi yang baru saja menurunkan kaca mobil.

"Aaaa, Uncle Na. When you arrived?" tanya Mark antusias.

Kedua orang itu sibuk bertukar kabar sampai melupakan Doy yang menatap mereka jengah. Ia sudah lelah dan ingin segera pulang. Karena tak mengerti, Doy memilih berdeham keras untuk menginterupsi mereka.

"Aw, Doy. Sorry---"

"Are you Dika's son?" tanya pria yang tadi sibuk dengan Mark itu.

Doy hanya mengangguk sebagai jawaban. Sudah ia duga, pria itu akan banyak bertanya tanpa peduli kalau Doy sudah lelah berdiri.

"Uncle, lebih baik ngobrolnya sambil jalan pulang."

"Oh iya. Kalian juga pasti lelah."

Akhirnya. Doy mengembuskan napas lega saat mendengar ucapan Mark. Ia pikir pria itu tak bisa bahasa Indonesia, ternyata sama saja dengan Mark. Kenapa orang-orang di sekitarnya hobi sekali berbicara dengan bahasa asing?

"Ah iya. Anak manis, kenalkan, saya sahabat papi kamu yang menyebalkan itu. Nama saya Nakamoto, panggil saja uncle Na. Seperti Mark."

Doy lagi-lagi hanya mengangguk. Benar dugaannya kalau pria itu ada Jepang-Jepangnya.

"Ah, kamu ini pemalu, ya? Tidak seperti Mark yang tidak tau malu!"

Mark hanya mencebik saat mendengarnya.

"Em, tidak, Uncle Ajinomoto---"

Mark sudah tertawa kencang sebelum Doy melanjutkan kata-katanya. Bukan tanpa alasan, Doy yang menyebut nama Nakamoto malah salah dan menyebutkan merk penyedap.

"Nakamoto!"

"Eh, maaf, Uncle Na-ka-mo-to." Doy mengeja namanya dengan sulit.

"Makanya, panggil saja uncle Na."

Karena kesalahan itu, Doy jadi malu dan hanya diam sepanjang perjalanan. Padahal, Nakamoto tidak masalah dan malah tertawa. Tapi, tetap saja Doy merasa tak enak.

"Papi, we are home!"

Teriakan Mark mendapat jitakan dari Doy. Sangat tidak sopan memang.

"Pap---" ucapan Mark kali ini terpotong karena ia kaget bukan main saat melihat Mahardika yang tengah berpose dengan tak ada akhlaknya.

"Kenapa diem, Mark?"

"Liat tuh!" tunjuk Mark.

Doy mengikuti arah tangan Mark dan ia tak kalah terkejut.

"Papi lagi ngapain?"

"Biasa, pemotretan majalah kali. Ya, masa papi foto begitu buat dipajang di rumah. Bisa shock kita tiap hari liat begitu."

Doy dan Mark terkekeh saat membayangkan foto Mahardika seperti itu terpajang di rumah mereka.

"Eh, anak Papi udah pulang. Dari tadi di situ?" tanya Mahardika santai.

"Papi masih aja begitu! Udah tua tau, Pi. Malu sama umur! Sombong banget mentang-mentang punya badan bagus!" cibir Mark.

Satu yang harus diketahui, Mark tidak berani bicara bahasa asing di depan Mahardika atau ia akan kena semprot.

"Iri bilang, bos!" balas Mahardika.

"Idih nyebelin banget!"

Lagi-lagi, Doy merasa dirinya kembali asing dalam sebuah situasi. Sampai, Mahardika menarik lengannya dan merangkulnya.

"Aw, anak Papi yang ganteng. Gimana hari pertamanya?"

"Gak gimana-gimana kok, Pi."

"Ah, gak seru deh jawabnya gitu!" cibir Mark.

Entah bagaimana sampai mereka yang tadinya adu mulut bisa berpelukan seperti sekarang ini.

Nakamoto yang sejak tadi berdiri di belakang mereka dan tentu saja menyaksikan drama keluarga ini hanya menggeleng dan bergumam pelan, "stress."








Aneh banget gak sih ngab? Ke mana-mana ya? Huhu
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro